Menuju konten utama

Saksi Lurah Tak Tahu Ahok Lakukan Penodaan Agama

Salah satu saksi fakta yang dihadirkan dalam sidang Ahok memberikan kesaksiannya saat Ahok berpidato di Kepulauan Seribu. Menurutnya, saat itu ia tidak tahu bahwa Ahok melakukan penodaan agama dalam pidatonya.

Saksi Lurah Tak Tahu Ahok Lakukan Penodaan Agama
Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (24/1). Sidang ketujuh tersebut masih mengagendakan mendengarkan keterangan lima saksi dari pihak Jaksa Penuntut Umum. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.

tirto.id - Sebagai saksi fakta perdana, Lurah Pulau Panggang, Kepulauan Seribu Yuli Hardi hari ini memberikan keterangan dalam sidang lanjutan kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta.

Ditanya mengenai penodaan agama yang dilakukan Ahok, Yuli Hardi menyatakan bahwa dirinya baru mendengar soal berita tersebut melalui televisi dan juga akun Youtube, demikian yang dilansir dari Antara, Selasa (24/1/2017).

"Jujur saat Pak Basuki pidato saya tidak tahu (telah terjadi penodaan agama) baru tahu saat-saat ini dari televisi dan Youtube," kata Yuli Hardi menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut (JPU) dalam lanjutan sidang Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta.

Sementara itu, menurut Yuli, ia tidak mengetahui bahwa Ahok diduga melakukan penodaan agama saat itu karena dirinya fokus pada lingkungan, mengingat dirinya sebagai lurah.

"Menurut berita pada saat sambutan pidato [terjadi penodaan agama] yang sebut Al-Maidah ayat 51, secara detil tidak ingat karena saya kurang fokus ke pidato Pak Ahok karena saya fokusnya ke lingkungan sekitar karena saya sebagai lurah," jelasnya.

Saksi Yuli Hardi menambahkan, sekitar 100 orang yang hadir di acara Tempat Pelelangan Ikan (TPI) itu tanpa menggunakan tenda dan panggung. “Pak Ahok pidato berdiri, beranjak dari kursi lalu pidato," kata Yuli Hardi menjawab pertanyaan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Dalam pidato itu, Yuli Hardi menambahkan, Ahok menjelaskan tentang program budidaya Ikan Kerapu. "Seingat saya Pak Ahok juga akan usulkan ke presiden soal raskin akan pakai kartu sehingga warga bisa beli beras sesuai selera masyarakat setelah itu ada program panen raya juga," kata Yuli Hardi.

Selain Yuli Hardi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga direncakanakan menghadirkan Nurkholis, petugas Humas Pemprov DKI Jakarta yang merekam pidato Ahok di Kepulauan Seribu.

Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.

Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Baca juga artikel terkait SAKSI SIDANG AHOK atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Hukum
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari