tirto.id - Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh divonis bebas terkait kasus suap di Mahkamah Agung. Imbas putusan ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan Gazalba dari Rumah Tahanan (Rutan) Pomdam Jaya Guntur, Jakarta Selatan.
"Betul, sesuai amar majelis hakim maka jaksa membuat berita acara pengeluaran dari rutan terhadap terdakwa dimaksud," kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu 2 Agustus 2023.
Ali mengatakan, Gazalba telah dikeluarkan dari Rutan KPK Pomdam Jaya Guntur pada Selasa, 1 Agustus 2023, pukul 20.30 WIB. Meski demikian, lembaga antirasuah tetap melanjutkan penyidikan terhadap perkara lain yang menjerat hakim agung nonaktif tersebut.
"Kami pastikan KPK tidak hentikan perkara penyidikan atas dugaan gratifikasi dan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang)," jelas Ali.
Lebih lanjut, Ali memastikan pihaknya akan mengajukan kasasi atas vonis bebas Gazalba Saleh. Pihaknya masih menunggu salinan resmi putusan Pengadilan Tipikor Bandung.
Putusan bebas terhadap tersangka KPK bukan kali pertama terjadi. Pada 2021 lalu, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta juga menjatuhkan vonis bebas terhadap Samin Tan, pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal Tbk (BLEM).
Dalam pertimbangannya, majelis hakim yang terdiri atas Panji Surono, Teguh Santoso dan Sukartono menyatakan Samin Tan adalah korban pemerasan Eni Maulani Saragih yang membutuhkan uang untuk modal suaminya mengikuti Pilkada Temanggung.
Selain itu, KPK juga mengalami pergesekan internal yang berujung pada permohonan pengunduran diri Brigjen Pol Asep Guntur Rahayu sebagai Direktur Penyidikan KPK.
Hal ini akibat polemik operasi tangkap tangan (OTT) KPK terkait kasus pengadaan barang dan jasa di lingkungan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) yang kian berlarut-larut.
Setelah melakukan penetapan tersangka, KPK sempat meminta maaf serta menyerahkan penanganan Kabasarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto kepada pihak Puspom TNI.
Sejumlah permasalahan serius lain yang terjadi di KPK, bahkan belum menemui jalan keluar, misalnya seperti pungutan liar di rutan KPK dengan besaran nominal mencapai 4 triliun rupiah.
Selain itu, kasus dugaan pelanggaran etik pimpinan KPK juga masih menjadi perbincangan. Teranyar, Johanis Tanak diduga berkomunikasi dengan pihak berperkara, yakni saksi kasus dugaan korupsi pemotongan tunjangan kinerja (tukin) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri juga berkali-kali lolos dari sanksi dugaan pelanggaran etik. Laporan selengkapnya soal problem etik internal KPK bisa dibaca di link ini.
KPK Tak Lagi Bertaji
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengatakan, vonis bebas terhadap tersangka korupsi menunjukan bahwa KPK saat ini bukan lagi lembaga yang dihormati, baik oleh masyarakat maupun koruptor.
"Beberapa putusan bebas termasuk yang sebelumnya Samin Tan, Sofyan Basir, itu terjadi karena nampak bahwa secara keseluruhan, rakyat maupun koruptor artinya kawan dan lawan dari KPK semakin tidak memberikan apresiasi atau tidak segan lagi terhadap KPK," tegas Boyamin, Kamis 3 Agustus 2023.
Pernyataan tersebut didukung oleh mantan penyidik senior KPK, Novel Baswedan. Ia mengatakan bahwa penyebab hancurnya muruah KPK saat ini adalah perilaku para pimpinannya yang tidak dapat dijadikan contoh penegakan hukum kasus korupsi.
"Justru masalahnya ada pada pimpinan KPK. KPK sebelum masa Firli cs berlaku zero tolerance terhadap setiap pelanggaran. Tapi hal tersebut tidak lagi dijadikan pedoman," tutur Novel.
Novel mencontohkan, misalnya dugaan pembocoran informasi perkara oleh pimpinan KPK. Hal tersebut secara terang benderang menunjukkan bahwa kinerja lembaga antirasuah tidak lagi dapat diharapkan.
"Kalau pimpinan KPK yang membocorkan informasi dan diduga main perkara, bagaimana bisa kita harapkan KPK akan bekerja benar?" tandas Novel melempar pertanyaan retoris.
Dari rekam jejak yang demikian, Novel mencurigai bahwa bebasnya para tersangka KPK dalam putusan pengadilan juga dicampuri oleh kompromi pimpinan KPK.
"Bisa juga terjadi dengan adanya kompromi, membuat sengaja dibuat celah hukum agar dalam proses peradilan bisa bebas. Selama pimpinan KPK bermasalah, tentu kita akan mendapati keadaan-keadaan yang tidak kita harapkan akan terus terjadi," ucap Novel.
Pimpinan KPK Diminta Mundur
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Diky Anandya mengamini pernyataan Novel Baswedan. Ia memandang rangkain kontroversi yang berujung pada penurunan kinerja KPK merupakan akibat dari buruknya kinerja pimpinan saat ini.
Diky kemudian mempertanyakan pentingnya perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK hingga 2024 mendatang.
"Melihat situasi saat ini, kita juga patut mempertanyakan, apa prestasi komisioner KPK saat ini sehingga diperpanjang masa jabatannya selama satu tahun oleh Mahkamah Konstitusi yang kemudian direstui oleh presiden?" ujar Diky.
Diky berujar yang patut dimintai pertanggungjawaban untuk mengembalikan kepercayaan publik atas komitmen pemberantasan korupsi adalah Presiden Joko Widodo. Alih-alih memberikan perpanjangan masa jabatan, kepala negara sebaiknya meminta pimpinan KPK untuk mundur.
"Kami mendesak presiden untuk meminta komisioner KPK saat ini menanggalkan jabatannya," imbuhnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Novel Baswedan. Dia berharap pemerintah dapat melakukan perbaikan dengan cara membersihkan insan KPK yang dianggap mengganggu kinerja lembaga dalam pemberantasan korupsi.
"Semoga pemerintah bisa melihat kondisi ini dan melakukan perbaikan dengan membersihkan pimpinan dan insan KPK lainnya yang bermasalah agar KPK bisa kembali bekerja baik untuk memberantas korupsi di Indonesia," tukas Novel.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman menyebut bahwa solusi paling mudah untuk segera memperbaiki kinerja KPK adalah dengan tidak memperpanjang masa jabatan para pimpinannya.
"Bagi saya yang paling gampang adalah pimpinan KPK ini tidak diperpanjang, kalau (berharap mereka) mundur ya agak sulit," kata Boyamin.
Boyamin menyebut jika masa jabatan pimpinan KPK diperpanjang, gonjang ganjing politik jelang pemilu akan semakin melemahkan lembaga antirasuah dari sisi pandangan masyarakat.
"Karena KPK dianggap bisa dipakai kekuatan politik untuk saling serang lawan-lawan politik. Ini akan membuat KPK namanya semakin jatuh," jelasnya.
Namun demikian, Boyamin menyebut bahwa hal esensial lainnya yang perlu dibenahi adalah mencabut revisi UU KPK.
"Paling utama adalah revisi UU KPK di mana KPK dilemahkan dan kemudian lawan pun tidak takut sekarang ini. Solusinya ya revisi UU Nomor 19 Tahun 2019 itu dicabut, kembali ke UU yang lama," tutur Boyamin.
Pembelaan KPK
Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri menyatakan akan menghargai kritik dan saran dari masyarakat. Menurut dia hal ini akan menjadi masukan bagi lembaga antirasuah agar lebih baik ke depannya.
"Kritik dan saran masyarakat harus kita hargai sebagai bagian evaluasi," ucap Ali, Kamis 3 Agustus 2023.
Namun demikian, terkait bebasnya terdakwa KPK di persidangan, Ali menyebut hal itu juga sudah pernah terjadi pada beberapa tahun yang lalu.
Sebelum periode kepemimpinan Firli, tercatat sedikitnya dua orang terdakwa KPK yang divonis bebas.
Pertama, Mochtar Muhammad. Eks Wali Kota Bekasi, Jabar, itu divonis bebas pada Pengadilan Tipikor Bandung pada 11 Oktober 2011.
Kedua, eks Bupati Rokan Hulu, Riau, Suparman. Dia divonis bebas di Pengadilan Tipikor Pekanbaru pada Kamis, 23 Februari 2017. Ia dinyatakan tidak terbukti bersalah dalam kasus dugaan korupsi pembahasan rancangan APBD Riau tahun 2014-2015.
"Yang terpenting bagi kami adalah berupaya seoptimal mungkin akan lakukan upaya hukum dengan argumentasi hukum yang tajam sehingga berharap MA akan mengabulkan kasasi tim jaksa KPK," kata Ali.
Sementara itu, terkait kasus Basarnas, KPK berharap masyarakat melihat substansi perkara korupsi dimaksud.
"Ingat, Koruptorlah musuh bersama yang harus kita selesaikan bersama penegakan hukumnya dan itu menjadi fokus KPK saat ini," pungkas Ali.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Fahreza Rizky