Menuju konten utama

RUU Perlindungan Anjing-Kucing Tak Masuk Prolegnas, DMFI Demo

RUU Perlindungan Anjing-Kucing tak masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) karena dianggap tidak penting oleh DPR.

RUU Perlindungan Anjing-Kucing Tak Masuk Prolegnas, DMFI Demo
Koordinator Jakarta Animal Aid Network (JAAN) Domestic Indonesia, Karin Franken, dalam aksi damai di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Kamis (21/11/2024). Tirto.id/Rahma Dwi Safitri

tirto.id - Koalisi Dog Meat Free Indonesia (DMFI) menggelar aksi damai di depan Gedung DPR pada Kamis (21/11/2024) atas gagalnya RUU Pelarangan Perdagangan Anjing dan Kucing masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Koordinator Jakarta Animal Aid Network (JAAN) Domestic Indonesia, Karin Franken, mengatakan aturan ini sudah seharusnya dilegalkan karena telah mendapatkan dukungan dari banyak pihak. Termasuk, kata dia, agar kekerasan terhadap hewan domestik dapat diatasi.

“Jadi kami minggu lalu kan kasih draf akademis ya, larangan perdagangan daging anjing sama larangan kekerasan terhadap hewan domestik. Tapi sayangnya, kami baca di media bahwa dari Baleg, salah satu anggota bilang enggak usah, dihapus saja, enggak penting,” ujar dia saat ditemui awak media.

Menurutnya, alasan DPR menghapus RUU tersebut dalam Prolegnas justru tidak masuk akal. Pasalnya, kata dia, hanya sebagian kecil dari masyarakat yang mengonsumsi daging anjing di Indoensia.

“Terus dibilang bahwa mereka harus melindungi pemakan dan pedagang. Yang mana kan enggak masuk akal, karena sekarang gini, 4,5 persen dari masyarakat mungkin ada yang makan daging anjing atau kucing ya, tapi sisanya tidak,” ujar Karin.

Ia menyoroti pernyataan salah satu anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Firman Soebagyo, yang menyebut RUU Pelarangan Perdagangan Anjing dan Kucing tidak penting. Menurutnya, justru sebanyak 95 persen masyarakat menyetujui agar pemerintah melindungi hewan domestik dari perdagangan.

“Dan kami juga pernah bikin polling dengan netizen, dan itu mengatakan hal yang sama, 95 peren masyarakat Indonesia mereka ingin ada larangan perdagangan dan konsumsi daging anjing dan kucing. Kenapa belain hanya 4,5 persen gitu lho?” ujarnya.

Lebih lanjut, Karin mengatakan, pihaknya juga terpancing dengan pernyataan anggota Baleg soal menyebut Non-Governmental Organization (NGO) seperti DMFI tidak penting karena tak banyak berkontribusi untuk pemerintah. Padahal, menurut dia, NGO berperan dalam memberikan solusi atas masalah yang tengah dihadapi pemerintah.

“Itu kan sangat konyol ya? Kami banyak sekali kerja sama dengan pemerintah, kami ikut menjadi bagian dari solusi, bukan dari masalah. Kami bukan hanya ngeluh, tapi kami juga mau menjadi bagian dari solusi. Kami steril kucing banyak, vaksin rabies, juga punya lapangan kerja buat banyak orang,” ungkapnya.

“Jadi jangan ngomong seperti itu. Seolah-olah NGO itu tidak ada gunanya dan tidak penting. Kami benar-benar sangat kecewa, karena itu tidak betul. Dan bisa dilihat juga, misalnya, kami kan dari DMFI, dari JAAN Domestic, bisa dilihat aja, bisa dicek aja sama pemerintah, kami kontribusinya sudah apa saja,” pungkas Karin.

Baca juga artikel terkait PROLEGNAS atau tulisan lainnya dari Rahma Dwi Safitri

tirto.id - Hukum
Reporter: Rahma Dwi Safitri
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Irfan Teguh Pribadi