tirto.id - Nilai tukar rupiah dibuka melemah pada perdagangan Jumat (14/10/2022). Mengutip data Bloomberg, pukul 10.10 WIB, rupiah dibuka melemah 0,18 persen ke Rp15.388 per dolar AS.
Sementara itu, indeks dolar AS terpantau melemah tipis 0,07 persen ke 112,28. Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah akan membuat harga barang-barang impor kebutuhan sehari-hari terutama pangan naik. Misalnya gula, garam, daging sapi, gandum, kedelai, itu ikut mengalami kenaikan.
"Sehingga menciptakan tekanan inflasi di dalam negeri lebih tinggi," kata Bhima kepada Tirto, Jumat (14/10/2022).
Dia menuturkan jika pelemahan nilai rupiah semakin dalam akan membuat Bank Indonesia menaikkan tingkat suku bunga. Suku bunga yang naiknya terlalu tinggi akan menyebabkan pelemahan dari pertumbuhan kredit perbankan.
Akibatnya, kata Bhima, masyarakat akan mengurangi belanja akibat kenaikan suku bunga pinjaman. Misalnya belanja untuk KPR, properti maupun beli kendaraan bermotor akhirnya ditunda.
"Kemudian dampaknya lainnya akan terasa sekali biaya bahan baku untuk industri pengolahan yang diimpor. Sehingga akan mengalami kenaikan signifikan kalau Rupiahnya melemah," kata dia.
Dengan kondisi pelemahan Rupiah terjadi, Bhima pun menyarankan agar masyarakat lebih banyak menghemat menunda belanja barang-barang yang sifatnya tersier atau tidak merupakan kebutuhan pokok. Selain itu, masyarakat juga perlu menyiapkan dana darurat untuk antisipasi tekanan ekonomi akibat melemahnya kurs Rupiah.
"Masyarakat juga harus menyisihkan sebagian pendapatan untuk berinvestasi ke aset yang cukup bisa berikan imbal hasil di atas dari inflasi untuk melindungi nilai aset," kata dia.
Kemudian, Bhima juga mendorong agar masyarakat bisa mencari pekerjaan sampingan atau pekerjaan tambahan. Karena nilai tukar Rupiah juga bisa mempengaruhi upah diterima dan mempengaruhi juga kesempatan bekerja.
"Jadi harus kreatif mencari pendapatan tambahan," ujarnya.
Selanjutnya tidak kalah penting yakni investasi. Masyarakat bisa memilih investasi yang imbal hasilnya di atas dari inflasi. Misalnya berburu pada reksadana pendapatan tetap, reksadana pasar uang kemudian membeli SBN ritel.
"Ada lagi sekarang mencoba untuk melihat saham saham yang masih imun terhadap gejolak dari eksternal. Itu mungkin yang bisa direkomendasikan," pungkasnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin