Menuju konten utama

Ronal Surapradja Bicara Dinamika Maju Pilgub & Visi Misi Jabar

Ronal yakin, Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, akan memenangkannya bersama Calon Gubernur Jawa Barat, Jeje Wiradinata, di Pilkada Jabar.

Ronal Surapradja Bicara Dinamika Maju Pilgub & Visi Misi Jabar
Header Wansus Ronald Surapradja. tirto.id/Tino

tirto.id - Artis Ronal Surapradja menjadi salah satu nama kejutan dalam Pilkada Jawa Barat. Ronal, yang sebelumnya maju di Pilkada Wali Kota Bandung dan mendaftarkan diri sebagai Bakal Calon Wali Kota Bandung lewat PDIP, maju di Pilkada Jawa Barat. Ia menjadi kejutan setelah beredar kabar nama sejumlah tokoh besar maju di Pilkada Jawa Barat lewat PDIP seperti Anies Baswedan, Ono Surono, hingga Susi Pudjiastuti.

Tepat beberapa jam sebelum penutupan pendaftaran, PDIP mendaftarkan Ronal Surapradja maju sebagai Calon Wakil Gubernur Jawa Barat. Ia maju mendampingi Bupati Pangandaran yang juga kader PDIP, Jeje Wiradinata. Ronal mengakui muncul pandangan miring saat mendaftarkan diri di menit terakhir pendaftaran bersama PDIP.

“Banyak orang yang menyangka PDIP panik. Disebutnya Calon gubernur ‘wah ini mah badut lah’ katanya. Banyak orang yang menganggap seperti itu. [Karena] Last minute [pengumumannya],” ujar Ronal dalam Podcast For Your Politics di Kantor Tirto, Jakarta.

Ronal menyebut, pencalonan dirinya bersama Jeje di menit akhir adalah bagian strategi dari Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, dalam memenangkan Provinsi Jawa Barat. Belakangan, bahkan eks pemain sitkom Ekstravaganza yang terkenal pada era 2000-an itu baru mengetahui bahwa namanya sudah lama berada di meja Megawati untuk pencalonan Pilgub Jabar.

So basically it's a strategy, bukan sebuah kepanikan,” ujar dia.

Lantas apa yang membuat Ronal Surapradja menerima pinangan PDIP? Apa visi misi yang ia tawarkan bagi masyarakat Jawa Barat? Simak petikan wawancara kami dengan Ronal Surapradja, Calon Wakil Gubernur Jawa Barat sebagai berikut:

Kenapa sekarang jadinya malah nyemplung ke dunia perpolitikan? Dua tahun terakhir sempat Pileg juga, dan Calon Wali Kota Bandung dulu, tapi keduanya gagal. Terus sekarang justru naik jadi Calon Wakil Gubernur Jawa Barat. Nah itu gimana tuh ceritanya?

Jadi memang petualangan, perjalanan, perjuangan politik saya dimulai ketika tahun lalu 2023 mau ada pemilihan legislatif. Sebetulnya keinginan untuk terjun ke politik itu udah lama sebetulnya. Cuma tidak tahu caranya, tidak tahu gimana jalannya.

Dulu saya kuliah tahun 1995 komunikasi, 1996 keterima lagi Hubungan Internasional. Sekarang lagi kuliah lagi juga. Dari dulu memang niatnya punya manfaat lah buat masyarakat. Bukan berarti yang kemarin saya lakukan dengan pekerjaan saya kemarin nggak ada manfaatnya. Ada, bisa bikin orang ketawa dan lain sebagainya.

Komedian ya?

Boleh, mau dibilang itu boleh silahkan. Cuman gini, kalau dulu misalnya saya dapet kerjaan di TV, kerjaan MC atahu apa gitu ada kontraknya di tanda tangan kontraknya, selesai kerja, ditransfer. Sesimpel itu kan? Dan yang menerima manfaatnya anak, istri, orang tua. Bagus, bagus. Cari rezeki buat keluarga itu salah satu bentuk jihad.

Tapi saya berpikir bahwa seiring usia bertambah, spiritualitas juga bertambah, saya mikir bahwa sebagai seorang muslim saya tahu banget bahwa sebaik baiknya manusia adalah dia yang punya manfaat buat orang lain. Cuma saya berpikir caranya apa ya? Nah, politik bisa menjadi salah satu caranya saya bisa bermanfaat buat orang lain dalam skala yang lebih besar.

Kalau tadi kita bicara mengenai pekerjaan saya jujur, jadi artis tuh enak sekali. Duitnya lumayan, nggak perlu mikirin orang lain keluarga aja.Tapi kalau kita masuk di politik, jadi seorang pejabat publik, tanda tangannya sama kan. Tapi bisa jadi apa tuh? Bisa jadi seribu beasiswa. Bisa jadi seribu toilet umum yang bersih. Bisa menjadi seribu masjid, seribu musala, seribu posyandu. Tanda tangannya sama, penerima manfaatnya lebih banyak, lebih luas. Itu niat saya.

Bahwa Tuhan Maha Baik, Allah luar biasa. Kehidupan saya dalam dunia publik figur, keartisan, seniman apapun itu, sudah lebih dari yang pernah saya bayangkan. Ya tapi apakah hidup mau begitu aja? Kalau saya sih tidak mau. Saya nggak mau. Saya harus mengisi waktu sisa saya sebelum pulang dengan hal yang lebih baik lagi. Jadi motivasi saya masuk ke politik itu. Meninggalkan legasi, anak saya bangga, orang tua saya bangga, teman-teman saya bangga bahwa pernah ada orang namanya Ronal Surapradja yang punya manfaat buat orang lain.

Ini terbukti sebenarnya selama mungkin dua tahun terakhir ini ya udah coba dua kali?

Awalnya dulu maksud legislatif. Jadi sebetulnya hidup saya ini emang benar-benar Allah yang aturin di luar kuasa saya. Nggak tahu gimana caranya, tapi dituntun terus. Jadi tahun lalu tuh ketika 2023 mau ada Pileg kan, saya tuh ngobrol sama diri saya gitu. Sekarang gitu? Sekarang bukan ya? Akhirnya ngobrol ‘ya Allah kalau misalnya tahun ini tunjukin jalannya dong’.

Waktu itu hari Rabu kalau tidak salah lagi nggak ada kerjaan tuh di rumah, ah santai nih. Sekitar jam sembilan saya sholat dhuha, habis sholat dhuha, sholat istiqarah. Allah tahun ini bukan, kasih tahu dong. Kalau sekarang iya-iya, kalau enggak juga nggak apa-apa, menurut aja.

Dua jam kemudian terus ditelepon dari PDIP, yang nelpon itu Pak Ono Surono, ketua DPD. “Kang Ronal bisa ketemu?’ Kenal juga enggak. ‘Oh ini Ono Surono yang namanya lucu’. Karena dia juga anak muda juga, gaul juga sebetulnya. Kita ketemu di Jakarta waktu itu ngobrol sampai intinya adalah mau bergabung PDIP.

Jadi nggak lama setelah saya minta, ‘Allah aku minta pertunjuk’ ada telepon ini masuk. Jadi memang saya percaya bahwa Tuhan bekerja dengan caranya yang misterius. Sampai akhirnya, ‘oke legislatif, mau di mana?’ Pengennya di Bandung ya sebagai orang Bandung. Jadi saya di Jabar 11, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasik, Kota Tasik.

Tapi sebagai orang yang pertama kali masuk ke politik praktis, kaget waktu itu. Aduh kaget ini gimana waktunya juga mepet dan pada saat itu kampanye-nya enggak terlalu efektif saya. Karena waktunya pendek juga. Karena basic-nya saya MC, dibawa-bawa sama Pak Ganjar dan Pak Mahfud. ‘Kang ikut kampanye di sini’, oke. “kang ke sana’, Pak, kan saya harus kampanye diri saya juga. Akhirnya sudah, legislatif tidak tembus. Sudah tidak apa-apa karena memang saya bikin sebagai belajar aja.

Lalu, di tahun 2024 memang niat awal saya pengen jadi Wali Kota Bandung. Itu adalah sebuah cita-cita dan doa yang bahkan sudah terucap 30 tahun yang lalu sejak SMA. Kalau saya pulang dari SMA, SMA 5 Bandung, mau pulang ke arah Cimahi saya tuh naik angkot di Viaduct, di Bandung itu pasti ngelewatin gedung kantor Wali Kota Bandung. Sudah bilang ke teman-teman saya, ‘barudak lihat nih ya, hey, gedung ini, saya kelak akan jadi Wali Kota Bandung’. Udah ingin dari dulu karena kalau ingin berbakti dari yang paling kecil dulu deh, kota gitu kan ya.

Akhirnya daftar, ikuti prosesnya, cuman dinamika politik membuat saya tidak bisa melanjutkan perjuangan saya sebagai Calon Wali Kota Bandung karena surat rekomendasi pada saat itu enggak turun banyak. Jadi ada dua Calon dari PDIP buat di Calon Wali Kota Bandung. ‘Oh, enggak sekarang, terima kasih ya Allah’. saya bilang, ‘ya Allah, saya ridho, saya ikhlas kalau tahun ini enggak. Terima kasih ya enggkau angkat beban ini’. Sudah tuh enak makan, enak tidur. Udah nikmatin hari aja, gitu kan.

Tiba-tiba jam 11 malam, Kang Ono tuh telpon, ‘Kang Ronal siap jadi Cawagub Jabar? ‘Cawagub Jabar?’ Iya. Loh, diem saya. ‘Jawab ya sekarang. Saya lagi di KPU mau daftar’. ‘Pak, saya mau nyanyi, nyanyi dulu ya’. Itu sepanjang nyanyi, handphone di sini siapa yang telpon, saya tidak tahu.

Sampai akhirnya setelah selesai turun panggung, saya telpon beberapa teman. Mereka meyakinkan, Ronal ambil. Jangan takut, you're not alone kami di belakang kamu. Yang satunya lagi, maju tidak semua orang bisa mendapatkan ini.

Akhirnya 23.30 WIB, ‘Pak Ono, Insya Allah saya siap sebagai Calon Wakil Gubernur Jawa Barat’. Turning point-nya bahkan saya nggak pernah menyebutkan itu dalam doa. Doanya kan menjadi Wali Kota Bandung, tapi ketika gagal di sana, mungkin Allah punya skenario lain. ‘Ronal bukan d isitu, kamu di atasnya’. Niatnya mengabdi hanya 30 kecamatan, tapi Allah naikin menjadi 27 kota/kabupaten. Kamu tahu apa yang saya lakukan ketika saya menerima amanah itu? Nangis. 30 menit saya nangis. Takut.

Karena mungkin merasa itu beban besar?

Oh beban. Bahkan baru menjadi Calon saja, bebannya udah berat sekali. Yang saya takutkan apa? Bukan saya takut kalah, bukan. Yang saya takutkan kalau saya menang. Kalau saya menang, bebannya seperti apa coba? Kan saya seorang muslim, saya tahu bahwa salah satu yang akan dihisap pertama kali oleh Allah adalah pemimpin. Apakah saya bisa menjadi pemimpin yang baik atahu tidak? Ketakutan, saya luar biasa. Jadi, ‘Allah ini itu apa sih? Allah saya takut gitu loh’

Gini deh, pemimpin itu Jawa Barat ada 50 juta jiwa. Ada satu orang aja yang tidak bisa makan yang dihisap siapa? Pemimpinnya. Ada satu anak aja yang nggak bisa ngambil ijazah sekolah merasa tidak adil merasa pemerintah tidak berbuat. Siapa yang dihisap? Pemimpinnya. Takut, takut lah. Sampai akhirnya saya berpikir bahwa ‘ya Allah kalau memang ini jalannya, bantu aku ya, temani aku ya?’.

Karena gini ya, ini ada percepatan dalam hal politik dan juga for the past seven years juga tujuh tahun terakhir memang saya sendiri merasa bahwa saya lebih spiritual orangnya lah. Bahwa memang saya nggak punya daya upaya apapun, semua Allah yang ngatur. Jadi ketika di titik ini bahasa bercandanya begitu, ‘Allah, engkau yang nempatin ya? Engkau yang ngebantukan? Deal ya?’ Karena saya nggak bisa nih. Jadi bener-bener yang udah, gantungin sama Allah aja.

FYP Ronald Surapradja

Ronald Surapradja. Tirto.id/Andhika Krisnuwardhana

Tapi pernah kepikiran nggak sih dulu kan gagal jadi Calon Wali Kota Bandung, terus sekarang kepikiran nggak sih langsung naik jadi calon wakil gubernur apakah jangan-jangan sebenarnya surat rekomendasinya emang ditujukan untuk itu?

Banyak orang yang menyangka PDIP panik. Disebutnya Calon gubernur ‘wah ini mah badut lah’ katanya. Banyak orang yang menganggap seperti itu. Last minute. Simpelnya gini aja deh yang turun di Jakarta kader bukan? Yang turun di Jawa Tengah kader bukan? Saya dan Pak Jeje kader bukan? Sesimpel itu. Itu yang pertama.

Kedua Ibu Megawati negarawan sejati dan ahli strategi. Emang ini bukan bagian dari strategi? Yang saya baru tahu belakangan nama saya ternyata sudah ada di meja ibu sekian lama ini. Sudah ada nama saya, cuma mungkin bukan draft awal. Kan kayak first draft ya. Draft pertama, draft kedua, draft ketiga. Mungkin saya masih yang agak di bawah.Tapi ya garis tangan. Juga mungkin pertimbangan dari ibu. Dari DPP. So basically it's a strategy bukan sebuah kepanikan.

Tapi kalau pemilihannya Kang Jeje itu gimana? Semendadak itu juga?

Enggak. Kalau Pak Jeje sejak setahun yang lalu. ‘Pak Jeje siap-siap ya mungkin bapak akan dicalonkan oleh kami sebagai Calon wakil gubernur’. Pak Jeje lebih siap lah untuk ini.

Cuma kan dulu dinamikanya memang suaranya sepertinya bukan Kang Ronal, bukan Kang Jeje ya. Lebih ke Anis, terus juga Kang Ono. Terus sempat-sempat ada mungkin Susi. Itu kenapa sih akhirnya kok tiba-tiba mantap Kang Ronal dan Kang Jeje?

Ya dinamika politik memang seperti itu. Di hari itu tanggal 29 Agustus, menit per menit update-nya. Wah saya nggak bisa membayangkan hari itu di KPUD Jawa Barat bagaimana riuh rendah, ketegangannya luar biasa sekali gitu kan ya.

Cuman sekali lagi, ini adalah sebuah keputusan yang bukan asal kok. Semua sudah terhitung, terukur semuanya. Bahwa ini bagian dari strategi. Kenapa? Lihat aja profilnya. Saya sama Pak Jeje kan dua karakter yang berbeda. Karakternya bapak dan anak. Guru dan murid. Segmentasinya beda, irisannya tipis. Mana ada kombinasi dari ketiga pasang Calon lainnya yang kayak kami? Bapak birokrat lengkap pengalamannya. Ketua DPRD Ciamis, Wakil Bupati Ciamis, Bupati Pangandaran dua periode. Jago lah soal kebijakan.

Saya di sisi lain, masih muda. Dengan networking di Jakarta, dunia hiburan dan lain sebagainya. Mahasiswa juga dalam tanda kutip gitu kan. Ini kan bisa menjadi sebuah strategi kami akan menggarap segmentasi yang berbeda.

Karena mungkin representasi anak muda ya?

Betul sekali. Jadi bapak dan saya udah sepakat. Karena bapak mah orang kampung, biarkan bapak yang menggarap petani, nelayan. Ibu-ibu daerah pinggiran bapak. Izin pak, saya yang menggarap kota-kota besar urban, milennial, zelenial karena kami mewakili. Orang-orang yang lebih sepuh, petani akan terwakili oleh bapak. Anak-anak muda harusnya terwakili oleh saya.

Ada cawagub yang datang kesini gayanya begini? Bajunya band, Smashing Pumpkins, the world is a vampire. Ini jaket jeans, band juga. Harusnya relate ya sama anak-anak muda. Kalau teman-teman bilang, ini mah cawagub skena. Jadi ini so basically bukan sebuah kepanikan, ini adalah sebuah strategi.

Tapi kenal sama Kang Jeje nya sudah lama atau dari dulu sudah kenal?

Enggak, saya kenal waktu itu ketika pendaftaran KPUD by Zoom. Cuma kalau secara dengar-dengar nama, Pak Jeje sudah tahu. Baru ketemu secara fisik berhadapan ketika hari Jumatnya ketika rapat di DPD baru kami bertemu. Tapi saya langsung merasakan vibe yang menyenangkan gitu. ‘Asik nih bapak gue nih’.

Bapak tuh orang kalau yang sekitar dia tahunya bapak tuh galak, tegas, disiplin. Sama saya bisa dibikin fun dia. Bisa keluar sisi-sisi bapak bisa bercanda juga.

Tapi setelah pendaftaran itu ada ngobrol lagi panjang sama Kang Jeje?

Oh sering. Setiap minggu kita ketemu. Setiap dua hari sekali WhatsApp-an dan kalau setiap turun saya pasti minta arahan bapak dulu. ‘Pak saya mau ketemu masyarakat desa nih ada arahan apa?’ Pasti bapak bilang ‘Ronal kamu akan bilang ini, ini, ini. Infrastruktur ke sumber produksi desa. Ngerti A sampai Z bapak dan saya posisinya adalah murid. ‘Pak arahannya pak gimana pak?’

Tapi kan Kang Ronal tuh teman-teman sekelilingnya kan juga selebriti ya banyak kan. Teman-teman artis, terus juga public figure dan semacamnya itu ikut dorong Kang Ronal juga nggak sih?

Ya mendukung, tentu lah mereka mendukung, tapi dukungannya tidak serta merta ditampilkan di sosial medianya.

Respons-responsnya gimana?

Respons positif semua tapi rata-rata japri. Karena untuk menunjukkan support atau keberpihakan kepada kami yang notabene berasal dari partai yang sedang tidak baik-baik saja dengan penguasa itu agak berisiko juga buat teman-teman saya.

Itu adalah pengorbanan saya yang paling besar buat saya adalah ketika saya memutuskan bergabung di Partai PDI Perjuangan yang kita tahu sekarang mahal lagi sulit. Tapi saya percaya, nilai yang saya percayai, nilai yang Partai PDI Perjuangan miliki sama. Ayo kita berjuang bareng.

Karena kalau misalnya mau bicara soal pekerjaan, jujur ketika saya berbaju merah, drastis berkurangnya. Padahal dulu, biar bisa dibilang saya MC Istana Negara, beberapa kali acara di istana dengan Pak Presiden, MC BUMN keliling Indonesia, tapi ketika saya berbaju merah, langsung loh kok habis kerjaan saya? Kalau saya sih berani mengambil sikap seperti itu.

Tapi kan saya nggak bisa meminta agak memaksa teman-teman saya menunjukkan keberpihakannya. Karena kalau misalnya mau cari aman, ya bergabung lah atau berafiliasi lah kerjaan lancar. Berjuang aja dulu.

Tapi kalau dari internal partai ini, dari Bu Mega selaku pemberi rekomendasi ini ya sudah ada komunikasi langsung atau mungkin bertemu wejangan apa sih dari Bu Mega?

Saya baru dapat kabar bahwa Ibu Ketua Umum Bu Mega mengajak berjumpa. Saya dapat kabar dari Pak Jeje lagi menunggu jadwal dari ibu. Saya nggak tahu yang dipanggil siapa aja nih, tapi kayaknya sih kepala-kepala daerah aja kayaknya dapat wejangan dari Ibu. Cuma lagi menunggu waktunya.

Tapi sebelumnya belum ada wejangan apa-apa?

Secara khusus belum ada. Secara khusus, ini kayaknya lebih intensif deh, lebih personal kayaknya. Jadi ya, kalau kemarin ketemu Ibu beberapa kali event, masih MC. Kan saya emang MC di masuk partai pun MC. Sekarang ketemu lagi udah sebagai cawagub. Jadi yang ini fase hidup saya yang menantang sekaligus paling seru.

Sudah kepikiran belum kayaknya Ibu Mega ngomong apa nih?

Ibu mah ahli strategi dong. Enggak akan saya bilangin kali. Pokoknya emang kalau ibu udah ngasih strategi udah bener-bener deh percaya deh. Sekali lagi keputusan tuh nggak ada yang asal. Gak ada. Semuanya udah terhitung ke ukur.

Tapi kalau ngeliat yang sekarang kansnya sebesar apa sih Kang?

Kalau melihat survei banyak yang menganggap kami kemungkinan menangnya tipis, tapi kalau misalkan kita mau melihat bahwa pasangan yang lain mungkin ancang-ancangnya udah lama udah ada yang setahun sebelumnya, dua tahun sebelumnya. Sementara survei yang kemarin beredar itu dilakukan ketika kami baru dua hari diangkat sebagai cagub dan cawagub. Ya tentu angkanya pasti akan kecil.

Tapi kan survei itu kan cara untuk menangkap fenomena yang terjadi pada saat itu gitu loh. Jadi kan masih ada dua bulan ke depan. Artinya, saya sama bapak harus berjuang lebih keras daripada yang lain. Kami harus keliling lebih banyak daripada yang lain. Kami harus ketemu warga lebih banyak daripada yang lain. Dan menang, kalah Allah yang ngatur. Tugas manusia cuma ikhtiar berjuang. Makanya ada kata perjuangan di partai kami.

Saya sama bapak di pagi ngobrol di hotel. Kita akan lakukan kampanye ini dengan happy. Kita lakukan kampanye ini dengan ringan karena kami kan dianggap underdog. Kan paling enak dianggap underdog tidak sangka-sangka bahkan mungkin dipandang sebelah mata. Sekali lagi, tugas manusia cuma berusaha, yaudah ikutin aja.

Tapi kalau lihat dari hasil survei dari indikator politik gitu ya melihat elektabilitasnya Kang Ronal sama Kang Jeje tuh jauh dibawahnya Kang Deddy dan Kang Erwan gimana tuh?

Iya saat itu, saat kami baru diumumkan. Survei dilakukan ketika saya baru dan bapak diangkat dua hari baru survei dilakuin. Lah poster saya nggak ada di Jawa Barat dong. Cuma ada di Kota Bandung. Bapak bahkan nggak masang apapun. Kan Bupati masih menjabat yang lain udah pada masang. Pasti hasilnya akan jomplang, pasti. Tapi kita lihat kan sebelum ke pemilihan masih ada dua survei lagi. Kita lihat lah.

Tapi tetap optimis berarti ya?

Harus optimis, bukan optimis lagi, yakin menang malah saya.

Apa yang bikin yakin sebenarnya? Seyakin itu untuk menang itu apa yang paling besar diyakinkan gitu?

Di Jawa Barat, Partai PDI Perjuangan tidak punya teman koalisi. Kami berjalan sendiri. Apakah itu masalah enggak? Kenapa? Karena kami memilih untuk berkoalisi dengan rakyat. Koalisi dengan rakyat jauh lebih kuat dibandingkan koalisi dengan partai mana pun. Yang punya negara ini kan rakyat.

Berarti sudah menyiapkan visi-misi, apa yang sudah disiapkan dari Kang Jeje dan Kang Ronal?

Jadi gini, program-program gubernur yang sebelumnya pun bagus kok. Kang Aher, Kang Emil, dibantu dengan tim yang pintar-pintar. Yang bagus, yang masih bisa dilakukan, ya kita adaptasi. Tapi satu hal yang memang harus menjadi fokus adalah pemerataan. Kan banyak yang bilang bahwa Jawa Barat bukan hanya Bandung nya. Oh iya, pemerataan ini yang memang harus menjadi concern kami mau dari kesehatan, pendidikan, infrastruktur, apapun lah.

Isu utamanya berarti kesehatan, pendidikan, infrastruktur karena apa-apa juga harus sehat dulu. Mau ngapain-ngapain harus pintar dulu dan semuanya harus didukung oleh infrastruktur. Infrastruktur tuh ya bukan berarti harus jalan aja, sekolah juga bangunan harus bagus, kualitas pendidiknya harus bagus. Karena akan sangat berbeda kita bicara soal pendidikan Bandung. Geser saja dari kota Bandung ke Bandung Barat sudah beda kualitasnya, standarnya.

Jadi visi-misi kalau saya sampaikan akan sangat membosankan. Bahasa bapak-bapak itu mah. Intinya adalah, saya orang Jawa Barat. Bapak Jeje orang Jawa Barat. Niat kami untuk warga Jawa Barat dengan kemampuan kami. Visi-misi juga nanti tentu pada saat debat, kami akan ada 3 kali debat. Itu akan kami sampaikan lebih detail lagi. Silahkan dipantau aja, tapi intinya adalah saat ini saya dan Bapak berbagi tugas bertemu dengan warga Jawa Barat sebanyak-banyaknya.

Pemeriksaan kesehatan bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat gelombang kedua

Bakal calon Wakil Gubernur Jawa Barat Ronal Surapradja berjalan memasuki ruangan untuk menjalani pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (31/8/2024). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/wpa.

Jadi sejauh ini kalau Kang Ronal sudah kemana? Sudah bolak-balik Jawa Barat berarti?

Ya, kemarin kan kami awalnya dengan raker (rapat kerja), saya sudah berkeliling Depok, Sukabumi, Bandung. Sudah sempat ke Garut, kemarin tiga hari di Bekasi. Sekarang abis ini, abis selesai syuting, saya mau ke Bogor, lalu ke Bandung. Kami bikin camp dengan para akademisi dan sebagainya. Jadi ketika terjun ke lapangan, komunikasinya sudah kuat banget.

Tapi dari semua daerah itu yang isu paling difokuskan apa, kang?

Selalu itu, kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan. Kalau saya kan banyak ketemu anak muda nih,anak muda bilang banyaknya itu soal lapangan pekerjaan katanya. Masalah memang sangat beragam. Jawa Barat kan emang ya gede banget gitu. Cuma kalau kita bikin klaster-klasternya, itu kesehatan, pendidikan, infrastruktur. Nanti barulah banyak hal-hal lainnya gitu.

Kalau dari anak mudanya, masalah apa yang dilihat dari mereka?

Lapangan pekerjaan. Hampir di semua titik yang saya datangin, kebanyakan lapangan pekerjaan. Karena ya sampai kapan pun, lapangan pekerjaan tidak akan berbanding lurus dengan para pencari kerja. Pasti akan nggak pernah sama.

Nah, ketika mereka nanya ini, solusinya apa? Programnya apa? Yang pertama saya balikin dulu ke mereka. Susah mencari kerja, saya ngerti investor banyak datang ke Jawa Barat. Bagus, tapi kan institusi tempat kita bekerja, perusahaan, pabrik atahu apa gitu kan, itu kan ada standarnya. Misalnya ada perusahaan dari luar datang, ‘Sok, yang mau kerja di sini, standar nilainya 100 ya’, tapi yang para pencari kerja standar nilainya cuma 50.

Kompetensinya berarti harus ditingkatkan. Pemerintah nggak boleh nyalahin rakyat, yang salah pemerintah. Biasanya kan suka nyalahin rakyat mulu ya? Oh saya mah nggak sama bapak. Pemerintah justru harus hadir di situ.

Saya waktu itu nge-MC acara kementerian tenaga kerja dengan Ibu Ida Fauziah. Ada yang namanya BLK, BLK, tapi langsung kerja. BLK sudah ada sekarang, ada. Punya provinsi ada, punya kota juga ada, tapi abis dikasih pelatihan, sudah aja nggak disalurkan. Nah itu ada tuh program yang memang BLK tapi langsung kerja. Nah saya akan minta ke atas nanti ke kementerian. Sok atuh di Jawa Barat diperbanyak selain yang memang provinsi juga buat.

Artinya apa? Jangan hanya bisa mengeluh usaha cari kerja, tapi anak mudanya pun harus meng-upgrade skill-nya kompetensinya.

Itu sejalan dengan masalah pendidikan juga dong, kualitas pendidikan dan apa yang Kang Ronal lihat?

Pemerataan lagi. Sekolah sampai hari ini belum merata secara jumlah dan secara kualitas.

Apa yang Kang Jeje dan Kang Ronal mau ubah?

Kayak kemarin kan zonasi itu banyak yang mengeluhkan. Tapi zonasi ranahnya pusat, tapi ya itu akan yang saya bawa ke menteri pendidikan berikutnya. Ini zonasi udah nggak ini nih, gimana dong gitu kan? Terus kayak SD, SMP itu kan miliknya kota kabupaten. SMA miliknya provinsi. Kalau saya sih kebayang SMA pun akan dikembalikan ke kota kabupaten. Karena yang tahu daerah kan mereka sebetulnya.

Nah kami akan memantau dan mengelaborasi dari masukan dari setiap daerah gitu ya. Ini saya kembali ke pemerataan. Saya ke daerah Garut Selatan, Gunung Jampang, di sini anak-anaknya cuma sekolah sampai SMP. Loh kenapa? Sekolah terdekat 12 kilometer jalan kaki SMA. Bayangkan mau sekolah harus jalan kaki, jalan berbatu 12 kilometer. Mungkin berangkat jam 04.00 buat masuk jam 07.00? Sampai kelas apa? Ngantuk atau capek. Sedih kan? Itu baru Garut Selatan ya.

Bandung Utara aja daerah puncak, nggak ada SMA di situ. ‘Pak, bangun pak SMA’. Nggak ada? Ngnggak ada, ‘Aduh’. Jadi pemerataan dan memang itu tugas-tugas dari pemerintah ya. Maksudnya tingkat II harus punya data nih daerah mana yang ada sekolah lengkapnya nih.

Indonesia harus pintar-pintar anak-anaknya. Karena kalian adalah penerus bangsa ini. Baby boomers udahan ya. Saya Gen X nih ya mungkin sebentar lagi lah. Ganti lah Gen Z. Setelah itu kan Milenial Gen Y, Gen Z. Milenial. Bayangkan kalau misalnya generasi yang muda nggak dipersiapkan. Bukan Indonesia emas ya.

Kalau misalnya nggak disiapin anak mudanya, pendidikannya, kesejahteraannya. Waduh, gimana ini? Kalian yang memegang tongkat estafet kepemimpinan. Kalau nggak dipersiapkan dari sekarang, ngeri. Karena kan kita udah persaingannya global. Itu harus fokus. Harus fokus pembangunan itu sih.

Penepatan nomor urut Cagub dan Cawagub Jabar 2024

Pasangan Cagub dan Cawagub Jabar Jeje Wiradinata (kiri) dan Ronal Surapradja (kanan) menunjukkan nomor urut dua saat rapat pleno terbuka pengundian dan penetapan nomor urut pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat di Kantor KPU Jabar, Bandung, Jawa Barat, Senin (23/9/2024). KPU Jabar menetapkan empat pasangan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur Jabar yakni nomor urut satu Acep Adang- Gitalis Dwi Natarina, nomor urut dua Jeje Wiradinata-Ronal Surapradja, nomor urut tiga Ahmad Syaikhu-Ilham Habibie dan nomor empat Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan. ANTARA FOTO/Novrian Arbi/aww.

Baca juga artikel terkait PILKADA 2024 atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Andrian Pratama Taher