tirto.id - Pemerintah dan DPR dikabarkan akan segera membahas Rancangan KUHP (RKUHP) secara intens dalam waktu dekat sehingga bisa disahkan pada pertengahan September, sebelum masa bakti DPR 2014-2019 usai.
Namun, pemerintah dan DPR diminta menahan diri sebab RKUHP masih menyimpan banyak persoalan.
Salah satunya soal pengaturan tentang Kejahatan HAM. Deputi Koordinator KontraS Putri Kanesia menilai, pengaturan soal kejahatan HAM sudah diatur secara khusus dalam undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM.
"Dari awal kita sudah menolak [pengaturan soal kejahatan HAM] dan mengkritik keras pemerintah karena UU nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM sudah dibentuk karena kekhususannya," kata Putri di kantor YLBHI, Menteng, Jakarta Pusat pada Senin (26/8/2019).
Salah satu yang menjadi kekhususan UU Pengadilan HAM adalah, kasus yang ditangani bisa berlaku surut. Artinya, kasus-kasus yang terjadi sebelum UU itu disahkan tetap bisa disidangkan.
Sebaliknya, penerapan KUHP tidak boleh berlaku surut. Artinya, kasus-kasus yang terjadi sebelum KUHP baru itu disahkan, maka tidak bisa dipidanakan.
"Jadi itu akan menjadi masalah karena kemungkinan korban-korban pelanggaran HAM tidak akan bisa menuntut pelaku-pelaku pelanggaran HAM dibawa ke pengadilan karena sudah dianggap sudah kadaluarsa," ujarnya.
Menilik pada pasal 468-469 RKUHP, ancaman hukuman maksimal terhadap pelaku genosida dan kejahatan kemanusiaan hanya 20 tahun. Ini lebih ringan dibanding UU Pengadilan HAM yakni 25 tahun.
RKUHP pun tidak mengatur soal pertanggungjawaban komando dalam kejahatan HAM. Artinya yang dipidana hanya para pelaku lapangan, sementara pejabat yang memberikan perintah atau memberi izin tidak dikenakan pemidanaan.
"RKUHP justru isinya malah mengoyak-ngoyak apa yang sebenarnya sudah diatur secara khusus dalam UU yang sudah ada," kata Putri.
Putri juga menyoroti pemerintah dan DPR yang jarang sekali melibatkan Komnas HAM dalam penyusunan beleid ini. Padahal, Komnas HAM adalah sektor utama dalam penyelesaian masalah HAM termasuk penyelesaian kejahatan HAM masa lalu lewat kewenangan penyelidikan.
Karenanya ia berharap pembahasan RKUHP tidak dilakukan terburu-buru. Saat ini penyelesaian kasus HAM masa lalu sudah sangat sulit dilakukan, dengan adanya RKUHP harapan menyelesaikannya jadi makin sukar.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno