tirto.id - Ribuan jemaah umrah Indonesia harus menanggung kecewa karena tak bisa berangkat ke Arab Saudi. Mereka jadi korban kebijakan pemerintah Saudi yang tiba-tiba melarang penerbangan umrah sebagai antisipasi penyebaran wabah Corona atau Covid-19.
Syarikat Penyelenggara Umrah dan Haji (Sapuhi) memperkirakan sampai dua minggu ke depan akan ada 50 hingga 60 ribu jemaah yang berpotensi batal berangkat.
Waktu dua minggu ini menjadi penting karena berkaitan dengan batas maksimum visa sepanjang 15 hari. Kalau sebulan, maka setidaknya akan ada 110 ribu jemaah dari Indonesia yang terdampak.
Ketua Umum Sapuhi Syam Resfiadi tidak dapat menyembunyikan kekecewaannya. Ia menduga bila otoritas Arab Saudi bisa jadi tak kurang siap sehingga mengambil keputusan secara mendadak.
“Pertanyaannya kok baru sekarang, sementara negara lain sudah sibuk sejak sepekan bahkan sebulan lalu. Tiba-tiba memberi pengumuman berlaku segera. Mereka tidak menghitung dampak dominonya ke mana-mana,” ucap Syam dalam keterangan tertulis, Kamis (27/2/2020).
Pengamat Ekonomi Syariah, Affan Rangkuti memperkirakan dari keseluruhan industri umrah di Indonesia ada potensi pendapatan negara sebanyak Rp7,2 triliun per tahun. Bila pemerintah mampu memperkuat industri umrah, maka masih bisa naik lagi 2-3 kali lipat.
Per tahun 2015, pendapatan negara dari umrah berada di kisaran Rp1,4 triliun. Nilai itu berasal dari rerata 636 ribu jemaah tiap tahunnya dan perhitungan komponen pembentuk biaya umrah yang memiliki efek pada perekonomian.
Setidaknya ada tiga komponen, yaitu: pembimbing ibadah, manasik umrah, dan keuntungan travel. Total ketiganya berada di kisaran Rp2,275 juta. Jika dikalikan 636 ribu jemaah per tahun, maka potensi dampak perjalanan umrah setidaknya Rp1,4 triliun per jumlah jemaah tahun 2015.
“Pembiayaan terbesar lebih 80 persen pun tersedot pada usaha perhotelan dan penerbangan, sedangkan sisanya terserap untuk hal-hal pendukung," ujar Affan seperti dikutip dari Antara.
Jika angka Rp2,275 juta per orang dibandingkan dengan perkiraan 110 ribu jemaah yang terdampak 1 bulan ke depan, maka dampak pada penerimaan negara setidaknya berada di kisaran Rp250.250.000.000 atau Rp250 miliar.
Pengajar Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (UI) Yusuf Wibisono mengatakan dengan jumlah potensi pembatalan itu, efek pada perekonomian akan cukup terasa. Pasalnya saat ini perekonomian Indonesia sudah mengalami pelemahan.
Belum lagi ia mengingatkan kalau bisnis umrah melibatkan banyak sektor. Mulai dari biro perjalanan, maskapai, perhotelan, restoran dan sektor pendukung lainnya. Dari perhitungan asosiasi saja, per bulannya biro umrah bisa rugi hingga Rp2 triliun karena sekitar 110 ribu jemaah tak jadi berangkat.
Pemerintah bisa kesulitan memungut pendapatan maupun penerimaan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPn) dari industri umrah di Indonesia. Dengan kata lain, Yusuf mengatakan pelarangan ini sebaiknya tidak dibiarkan berlarut-larut. Pemerintah sebaiknya segera mengambil tindakan.
“Saat ini ada 1,3 juta jemaah umrah per tahun. Dengan rata-rata biaya umrah di kisaran Rp20-25 juta per jemaah, artinya terdapat potential loss sekitar Rp25-30 triliun per tahun. Tentu berbagai sektor akan terpengaruh, seperti penerbangan, hotel dan restoran,” ucap Yusuf saat dihubungi reporter Tirto, Jumat (28/2/2020).
Arab Saudi Tak Punya Pilihan
Yusuf bilang dampak langsung dari pelarangan sementara umrah ini sebenarnya akan lebih terasa bagi Arab Saudi sendiri. Pasalnya dari jemaah haji saja, Saudi menerima sekitar 3 juta jemaah setiap tahunnya. Jemaah umrah diperkirakan sekitar 6 kali lipat dari jemaah haji atau 18 juta jemaah per tahun.
Melansir Russian Today, sektor turisme berkontribusi 22,6 miliar dolar AS dari PDB Arab Saudi. Perjalanan haji dan umrah menyumbang 12 miliar dolar AS. Nilai haji dan umrah itu setara 20 persen dari PDB non-minyak Arab atau setara 7 persen PDB negara itu.
Hanya saja, Yusuf memahami bila Arab Saudi pantas khawatir pada dampak Corona. Pasalnya negara-negara di teluk sedang pusing menghadapi sebaran Corona yang diduga bersumber dari Iran.
WHO pada Rabu (26/2/2020) mencatat ada banyak kasus baru berkembang di negara-negara teluk. Antara lain Bahrain, Irak, Kuwait dan Oman. Di Iran sendiri saja sudah ada 141 kasus dan menjangkiti wakil presiden sampai pimpinan fraksi di parlemen.
“Menurut saya yang paling dirugikan dengan pelarangan umrah ini adalah Arab Saudi sendiri. Kalau kondisi darurat sudah terlewati, mereka akan mencabut pelarangan ini tanpa perlu didesak siapapun,” ucap Yusuf.
Di sisi lain, klaim Indonesia tentang status bebas Corona tentu mudah dipertanyakan oleh Arab Saudi. Sebab selama ini sejumlah pakar kesehatan mempertanyakan dasar pemerintah menyatakan seseorang bebas dari Corona.
Shela Putri Sundawa dokter dan host podcast Relatif Perspektif khusus tentang dunia kesehatan menyebut belum ditemukannya kasus positif Covid-19 di Indonesia, salah satunya disebabkan ketersediaan test kit yang belum merata dan berpusat di litbangkes.
Sejumlah pengujian seperti karantina 14 hari WNI dari Wuhan pun hanya mengandalkan gejala klinis. Masalahnya, pembawa virus Covid-19 bisa tidak menunjukkan gejala sakit apa pun.
“Selain itu, kriteria suspect juga sedemikian spesifik, sehingga yang dipantau lebih lanjut hanya mereka yang menunjukkan gejala seperti sesak napas,” kata Shela.
Sementara itu, pemerintah begitu mengetahui sejumlah penerbangan umrah ditolak Arab Saudi sudah berupaya melakukan lobi sampai berkomunikasi dengan otoritas setempat.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin sudah menginstruksikan Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi untuk melakukan negosiasi dengan mereka agar jemaah umrah Indonesia bisa tetap diterima untuk masuk ke Makkah dan Madinah. Lagi pula menurutnya Indonesia tidak terpapar virus sehingga jemaahnya seharusnya aman.
“Saat ini sedang diusahakan agar jemaah umrah Indonesia menjadi tidak termasuk dalam daftar yang dilarang oleh Pemerintah Saudi Arabia," kata Ma'ruf, di Jakarta, Kamis (27/2/2020).
Wakil Ketua Umum Dewan Syariah Nasional (DSN) Adiwarman Karim mengatakan dari informasi terbaru, penutupan ini tak berlangsung lama. Selain karena mereka tak mungkin rela kehilangan devisa besar, ia yakin persiapan menghadapi penyebaran Corona di Timur Tengah seharusnya tak memakan lama.
"Kan sudah mau dibuka lagi 14 Maret 2020. Enggak bakalan bisa lama-lama nutupnya, devisa besar kan buat Saudi. Kemarin ditutup karena outbreak Iran. Kalau sempat ada yang kena satu aja di Mekkah Madinah kan harus tutup 2 bulan malah," ucap Adiwarman dalam pesan singkat, Jumat (28/2/2020).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz