Menuju konten utama

Komersialisasi Umrah, Ketika Ibadah Bernilai Bisnis

Perputaran industri umrah mencapai Rp12 triliun/tahun. Umrah jadi incaran bisnis menggiurkan, termasuk bagi pengusaha nakal yang mencari untung semata.

Komersialisasi Umrah, Ketika Ibadah Bernilai Bisnis
Ilustrasi FOTO/SHUTTERSTOCK

tirto.id - Umrah kini sudah tak lagi jadi barang mahal untuk masyarakat Indonesia. Apalagi dengan kenyataan orang yang mau ibadah haji perlu antre bertahun-tahun. Dengan ketentuannya lebih mudah dan kuota yang besar, umrah menjadi alternatif untuk meredam kerinduan beribadah di Tanah Suci. Berbondong-bondong orang menjalankan ibadah umrah setiap waktu. Jumlahnya meningkat hingga berlipat-lipat.

Karenanya, bisnis umrah selalu membuat orang tergiur. Nilai bisnis dari umrah melibatkan nominal besar. Jika dioptimalkan, devisa yang dihasilkan sulit disangkal. Sayangnya, banyak orang yang memanfaatkan umrah mencari untung semata. Mereka menodai kesucian ibadah umrah dengan menghalalkan segala cara, termasuk menipu.

Gelimang Bisnis Umrah

Pengamat Ekonom Syariah, Affan Rangkuti, menaksir industri umrah berpotensi menghasilkan pendapatan negara hingga Rp 7,2 triliun per tahun, bahkan bisa dua hingga tiga kali lipat. Syaratnya, harus ada penguatan industri nasional terhadap industri terkait umrah ini.

Untuk sekarang, pendapatan negara belum sebesar angka itu. Pada 2015, pendapatan negara dari umroh masih Rp1,4 triliun. Perhitungan ini berdasarkan rerata 636 ribu jemaah umrah setiap tahun. Jika satu orang merogoh kocek umrah Rp20 juta, maka uang yang berputar mencapai Rp12 triliun.

“Pembiayaan terbesar lebih 80 persen pun tersedot pada usaha perhotelan dan penerbangan, sedangkan sisanya terserap untuk hal-hal pendukung," ujar Affan, seperti dikutip dari Antara.

Dihimpun dari pelbagai informasi, selama ini pembiayaan umrah di Indonesia menghabiskan rata-rata Rp20 juta per jemaah dengan masa perjalanan sembilan hari. Komponen biayanya: tiket pesawat Jakarta-Jeddah Rp12 juta, hotel di Madinah Rp800 ribu, hotel di Mekah Rp1 juta, dan biaya katering Rp1 juta.

Biaya lain berupa visa Rp750 ribu, transportasi 700 ribu, ziarah/tur Rp700 ribu, serta oleh-oleh, air zamzam, dan seragam sekitar Rp500 ribu. Ada pula pajak bandara Jeddah/Madinah Rp75 ribu; handling, tips supir, porter sekitar Rp200 ribu; pembimbing ibadah Rp750 ribu, manasik umrah Rp850 ribu, dan keuntungan travel Rp675 ribu.

Dari semua komponen itu, peningkatan PDB Nasional secara penuh pada tiga komponen: pembimbing ibadah, manasik umrah, dan keuntungan travel. Ditotal, per orang membayar tiga komponen itu sebesar Rp2,275 juta. Jika dikalikan 636 ribu jemaah setiap tahun, kita akan mendapat angka sekitar Rp1,4 triliun.

Tak hanya negara, agen umrah mencicipi keuntungan cukup besar. Pauline Suharno, koordinator Pengembangan Usaha Asosiasi Perjalanan Wisata Indonesia (Asita), mengatakan bahwa meski laba umrah hanya 3-5 persen (bandingkan dari marjin laba haji sekitar 15-20 persen), tetapi rutinitas keuntungan setiap bulan bikin bisnis umrah menjamur .

”Bisnis ini selalu ramai peminat dan bisa dilakukan setiap bulan karena segmen pasarnya sudah jelas,” katanya.

Agen Umrah yang Nakal

Dengan nilai bisnis yang menggiurkan, tak heran banyak orang mengincar bisnis umrah. Tidak semuanya murni menjalankan bisnis dengan benar.

Ada biro umrah yang memanfaatkannya cuma mendulang keuntungan pribadi. Akibatnya, banyak jemaah umrah yang ditelantarkan.

Berita tentang jemaah umrah yang terlantar sering menghiasi media massa. Mereka harus terlunta-lunta tanpa kejelasan nasib akibat biro travel yang nakal. Awal Februari 2016 lalu, misalnya, ada 70 jemaah asal Gowa (Sulawesi Selatan) terlantar di Bandara Kuala Lumpur, Malaysia.

Padahal mereka seharusnya sudah berada di Jeddah. Atas peristiwa itu, Tim Khusus Penegakan Hukum Umrah dari Kementerian Agama langsung menagih tanggung jawab biro travel.

“Travel-travel nakal dan abal-abal ini perlu "disekolahkan' ke Bareskrim agar kapok dan menjadi pelajaran bagi travel lain,” kata M. Arfi Hatim seperti dilansir dari situs Kementerian Agama.

Direktur Pembinaan Haji dan Umrah Muhajirin Yanis dari Kementerian Agama mengakui masih banyak umat Islam menunaikan ibadah umrah memakai asosiasi penyelenggara umrah ilegal. “[Itu] sering menimbulkan masalah, bahkan ada yang tertipu dan menelantarkan jemaah saat perjalanan."

Untuk itu, ia menyarankan jemaah agar mengikuti pedoman singkat “Lima Pasti Umrah”: pastikan travel memiliki izin resmi dari Kementerian Agama; pastikan jadwal keberangkatan dan kepulangan (selain harus memastikan maskapai penerbangan dan rute penerbangan); pastikan harga dan paket layanan yang ditawarkan (seperti konsumsi, transportasi, manasik umrah, dan asuransi); pastikan hotel dan wilayah mana lokasi penginapan (misalnya: jarak penginapan tak terlalu jauh dari masjid); dan terakhir, pastikan visa diterima dua-tiga hari sebelum keberangkatan.

Sementara Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umroh Republik Indonesia (Amphuri) menyatakan standar minimal biaya perjalanan umrah senilai 1.700 dolar AS. Dengan demikian, jika ada biro travel yang mematok harga di bawah itu, patut diwaspadai bagian dari penipuan.

Biaya umrah yang dibikin standar ini demi menjamin pelayanan jemaah yang jumlahnya terus meningkat setiap tahun. Hal ini sebenarnya sudah diatur dalam UU No.13/2008 mengenai standar penyelenggaraan haji dan umrah.

“Untuk tiket pesawat saja bolak-balik sekitar 1.000 dolar AS hingga 1.300 dolar AS, biaya 1.700 dolar AS itu sudah standar minimal. Bila di bawah itu diragukan standar pelayanannya. Kami sampaikan ini tidak lain agar masyarakat tahu standar minimal biaya perjalanan umrah," kata Ketua Amphuri, Joko Asmoro, dikutip dari situs Kementerian Agama.

Pemerintah berupaya untuk bersikap tegas terhadap travel yang nakal. Dalam waktu tiga bulan (November 2015 – Februari 2016), Kementerian Agama mencabut izin operasi tiga travel. Hingga Februari itu, tercatat ada 648 travel yang terdaftar di Kementerian Agama.

“Kami berharap masyarakat tidak berhubungan dengan travel yang tidak masuk dalam daftar tersebut, untuk mengantisipasi beberapa hal yang tidak kita inginkan,” ujar Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin lewat keterangan tertulis.

Masa Depan Menggiurkan

Kewaspadaan pemerintah memantau travel-travel umrah nakal ini sangat penting mengingat jumlah jemaah terus meningkat dari tahun ke tahun. Apalagi Arab Saudi sudah berniat untuk melipatgandakan jumlah visa umrah.

Menteri Haji Arab Saudi, Bandar Al Hajar, kepada Saudi Gazette mengatakan setidaknya 1,25 juta jemaah umrah akan datang setiap bulan dari 2016. Angka ini naik hingga tiga kali lipat dari jemaah umrah tahun 2015, yang berkisar 400.000 setiap bulan.

Pada 2013, jumlah visa umrah yang diterbitkan Arab Saudi mencapai 5 juta, meningkat menjadi 6 juta pada 2014 dan 2015. Pada 2016, ada sekitar 10 juta visa akan diterbitkan pemerintah Saudi, dan akan meningkat hingga 6 kali lipat pada 2018.

Kelonggaran visa itu sudah pasti mendorong banyak orang untuk umrah, tak terkecuali dari jemaah Indonesia. Saat ini, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, rata-rata keberangkatan jemaah umrah Indonesia mencapai 52 ribu orang setiap bulan pada 2015.

Angka ini terus meningkat setiap tahun akibat masa tunggu haji yang sangat lama. Tercatat 2,9 juta orang Indonesia kini dalam daftar tunggu haji dan mereka akan berangkat 17 -20 tahun ke depan. Karena inilah umrah jadi pelarian peziarah agar bisa berangkat ke Tanah Suci.

Kementerian Haji Arab Saudi memperkirakan jumlah jemaah umrah Indonesia meningkat menjadi 1,5 juta pada 2016. Dengan demikian, devisa yang diraup negara bisa berlipat-lipat.

Peningkatan jemaah umrah akan membutuhkan penanganan dan pemantauan lebih intensif. Kementerian Agama sudah berjanji akan melakukan pembenahan umrah. M. Jasin dari Kemenag menyatakan bahwa pembenahan terhadap penyelenggara umrah wajib dilakukan secara bertahap, khususnya terhadap travel ilegal, dengan tetap mengindahkan aturan yang berlaku.

M. Jasin berkata tak menutup mata terhadap Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah atau travel umrah yang menyebabkan jemaah terlantar, baik di Indonesia maupun di Arab Saudi. Karena itu, pembenahan harus dilakukan.

“Yang menyangkut aspek kriminal, seperti penipuan dan penelantaran jemaah umrah, kasusnya diserahkan kepada pihak berwajib,” kata Jasin, sebagaimana dilansir situs Kementerian Agama.

Kementerian agama memang berjanji bakal terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat agar terhindar dari penipuan umrah. Namun, celah-celah untuk aksi penipuan masih terbuka karena informasi minim kepada masyarakat. Mereka umumnya percaya begitu saja tanpa mengecek apakah travel tersebut legal atau tidak.

Di sinilah peran pemerintah harus hadir untuk memantau perkembangan travel umrah yang menjamur di Tanah Air. Jangan sampai niat ibadah masyarakat dikotori oleh tangan-tangan nakal, yang ingin menangguk untung secara pintas lewat jualan dan komersialisasi umrah.

Baca juga artikel terkait PENIPUAN atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Bisnis
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti