Menuju konten utama

Respons KPK soal Ramai Koruptor Dapat Remisi Termasuk Setnov

Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menegaskan bahwa pemberian remisi kepada para narapidana koruptor bukanlah kewenangan komisi antirasuah.

Respons KPK soal Ramai Koruptor Dapat Remisi Termasuk Setnov
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat

tirto.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak, menegaskan bahwa pemberian remisi kepada para narapidana koruptor bukanlah kewenangan komisi antirasuah.

Hal tersebut disampaikan Tanak, saat merespons soal berkurangnya efek jera bagi para koruptor apabila terus mendapatkan remisi.

"Kalau masalah itu tergantung aturannya," kata Tanak dalam keterangan tertulis, yaang dikutip, Selasa (8/4/2025).

Dia menjelaskan bahwa kewenagan KPK terhadap para koruptor hanya sebatas pada penyidikan, penuntutan, dan eksekusi saja.

"Kewenangan KPK hanya sebatas menyidik, menuntut, dan mengeksekusi saja. Kalau masalah remisi kewenagan lembaga lain," ujar Tanak.

Para koruptor mendapatkan remisi atau pengurangan masa tahanan pada Idulfitri 1446 H. Salah satunya terpidana kasus e-KTP, Setya Novanto (Setnov), yang selalu mendapatkan remisi pada tiap momen lebaran.

Selain Setya Novanto, Tercatat ada 288 dari 388 narapidana korupsi di Sukamiskin, Bandung mendapatkan remisi pada Lebaran 2025.

Para penerima remisi tersebut dinggap layak dan memenuhi syarat. Meski begitu, tidak ada narapidana korupsi yang langsung bebas atau mendapatkan remisi khusus II.

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai atas pemberian remisi tersebut, makin menjauhkan efek jera bagi para pelaku korupsi.

Peneliti ICW, Tobiko Zabar, menyebut dengan adanya remisi, praktis hukuman koruptor akan makin berkurang, hingga berujung bisa cepat bebas dari tahanan. Hal tersebut diperparah dengan lemahnya penegakan hukum yang adil terhadap para koruptor.

"Rendahnya hukuman bagi pelaku korupsi yang pada tahun 2023 rata-rata hanya 3 tahun 4 bulan penjara ditambah minimnya pengenaan hukuman denda dan pidana tambahan lain seperti, pembayaran uang pengganti, pencabutan hak politik hingga penjeratan UU pencucian uang," kata Tobiko, dalam keterangan tertulis, Selasa.

Dia juga mengatakan seharusnya remisi yang diberikan kepada warga binaan atau narapidana biasa, tidak disampaikan dengan narapidana korupsi.

Menurut Tobiko, korupsi merupakan kejahatan luar biasa, yang berdampak langsung mau pun tidak langsung kepada masyarakat.

"Kejahatan korupsi merupakan tindakan penyalahgunaan kewenangan, pengkhianatan terhadap mandat yang diberikan rakyat, dan merampas hak asasi manusia hingga berdampak pada kerusakan lingkungan serta sumber daya alam," tutup Tobiko.

Baca juga artikel terkait KPK atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Hukum
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama