tirto.id - Belasan orang berseragam Satpol-PP mendatangi tempat usaha Beer Garden Radio Dalam, Jakarta Selatan, Jumat malam (25/5/2018) sektiar pukul 23. Mereka meminta pemilik toko untuk menutup tempat itu dan mematuhi aturan soal jam usaha hiburan di Jakarta selama bulan Ramadan.
Kejadian itu sempat menjadi perbincangan panas di media sosial lantaran tempat itu dianggap telah mematuhi ketentuan jam buka usaha. Penutupan tersebut dianggap hal baru dan tak pernah terjadi pada tahun sebelumnya.
Salah satu pengunjung Beer Garden malam itu bahkan menumpahkan kekesalannya di media sosial lantaran para petugas tersebut mengambil gambar para pengunjung tanpa izin. Melalui akun twitter @Kisuriel, ia menulis, “Kami difoto-foto sembarangan seolah jadi objek hina, dikuliahi sepihak karena minum bir, sampai diusir. Hak asasi saya sebagai WNI benar-benar dilecehkan karena tindakan intoleran ini.”
Ahladita, pengunjung lainnya, bercerita bahwa penutupan Beer Garden malam itu diawali dengan masuknya beberapa petugas berseragam sekitar pukul sepuluh malam. Saat itu, kata dia, kondisi bar masih tak terlalu ramai dan banyak meja belum terisi.
Sekitar pukul 23 lewat, ketika meja-meja mulai terisi penuh, belasan petugas lain merangsek ke dalam tempat usaha tersebut dan menghampiri bar. Seorang petugas memperlihatkan beberapa lembar kertas kepada pelayan dan meminta tempat itu segera ditutup.
“Di bawah, teman saya mobilnya sudah enggak bisa masuk. Kayaknya dihalangi juga sama petugas Satpol PP. Yang jelas setelah itu waiters datang, kami diminta untuk close bill dan Beer Garden mengatakan maaf ini ditutup,” kata Ahladita kepada Tirto, Minggu (27/5/2018).
Karyawati swasta di salah satu perusahaan di Jakarta itu juga membenarkan bahwa beberapa petugas mengambil gambar pengunjung dan membuat para pengunjung tak nyaman.
Beberapa pengunjung, kata dia, bahkan sempat protes lantaran tempat itu dipaksa untuk ditutup. “Dan bikin enggak nyaman, di sana mereka juga ngambil-ngambil gambar entah buat laporan ke atasan atau laporan, yang jelas kami sebagai customer merasa enggak nyaman,” kata Ahladita.
Kepala Satpol-PP DKI Jakarta, Yani Wahyu Purwoko memastikan bahwa timnya bertindak sesuai prosedur dan ketentuan di Pemprov DKI Jakarta. Ia menegaskan tak ada pembubaran dan pengusiran pengunjung.
Soal mengambil gambar para pengunjung tanpa izin, ia yakin bahwa hal tersebut hanya dilakukan untuk melaporkan situasi di lapangan.
"Terkait dengan prosedur, nanti akan saya cek dan pastikan ke anak buah saya," ujar Yani saat dihubungi Tirto, Minggu (27/5/2018).
Penutupan juga didasari pada Peraturan Gubernur Nomor 18 tahun 2018 yang telah disosialisasikan melalui Surat Edaran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disbudpar) bernomor 17/SE/2018. Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan juga mengundang asosiasi pengusaha hiburan dalam rangka mensosialisasikan ketentuan tempat usaha selama Ramadan tersebut.
Di hadapan para wartawan di Balai Kota, pada 11 Mei 2018, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu mengimbau agar aturan operasional yang menurutnya tak berbeda dengan Ramadan di tahun-tahun sebelumnya, dijalankan.
Dalam edaran tersebut, para pengusaha diskotek, bar, sauna, fitness, dan karaoke memang diminta untuk tutup selama Ramadan. Sosialisasi serupa pun telah dilakukan Disbudpar di Anjungan Sasana Krida Taman Mini Indonesia Indah, sebulan sebelum memasuki bulan Ramadan.
Ketentuan soal penutupan hanya dikecualikan jika tempat usaha yang menyatu dengan hotel bintang 4, 5 dan kawasan komersial. Selain itu, pub dan karaoke eksekutif di luar hotel juga diperbolehkan buka tetapi dengan pembatasan jam operasi, yakni dari pukul 20.30 hingga 01.30 WIB.
Yani menyampaikan bahwa instansinya tak bergerak sendirian. Pengawasan dan penindakan tempat-tempat usaha itu melibatkan 5 personel TNI, 10 personel Intelkam Polda Metro Jaya, 5 anggota Disbudpar, dan 5 anggota Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DKI.
Sisanya, kata dia, "40 personel anggota saya. Satpol-PP. Jadi total timnya ada 65 anggota.”
Menurut Yani, sudah ada 9 tempat usaha hiburan yang kena razia dan ditutup di pekan pertama Ramadan tahun ini. Berdasarkan data yang ia terima dari anak buahnya, 22 Mei lalu, tempat-tempat usaha itu tersebar di 5 wilayah kotamadya dan terdiri dari bar, karaoke, diskotek, griya pijat, sauna, serta tempat bermain biliar.
"Jadi kegiatan-kegiatan itu langsung dihentikan. Tidak dicabut (Tanda Daftar Usahanya). Kecuali kalau tertangkap tangan oleh kami di tempat usahanya ada prostitusi, peredaran narkoba dan perjudian,” kata mantan walikota Jakarta Utara itu.
Aturan Diperketat, Tren Usaha Hiburan Jakarta Dikhawatirkan Merosot
Ketua Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta, Erick Halauwet, menilai bahwa aturan jam operasional tempat hiburan tahun ini memang lebih ketat. Tahun lalu, kata dia, pengusaha masih bisa bernapas lebih lega lantaran tempat hiburan tertentu yang masih bisa buka.
Menurutnya, dalam aturan Pemprov DKI tak ada rincian soal kategori hotel berbintang yang harus menutup tempat usaha selama Ramadan. Sehingga banyak bar, diskotek, Karaoke dan lain-lain bisa beroperasi karena menyatu dengan hotel.
Erick mengatakan kebijakan Gubernur DKI yang dikeluarkan saat ini akan mematikan tempat usaha dan membuat pendapatan pemiliknya tergerus. Sebab, para pengusaha hiburan tak mendapat penghasilan, sementara di saat yang sama mereka tetap harus membayar tunjangan hari raya (THR) karyawannya.
Cepat atau lambat, kata Erick, jika tak ada opsi lain dari Pemprov DKI, maka tren usaha hiburan malam di Jakarta akan semakin merosot. “Saya lihat pengunjung sudah mulai berkurang. Enggak cuma bar. Karena ya itu. Sekarang, mereka mungkin udah kurang nyaman, ya, tempat hiburan kan kalau mau masuk periksanya ketat sekali," kata Erick.
Apalagi, kata Erick, Gubernur DKI juga mengeluarkan aturan baru soal Penyelenggaraan Usaha Pariwisata yang bisa mencabut izin seluruh usaha hiburan meski hanya salah satu sektornya yang terbukti melakukan pelanggaran. Aturan itulah yang dipakai untuk mencabut enam izin usaha di bawah manajemen PT Grand Ancol Hotel, salah satunya Hotel 4Play Alexis, pada Maret lalu.
Menurut Erick, para pengusaha tempat hiburan selalu mendukung upaya Pemprov DKI memberantas peredaran narkotika dan prostitusi di tempat-tempat mereka. Menurut dia, Pemprov DKI seharusnya melakukan atau memberi peringatan terlebih dulu sebelum mengambil tindakan tegas apalagi mencabut izin usaha.
"Jadi jangan main tutup. Kan kami sudah sering sampaikan, kami patuh. Tapi kalau ada kelalaian, ya paling tidak peringatan. Jangan asal tutup. Kan tempat-tempat usaha ini juga menghidupi karyawan,” kata dia.
Kepala Disbudpar DKI Jakarta Tinia Budiarti mengaku tak khawatir dengan penurunan tren usaha hiburan di Jakarta. Ia juga tak khawatir dengan pendapat asosiasi pengusaha hiburan yang menilai tren usaha hiburan di ibu kota akan semakin tergerus.
Menurutnya, penurunan pajak dari usaha hiburan adalah hal yang lumrah ketika sejumlah pelanggaran diganjar sanksi tegas berupa penutupan.
“Otomatislah [menurun]. Terutama dengan pengawas ketat. Kan dengan enggak adanya pengawasan itu, dulu orang yang datang ke sana [tempat hiburan malam] cari yang plus-plus, bebas menggunakan narkoba, jadi enggak bebas lagi. Itu wajar lah masuk akal,” kata Tinia kepada Tirto.
Akan tetapi, Tinia yakin bahwa usaha hiburan tetap akan bergeliat, sebab tak semua pelaku usahanya doyan melanggar aturan. Selain itu, kata dia, sumber-sumber pendapatan yang berkurang di sektor pariwisata juga akan ditutupi dari sumber lain yang diperkirakan akan surplus pada tahun ini, seperti hotel dan hiburan yang akan ramai selama penyelenggaraan Asian Games 2018.
Ia juga menilai bahwa aturan pengetatan bukan saja hanya terjadi tahun ini, melainkan juga di tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2017, misalnya, Disbudpar memberikan 27 teguran tertulis kepada usaha pariwisata yang melanggar aturan waktu operasi selama Ramadan.
Jenis tempat hiburan yang melanggar pun tak jauh berbeda antara lain, bar, diskotek, karaoke, dan billiar. "Itu dampak yang harus kami terima. Tapi itu dampak awalannya, nanti juga balik lagi. Artinya karaoke ya karaoke, panti pijat ya panti pijat, jangan yang macam-macam," tutur Tinia.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Abdul Aziz & Maulida Sri Handayani