Menuju konten utama

Hidup dan Mati Sang Ahli Hadis: Al-Bukhari

Imam Bukhari adalah orang paling menonjol dalam mengumpulkan, menganalisis, dan melakukan verifikasi perkataan dan ucapan-ucapan Nabi Muhammad.

Hidup dan Mati Sang Ahli Hadis: Al-Bukhari
Ilustrasi Kronik Imam Bukhari

tirto.id - Kehidupan dan ajaran Nabi Muhammad merupakan sumber inspirasi, bimbingan, dan instruksi yang penting bagi umat Muslim si seluruh dunia saat ini. Seorang muslim dapat mengambil bimbingan langsung tentang semua aspek kehidupan Rasulullah SAW—mulai dari cara melakukan transaksi bisnis di pasar internasional sampai rincian bagaimana cara meminum segelas air—dari koleksi besar literatur hadis.

Dalam bahasa Arab, kata “hadis” mengacu pada “perkataan” atau “ucapan” Muhammad. Tidak ada manusia lain yang dijadikan panutan secara cermat sebagaimana Muhammad diikuti dan ditiru oleh orang Islam. Dia dianggap perlambang kebajikan, kebaikan, dan kemanusiaan. Oleh karena itu, umat muslim sangat teliti meniru perbuatan dan tindakan Rasulullah (sunnah) dalam setiap lini kehidupan mereka.

Dalam sejarah Islam global, ada satu orang yang sangat menonjol tinimbang yang lain dalam hal mengumpulkan, mengedit, menganalisis, dan melakukan verifikasi perkataan dan ucapan-ucapan Muhammad. Orang itu tidak lain adalah Imam Bukhari (810-870 Masehi).

Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah al-Bukhari lahir di Bukhara, kawasan Islam di Asia Tengah pada 13 Syawal 196 Hijriah. Berasal dari Persia, nenek moyang Bukhari termasuk para petani yang dijadikan sebagai tawanan selama penaklukan Islam di daerah itu pada masa Islam awal. Kakek buyutnya, Mughirah, mengenal Islam dari Gubernur Bukhara kala itu, Yaman al-Jufi.

Mughirah memiliki anak bernama Ibrahim. Putra Ibrahim yang bernama Ismail merupakan ayah Bukhari. Ismail adalah seorang pedagang yang cukup kaya dan ahli hadis yang masyhur di daerahnya berkat kebiasaan-kebiasaannya yang sangat terperinci dan kepatuhannya yang ketat terhadap praktik normatif Rasulullah. Dia memiliki dua putra, Ahmad dan Muhammad. Muhammad adalah si bungsu yang kelak dikenal sebagai Bukhari.

Ismail meninggal dunia tatkala Bukhari masih kanak-kanak. Keluarganya pun jatuh dalam kemiskinan. Akan tetapi, ibu Bukhari yang masih muda adalah seorang perempuan saleh dan giat. Meskipun mengalami kesulitan ekonomi, ia memastikan putranya menerima pendidikan yang baik.

Menurut Yahya Ismail dalam Biografi Imam Bukhari 1 [810-870 M] (2015), Bukhari adalah seorang pelajar yang berbakat, yang memiliki ingatan fotografis dan kemampuan analisis yang tajam. Meski bertubuh ceking dan kerap terlihat lemah, dia menonjol dalam studi-studinya. Kemampuannya mengarifi argumen-argumen yang rumit dan menemukan jalan ke luar dari pandangan-pandangan yang bertubrukan—sebagian besar berkat kejeniusan dan daya ingat yang luar biasa—melambungkannya ke salah satu posisi tertinggi yang pernah dicapai oleh seorang ahli hadis.

Kecintaan Bukhari pada keilmuan Islam, terutama kegigihannya dalam menemukan sunah-sunah Nabi Muhammad, sudah tampak sejak masa awal kehidupannya. Ibunda Bukhari memainkan peranan penting dalam pendidikan sedari dini, dan sang ibu pula yang menginspirasi Bukhari untuk menempuh studi di bidang hadis (Ismail, 2015: 67).

Setelah menyelesaikan pendidikan awal pada usia dua belas tahun, Bukhari mengejar pelatihan lanjutan dalam ilmu-ilmu keislaman dengan mengkhususkan pada literatur hadis. Kerja keras dan dedikasinya dalam pelajaran-pelajarannya terbayar saat Bukhari menyelesaikan studi bidang hadis di bawah bimbingan ulama terkemuka di Bukhara pada usia delapan belas tahun.

Bahkan, usianya belum dua puluh tahun ketika dia diakui sebagai salah satu ulama hadis terkemuka di daerahnya.

Setelah itu, penelitian, pengumpulan, dan verifikasi sunah-sunah Muhammad menjadi keasyikan Bukhari seumur hidupnya. Dengan mengombinasikan usahanya dalam mengumpulkan dan mengodifikasikan hadis-hadis, Bukhari memantapkan reputasinya sebagai salah satu otoritas Islam terbesar dalam bidang hadis. Kesemua itu secara umum mewakili kontribusi dan jasanya yang sangat besar dalam kesarjanaan Islam.

Tanda-tanda kecendekiaannya sudah terlihat jelas sejak awal. Itu terbukti ketika Bukhari yang baru berusia sebelas tahun pernah mengoreksi kesalahan gurunya sendiri. Tatkala guru tidak menanggapinya dengan serius, Bukhari menantangnya untuk memeriksa fakta-fakta yang dia kemukakan. Setelah sang guru memeriksa naskahnya, Bukhari ternyata memang benar.

Setelah pendidikan lanjutan di Bukhara selesai, Bukhari meninggalkan kota kelahirannya menuju Mekah bersama ibu dan saudaranya untuk menunaikan ibadah haji. Bukhari menetap di Mekah dan Madinah selama beberapa tahun dan meneruskan pendidikan lanjutannya dalam literatur hadis di bawah bimbingan ulama terkemuka saat itu. Dari Mekah, dia mengunjungi pusat-pusat keilmuan Islam termasyhur seperti di Mesir, Suriah, dan Irak, sebelum permanen menetap di Basrah guna melakukan penelitian lanjutan dalam bidang hadis (Ismail, 2015: 81).

Muhammad Mojlum Khan meneroka dengan cerkas dalam bukunya, 100 Muslim Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah (2008: 95-101)—seperti halnya ulama besar lain di zamannya yang suka mengembara—bahwa Bukhari menghabiskan hampir empat dekade untuk bepergian ke segala tempat demi mengejar pengetahuan dan kebijaksanaan.

Dalam persinggahan-persinggahannya, Bukhari bertemu dengan sejumlah alim pakar hadis terkenal pada waktu itu, termasuk Ahmad bin Hanbal, Abu Bakar bin Abu Abu Shaiba, Ishaq bin Rahawaih, Ali bin al-Madini, dan Yahya bin Ma’in. Ulama hadis ternama itu berperan penting dalam pengembangan dan penyebaran ilmu hadis (ulum al-hadis). Bukhari mempelajari dan menguasai ilmu hadis—seni menyaring, menganalisis, dan membedakan hadis-hadis otentik dari yang palsu—dari para pelopor pemikiran dan keilmuan Islam itu.

Untuk dapat menganalisis sebuah hadis secara sistematis, seseorang harus menguasai prosedur dan teknik riset. Yang dimaksud adalah keterampilan dan kemampuan melakukan pengawasan ketat dan pengujian silang masing-masing hadis melalui perspektif multi-dimensional. Itu menjadi syarat mutlak untuk memastikan kebenaran teks hadis (matn); mata rantai periwayatan (isnad), latar belakang perawi hadis (al-asma arrijal), serta pengetahuan dan pemahaman mendalam mengenai Alquran. Dengan demikian, bisa ditentukan apakah hadis tersebut sesuai dengan wahyu Ilahi atau tidak.

Setelah sebuah hadis diselidiki secara ketat dan sistematis, para ahli hadis (muhadditsun) mengklasifikasikannya ke dalam kategori yang berbeda-beda, seperti benar (sahih), baik (hasan), banyak (mutawatir), satu (ahad), lemah (dhaif), palsu (maudhu), dan seterusnya. Akan tetapi, karena jumlah hadis yang beredar pada masa Bukhari begitu banyak, usaha memisahkan “gandum dari sekamnya” menjadi tugas teramat besar, bahkan bagi seorang cendekiawan berbakat seperti Bukhari.

Meski demikian, ketekunan, dedikasi, dan kekuatan memori menyimpannya yang luar biasa memungkinkannya tidak hanya menguasai ilmu hadis, tetapi juga menghafal sekitar setengah juta hadis! Hal -hwal ini memantapkan reputasinya sebagai sosok pakar literatur hadis sejati dan ketenarannya menyebar ke seluruh wilayah Timur Islam. Setelah empat dekade tanpa henti mencari pengetahuan, terutama yang berkelindan dengan sunah-sunah Muhammad, akhirnya Bukhari menjadi alim hadis tertinggi yang sulit ditandingi oleh ahli-ahli hadis sesudah dirinya.

Bagi Bukhari, mempelajari, mengumpulkan, dan menyebarluaskan hadis menjadi jalan hidup. Dia mengunjungi negeri-negeri yang jauh, bertungkus-lumus mengorbankan seluruh waktu, energi, dan kekayaannya dalam rangka mengejar hadis Rasul Allah. Bukhari juga seorang lelaki yang saleh dan baik. Dia makan dengan sangat hemat, serta mengajarkan gaya hidup yang sangat sederhana dan keras. Dia sungguh-sungguh mengikuti jejak langkah Muhammad, serta sangat bersemangat melestarikan perkataan dan perbuatan Nabi demi generasi selanjutnya.

Selain sebagai penghafal dan ahli hadis, Bukhari juga terkenal sebagai seorang penulis yang mumpuni. Setelah mengumpulkan lebih dari setengah juta hadis, secara sistematis dia menyelidiki dan memeriksa seluruh hadis itu untuk memastikan kebenarannya.

Selanjutnya, dia mengklasifikasikan semua hadis menurut derajat penilaian, sehingga memisahkan sunah-sunah yang benar dan yang palsu. Dengan metodologi yang maju dan ilmiah seperti ini, dia mampu mengumpulkan dan melestarikan hanya hadis-hadis Rasulullah yang otentik demi kepentingan generasi mendatang.

Tidak bisa dimungkiri, Bukhari memberikan kontribusi pada pemikiran dan pengetahuan Islam, melebihi sarjana-sarjana lain dalam generasinya. Antologi karya Bukhari perihal hadis kini dianggap sebagai salah satu yang paling otentik dalam bidang literatur hadis.

Infografik Kronik Imam Bukhari

Dari seluruh karyanya, kontribusinya yang paling penting adalah Jami as-Sahih yang lebih dikenal dengan Sahih al-Bukhari. Koleksi hadis ini merupakan produk seumur hidupnya yang semata-mata dipersembahkan untuk pengkajian, penelitian, dan pemeriksaan hadis-hadis Rasulullah. Sebagai karya monumentalnya, antologi Bukhari itu saat ini dianggap sebagai kitab tentang ajaran-ajaran Islam paling otentik pasca Alquran.

Terdiri dari 7.222 hadis Muhammad, antologi hadis ini tidak hanya memantapkan reputasi Bukhari sebagai salah satu dari ulama paling terkenal dan berpengaruh di dunia Islam, tetapi juga mengabadikan namanya. Jami al-Sahih merupakan puncak prestasi dalam bidang literatur hadis dan sangat musykil rasa intelegensia sekaliber Bukhari akan muncul kembali.

Arkian, setelah beberapa dekade melakukan perjalanan demi mengejar pengetahuan dan kebijaksanaan Islam, Bukhari kembali ke kawasan Islam Asia Tengah dan menetap di Nisyapur. Saat itu usianya sudah lima puluh empat tahun. Penduduk di kota itu menerimanya dengan hangat, dan dia terus mempelajari, meneliti, dan mengajarkan hadis-hadis Rasulullah.

Gubernur setempat memaksanya pergi dari kota itu setelah Bukhari menolak memberikan ceramah di kediaman resminya. Bukhari kemudian menetap di sebuah kota kecil Khartand, dekat kampung halamannya Bukhara, dan meninggal dunia pada 30 Ramadan 256 H (atau 31 Agustus 870 M) di usia sekitar enam puluh tahun.

Baca juga artikel terkait KRONIK RAMADAN atau tulisan lainnya dari Muhammad Iqbal

tirto.id - Humaniora
Penulis: Muhammad Iqbal
Editor: Maulida Sri Handayani