tirto.id - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mengkritik sikap Presiden dan DPR yang dituding hendak melumpuhkan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (Perubahan Keempat UU MK) dalam Pembicaraan Tingkat I pada Senin (13/5/2024).
PSHK menilai bahwa perubahan keempat UU MK dilakukan secara senyap, tertutup, tergesa-gesa, minim partisipasi publik, serta substansinya kental dengan kepentingan politik untuk menundukkan MK.
"Langkah DPR dan Presiden merupakan bentuk autocratic legalism yang merusak demokrasi dan independensi MK. Melalui Perubahan Keempat UU MK, DPR dan Presiden berupaya mendepak sejumlah hakim konstitusi yang tak dikehendaki, yang selanjutnya akan menggantikannya dengan figur yang dapat menjadi perpanjangan tangan mereka," kata PSHK dalam keterangan pers, Rabu (15/5/2024).
PSHK berkeyakinan ada tiga hakim MK yang hendak didepak karena dinilai tidak sejalan dengan keinginan penguasa. PSHK menyebut nama Saldi Isra, Eni Nurbaningsih, dan Arief Hidayat.
Menurut PSHK, ketiga nama tersebut hendak 'dibersihkan' dari MK melalui Pasal 87 Perubahan Keempat UU MK menjadi aturan peralihan untuk menyaring hakim konstitusi incumbent, yaitu dengan mengatur perlunya persetujuan lembaga pengusul bagi: (a) hakim konstitusi yang telah menjabat lebih dari lima tahun dan kurang dari sepuluh tahun untuk melanjutkan masa jabatannya; dan (b) hakim konstitusi yang telah menjabat melebihi sepuluh tahun untuk melanjutkan masa jabatan hingga usia 70 (tujuh puluh) tahun. “
Selain Saldi, Eni dan Arief, PSHK juga menyebut Suhartoyo dan Anwar Usman yang harus mendapat usulan dari lembaga pengusul apabila hendak melanjutkan masa jabatannya di MK.
"Untuk melanjutkan sisa masa jabatan, kelima hakim konstitusi tersebut harus memperoleh restu dari lembaga pengusul, yang mana sarat akan konflik kepentingan," kata PSHK.
Melihat fakta tersebut, PSHK mendesak Presiden dan DPR menghentikan pembahasan Perubahan Keempat UU MK karena substansi rancangan undang-undang sama sekali tidak ditujukan untuk memperkuat kewenangan dan kelembagaan MK. Kemudian meminta Anggota Komisi III DPR RI yang tak diajak terlibat dalam pembahasan revisi undang-undang untuk bersuara.
"Fraksi dan anggota Komisi III yang tidak dilibatkan dalam Pembicaraan Tingkat I bersikap tegas untuk menolak proses pembahasan dan pengesahan Perubahan Keempat UU MK," kata PSHK.
PSHK juga meminta perubahan keempat untuk dihapus karena klausul evaluasi hakim akan mencederai independensi hakim akibat intervensi lembaga pengusulnya.
"MK secara tegas mengingkari Perubahan Keempat UU MK, terutama terkait klausul evaluasi hakim konstitusi oleh lembaga pengusul karena mengganggu independensi dan imparsialitas hakim konstitusi," kata PSHK.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Anggun P Situmorang