tirto.id - Sebanyak 505 kepala daerah hasil Pilkada 2024 akan mengikuti retret selama tujuh hari di Borobudur International Golf and Country Club di kawasan Akademi Militer, Lembah Tidar, Magelang, Jawa Tengah. Program pembekalan tersebut dilakukan usai para gubernur, bupati, dan wali kota terpilih dilantik di Istana Negara, Jakarta, pada Kamis (20/2/2025).
Para kepala daerah nantinya akan mendapat pembekalan sekaligus arahan sebelum menjalankan pemerintahan di daerahnya masing-masing. Pembekalan itu meliputi tugas pokok pemerintahan daerah, program Asta Cita, pengelolaan APBD, keserasian antara kepala daerah dan pusat, ketahanan nasional, dan wawasan kebangsaan.
“Ini penting, makanya ada sekitar 40 lebih menteri yang akan berbicara di sana," ucap Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, di kantornya, Jakarta, Minggu (16/2/2025).
Dana penyelenggaraan retret tersebut ditanggung sepenuhnya oleh APBN yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kementerian Dalam Negeri. Hal itu terkonfirmasi melalui Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 200.5/629/SJ tentang Pembiayaan Kegiatan Orientasi Kepemimpinan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Tahun 2025.
SE Mendagri Nomor 200.5/629/SJ yang ditekan pada Kamis (13/2/2025) lalu itu sekaligus mengoreksi SE Mendagri Nomor 200.5/628/SJ yang terbit dua hari sebelumnya. SE Mendagri Nomor 200.5/628/SJ menyatakan bahwa pembiayaan retret kepala daerah ditanggung bersama pemerintah pusat dan pemda.
Berdasarkan SE Mendagri Nomor 200.5/628/SJ, besaran biaya akomodasi, konsumsi, dan seragam retret untuk setiap kepala daerah sebesar Rp2.750.000 per hari sehingga total untuk keseluruhannya sekitar Rp11,1 miliar. Itu pun belum termasuk biaya-biaya lainnya.
"Enggaklah, enggak sampai triliunan," ujar Bima Arya saat dikonfirmasi kembali mengenai anggaran retret kepala daerah tersebut.
Penyelenggaraan retret kepala daerah tersebut kini mendapat sorotan tajam dari beberapa pihak. Pasalnya, acara itu digelar saat pemerintah baru saja melakukan efisiensi anggaran.
Kegiatan retret tersebut juga dinilai akan mengganggu konsolidasi yang seharusnya dilakukan oleh pemda. Selain itu, acara tersebut dipandang tidak memiliki urgensi dalam meningkatkan kinerja pemerintahan daerah.
Waktu Pelaksanaan Tak Tepat
Peneliti dari Next Policy, Shofie Azzahrah, mengatakan bahwa urgensi retret kepala daerah perlu dipertimbangkan secara cermat, terutama terkait konteks waktu pelaksanaan dan dampaknya terhadap tata kelola pemerintahan daerah.
Menurut Shofie, momentum retret kepala daerah kurang pas karena digelar menjelang Ramadhan. Ini adalah masa yang sangat krusial bagi pemda karena ia dihadapkan pada tantangan kesiapan stok pangan, pengendalian inflasi daerah, serta antisipasi lonjakan arus mudik. Tantangan-tantangan itu seharusnya mendapat perhatian lebih dari kepala daerah.
Jika kepala daerah justru absen dari tugasnya dalam waktu yang cukup panjang karena retret, ada potensi ia bakal terlambat merespons permasalahan yang berkembang di daerahnya.
“Pada fase awal kepemimpinan, fokus seharusnya lebih diarahkan pada konsolidasi internal, penyusunan strategi prioritas, serta memastikan bahwa transisi pemerintahan berjalan secara efektif,” ujar Shofie kepada Tirto, Selasa (18/2/2025).
Selain itu, kata Shofie, efektivitas kinerja pemda di awal masa jabatan sangat penting untuk membangun kepercayaan publik. Masyarakat tentu berharap bahwa kepala daerah yang baru dilantik segera menunjukkan kesigapan dalam menangani berbagai isu di daerahnya, bukan justru menghabiskan waktu dalam agenda yang sifatnya lebih internal.
“Jika retret berlangsung hingga hampir seminggu, ada risiko bahwa berbagai permasalahan mendesak tidak mendapatkan perhatian yang semestinya, terutama di daerah yang menghadapi tantangan serius menjelang Ramadhan,” jelas dia.
Shofie juga menekankan bahwa yang menjadi isu bukanlah penting atau tidaknya acara retret itu, tepat atau tidak waktu pelaksanaannya. Lalu, apakah manfaatnya sebanding dengan risiko yang ditimbulkan oleh ketidakhadiran kepala daerah di wilayahnya dalam situasi yang membutuhkan respons cepat.
Jika retret tersebut justru menghambat kesiapan daerah dalam menghadapi Ramadhan dan periode mudik, ia sebaiknya dievaluasi ulang. Hal itu perlu dilakukan agar kepala daerah tetap dapat menjalankan tugas utama mereka dengan baik, apalagi di awal masa jabatan.
Analis sosio-politik dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Musfi Romdoni, mengatakan bahwa kegiatan retret kepala daerah itu sebenarnya tidak ada urgensinya. Ia justru menjadi paradoks dari pernyataan yang pernah dilontarkan Presiden Prabowo Subianto.
Presiden sebelumnya mengatakan kepada jajaran Kabinet Merah Putih untuk mengurangi kegiatan seremonial. Namun, dia sendiri malah mengadakan retret yang output-nya tidak jelas.
“Buktinya kan terlihat di retret kabinet kemarin. Banyak menteri yang mengikuti retret justru melakukan blunder dan kontroversial. Misalnya Bahlil soal gas LPG. Ada Natalius Pigai soal pernyataannya ‘pacar tiga’ dan masih banyak kasus lain,” kata Musfi kepada Tirto, Selasa (18/2/2025).
Oleh karenanya, ketimbang membuat retret kepala daerah, Prabowo lebih baik membuat rapat-rapat terbatas dengan kepala daerah terkait. Pasalnya, ada beberapa masalah ekonomi yang jauh lebih urgen saat ini, seperti harga-harga sembako yang berpotensi naik menjelang momen puasa, arus mudik, dan berkurangnya perputaran ekonomi akibat efisiensi anggaran.
Retret Boros Anggaran
Lebih jauh, Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar, menambahkan bahwa retret yang tidak relevan dengan urgensi situasi justru bisa menjadi pemborosan anggaran dan mencederai rasionalitas publik. Betapa kontrasnya ketika PNS diminta untuk rapat daring agar tak perlu bayar, kepala daerah malah kumpul-kumpul secara luring.
“Perlu diingat bahwa masalah-masalah yang dihadapi saat ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan perintah komando atau pertemuan tanpa arah yang jelas. Masalahnya ada di kompetensi kepala daerah,” jelas Media kepada Tirto, Selasa (18/2/2025).
Media mengatakan bahwa daripada menghabiskan anggaran untuk retret, pemerintah lebih baik mengadakan kursus atau pelatihan daring tentang penyusunan kebijakan bagi para kepala daerah. Di samping mereka juga bisa diarahkan ikut program pelatihan yang ada di kartu prakerja.
“Maka anggaran yang digunakan lebih murah,” kata Media.
Sementara itu, ekonom Center of Reform on Economic atau CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan bahwa proses konsolidasi sebenarnya bisa dilakukan secara virtual. Tentu dengan perkembangan teknologi saat ini, konsolidasi juga akan relatif lebih mudah dilakukan dan dapat menghemat anggaran.
“Menurut kami sebenarnya isu yang tidak kalah penting dari retret kepala daerah ke Magelang adalah inkonsistensi kebijakan pemerintah, terutama yang berkaitan dengan efisiensi anggaran,” jelas dia kepada Tirto, Selasa (18/2/2025).
Dalam argumen yang disampaikan oleh pemerintah, anggaran retret ini memang akan diambil dari alokasi APBN Kemendagri. Namun, seperti yang kita tahu juga bahwa saat ini pemerintah tengah gencar dalam melakukan efisiensi anggaran di mayoritas kementerian dan lembaga.
“Jadi, adanya proses ini sekali lagi menambah list inkonsisten pemerintah, terutama kalau kita bicara konteks efisiensi anggaran,” kata dia.
Apalagi sebelumnya pemerintah juga menyampaikan efisiensi anggaran namun beberapa minggu setelah dilantik justru pemerintah menambah jumlah Kementerian Lembaga. Tak hanya itu pemerintah juga menambah wakil menteri yang tentu ini akan memberikan efek terhadap penambahan jumlah anggaran.
Pembelaan Pemerintah
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, justru mengatakan bahwa pelaksanaan retret kepala daerah di Magelang bukanlah pemborosan anggaran. Menurut dia, kegiatan tersebut justru merupakan langkah efisiensi yang telah diperhitungkan.
Hasan menjelaskan bahwa kegiatan retret kepala daerah merupakan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Salah satu substansi UU tersebut adalah Kemendagri wajib memberikan pelatihan kepada para kepala daerah terpilih selama dua minggu. UU tersebut juga mengamanatkan Lemhanas untuk memberikan diklat selama satu bulan.
“Diklat Kementerian Dalam Negeri dengan diklat Lemhanas sekarang disatukan nih. Jadi, kerja sama antara Kementerian Dalam Negeri dengan Lemhanas. Biayanya pun bisa jadi lebih hemat, prosesnya lebih hemat, dan kemudian juga dari sisi waktu juga jauh lebih efisien,” kata Hasan kepada wartawan di Kantor Komunikasi Kepresidenan, Jakarta Pusat, pada Jumat (14/2/2025).
Sementara itu, Bima Arya mengemukakan bahwa retret tersebut awalnya hendak dilakukan selama 14 hari dan melibatkan pula para wakil kepala daerah.
Namun, rencana itu tak dapat dilaksanakan sepenuhnya lantaran masalah efisiensi, supaya kepala dan wakil kepala daerah bisa cepat bekerja, serta keterbatasan tempat.
“Memang desain awal itu 14 hari, kemudian melibatkan juga wakil kepala daerah. Tapi, kemudian karena efisiensi [anggaran], kami ingin juga teman-teman itu lebih cepat untuk bekerja, dipadatkan tujuh hari dan tempatnya juga terbatas,” kata Bima saat ditemui di Kantor Kemendagri, Jakarta, pada Minggu, (16/2/25).
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi