Menuju konten utama

Respons Penolakan RUU Kesehatan, Kemenkes: Berbeda Itu Biasa

Juru bicara Kemenkes Mohammad Syahril menyatakan perbedaan pendapat dalam demokrasi merupakan hal yang biasa terjadi.

Respons Penolakan RUU Kesehatan, Kemenkes: Berbeda Itu Biasa
Tangkapan layar - Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI dr. Mohammad Syahril pada Konferensi Pers Perkembangan Gangguan Ginjal Akut di Indonesia secara daring di Jakarta, Selasa (1/11/2022). (Youtube/Kementerian Kesehatan RI)

tirto.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menanggapi penolakan beberapa organisasi profesi kesehatan yang berkukuh meminta pembahasan Rancangan Undang-Undang-Undang (RUU) Kesehatan dihentikan.

Juru bicara Kemenkes Mohammad Syahril menyatakan perbedaan pendapat dalam demokrasi merupakan hal yang biasa terjadi.

“Dari fraksi di DPR RI sendiri ada perbedaan tujuh menerima (RUU Kesehatan), dua menolak. Di era demokrasi ini hal yang biasa terjadi. Tapi namanya demokrasi tetap, yang terbanyak yang kita sepakati,” kata Syahril saat dihubungi reporter Tirto, Senin (20/6/2023).

Sejumlah organisasi profesi kesehatan berencana melakukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan berencana mogok kerja. Hal ini merespons keputusan Pemerintah dan DPR RI yang sepakat melanjutkan pembahasan RUU Kesehatan ke rapat paripurna.

Syahril menyatakan penolakan RUU Kesehatan merupakan hak setiap orang atau organisasi dalam sistem demokrasi. Ia menyebutkan tersedia kanal-kanal advokasi jika memang tidak menyetujui keputusan DPR dan pemerintah.

“Ada kanal-kanalnya silakan sesuai dengan ketetapan. Misal uji di MK, tapi kami berharap saat ini sudah menjadi keputusan maka ini adalah keputusan negara, bukan pemerintah atau kementerian,” jelas Syahril.

Syahril menyayangkan jika opsi yang diambil adalah mogok kerja. Ia menilai hal itu lebih berdampak negatif di masyarakat.

“Tidak perlu lah kami harap mengambil langkah-langkah yang kontraproduktif. Kalau mogok massal siapa yang terimbas? Masyarakat juga,” sambung Syahril.

Syahril menjelaskan hak-hak organisasi profesi dan aspirasi mereka akan tetap dipertimbangkan. DPR RI, kata Syahril, menyediakan ruang untuk menerima aspirasi yang memungkinkan dimuat dalam peraturan turunan atau pelaksana.

“Jadi kami tidak akan menghapus organisasi profesi. IDI masih ada, PPNI masih ada, begitupun yang lain,” kata Syahril.

Organisasi profesi, kata Syahril, memiliki peran yang penting dalam transformasi kesehatan di Indonesia. Ia berharap mereka dapat bekerjasama untuk mewujudkan layanan kesehatan terbaik untuk masyarakat.

“Organisasi profesi punya peran penting tentu saja dalam kesehatan kita. Kami ingin dalam satu bahtera yang sama bekerjasama mewujudkan yang terbaik,” katanya.

Saat RUU Kesehatan disahkan menjadi undang-undang, Syahril berharap beberapa pihak yang menolak dapat menerimanya sebagai keputusan negara yang terbaik untuk masyarakat.

“Ini ujungnya tetap sebagai yang paling bermanfaat untuk masyarakat semua,” ujar Syahril.

Dalam keterangan terpisah, Ketua Panja RUU Kesehatan DPR RI Melkiades Laka Lena menyampaikan penolakan seharusnya tetap dilakukan dijalur konstitusional.

“(Penolakan) Tanpa korbankan pasien dan masyarakat. Tidak perlu demo dan mogok kerja karena korbankan pasien dan masyarakat,” kata Melki kepada reporter Tirto.

Baca juga artikel terkait OMNIBUS LAW RUU KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Gilang Ramadhan