tirto.id - Komisioner KPU RI Afif Afifuddin angkat bicara soal putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan seluruh permohonan uji materi Indonesia Corruption Watch (ICW), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), eks pimpinan KPK Saut Situmorang dan Abraham Samad terkait aturan eks koruptor nyaleg.
Ia mengatakan pihaknya akan membahas putusan itu di Hotel Grand Melia pada Senin (2/10/2023) pukul 10.00 sampai 13.00 WIB.
"Akan membahas langkah-langkah pasca Putusan MA 24/2023 terkait 30% keterwakilan perempuan dan Putusan MA 28/2023 terkait syarat masa jeda mantan terpidana pencabutan hak politik," kata Afif dalam keterangan tertulis.
Afif menjelaskan bahwa pertemuan akan dilakukan bersama para ahli hukum tata negara dan hukum administrasi negara. Poin diskusi akan membahas mengenai sejauh mana putusan MA tersebut untuk menjadi kebijakan di KPU.
"Poin diskusi di titik tekankan pada sejauh mana keberlakuan kedua Putusan MA tersebut dan pilihan langkah apa saja yang dapat dilakukan sebagai TL Putusan dengan pertimbangan tahapan dan jadwal Pencalonan DPR dan DPD yang sudah masuk di tahap ini," ujarnya.
Hadir para narasumber antara lain: Prof. Dr. Bayu Dwi Anggono, SH, MH, Prof. Dr. Umbu Rauta, SH, MH, Dr. Jimmy Z Usfunan, SH, MH, Dr. Agus Riewanto, MH, Dr. Oce Madril, SH, MA.
Sebelumnya, Mahkamah Agung mengabulkan seluruh permohonan uji materi terhadap Pasal 11 ayat 6 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10/2023 dan Pasal 18 ayat 2 PKPU Nomor 11/2023 yang dilakukan Indonesia Corruption Watch (ICW) dkk.
MA memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencabut dua aturan PKPU yang dinilai penggugat memberikan ‘karpet merah’ kepada eks koruptor dalam mengikuti pesta demokrasi tahun 2024.
"Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Para Pemohon: 1. Indonesia Corruption Watch (ICW), 2. Perkumpulan Untuk Pemilu Dan Demokrasi (Perludem), 3. Saut Situmorang dan 4. Abraham Samad untuk seluruhnya," Bunyi keterangan resmi Mahkamah Agung yang diterima Tirto, Jumat (29/9/2023).
MA menilai Pasal 11 ayat (6) PKPU Nomor 10/2023 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7/ 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022 dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum.
Selain itu, MA juga menyatakan Pasal 18 ayat (2) PKPU Nomor 11/2023 tentang Perubahan Kedua Atas PKPU Nomor 10/2022 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Daerah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 182 huruf g UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXI/2023 dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum.
MA menilai seluruh pedoman teknis dan pedoman pelaksanaan yang diterbitkan oleh Termohon sebagai implikasi dari pelaksanaan ketentuan Pasal 11 ayat (6) PKPU Nomor 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU Nomor 11/2023 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum.
MA memerintahkan kepada KPU selaku termohon untuk mencabut Pasal 11 ayat (6) PKPU Nomor 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU Nomor 11/2023.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Reja Hidayat