Menuju konten utama

MA Kabulkan Uji Materi PKPU ICW soal Syarat Eks Koruptor Nyaleg

MA memerintahkan kepada KPU selaku termohon untuk mencabut Pasal 11 ayat (6) PKPU Nomor 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU Nomor 11/2023.

MA Kabulkan Uji Materi PKPU ICW soal Syarat Eks Koruptor Nyaleg
Pengendara sepeda melintas di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (24/6/2019). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww.

tirto.id - Mahkamah Agung mengabulkan seluruh permohonan uji materi terhadap Pasal 11 ayat 6 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10/2023 dan Pasal 18 ayat 2 PKPU Nomor 11/2023 yang dilakukan Indonesia Corruption Watch (ICW) dkk.

MA memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencabut dua aturan PKPU yang dinilai penggugat memberikan ‘karpet merah’ kepada eks koruptor dalam mengikuti pesta demokrasi tahun 2024.

"Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Para Pemohon: 1. Indonesia Corruption Watch (ICW), 2. Perkumpulan Untuk Pemilu Dan Demokrasi (Perludem), 3. Saut Situmorang dan 4. Abraham Samad untuk seluruhnya," Bunyi keterangan resmi Mahkamah Agung yang diterima Tirto, Jumat (29/9/2023).

MA menilai Pasal 11 ayat (6) PKPU Nomor 10/2023 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7/ 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022 dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum.

Selain itu, MA juga menyatakan Pasal 18 ayat (2) PKPU Nomor 11/2023 tentang Perubahan Kedua Atas PKPU Nomor 10/2022 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Daerah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 182 huruf g UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXI/2023 dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum.

MA menilai seluruh pedoman teknis dan pedoman pelaksanaan yang diterbitkan oleh Termohon sebagai implikasi dari pelaksanaan ketentuan Pasal 11 ayat (6) PKPU Nomor 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU Nomor 11/2023 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum.

MA memerintahkan kepada KPU selaku termohon untuk mencabut Pasal 11 ayat (6) PKPU Nomor 10/2023 dan Pasal 18 ayat (2) PKPU Nomor 11/2023.

Selain itu, MA menyatakan seluruh pedoman teknis dan pedoman pelaksanaan yang diterbitkan oleh Termohon sebagai implikasi dari pelaksanaan ketentuan pasal-pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku untuk umum.

MA juga memerintahkan kepada Panitera MA untuk mengirimkan petikan putusan ini kepada Percetakan Negara untuk dicantumkan dalam Berita Negara. MA menghukum Ketua KPU selaku termohon membayar biaya perkara Rp1 juta.

"Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1.000.000 (satu juta rupiah)," Bunyi amar putusan.

MA mengabulkan permohonan ICW dkk karena substansi materi objek permohonan hak uji materiil (HUM) dinilai kurangnya komitmen dan semangat pemberantasan korupsi.

MA menilai, aturan terus tidak membawa semangat penjatuhan hukuman pada putusan tindak pidana korupsi telah diperberat dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik, oleh karenanya objek hak uji materiil harus dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan berlaku umum.

Selain itu, objek pasal materi secara sosiologis tidak mencerminkan perlindungan bagi kepentingan masyarakat untuk mendapatkan daftar calon legislatif yang akan dipilih di surat suara.

ICW dkk mengajukan permohonan uji materi PKPU Nomor 10 dan 11 tahun 2023. Pengujian dilakukan karena PKPU yang diterbitkan KPU melawan putusan MK tentang pengecualian syarat kepada eks napi korupsi yang akan maju pemilu legislatif.

ICW dkk juga menilai bahwa syarat pidana tambahan pencabutan hak politik membuat sejumlah mantan terpidana korupsi yang baru keluar dari penjara bisa mudah mendaftarkan diri. Sebagai contoh, eks napi yang memiliki pidana tambahan pencabutan hak politik 1 atau 2 tahun bisa mendaftarkan diri langsung setelah pidana baik sebagai calon DPR, DPRD, maupun DPD RI.

Baca juga artikel terkait MAHKAMAH AGUNG atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Reja Hidayat