Menuju konten utama

Respons Kemenkeu soal Ramai Penolakan Kenaikan PPN 12 Persen

Kenaikan PPN 12 persen, menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani, sudah dibahas dengan alot antara pemerintah dan DPR RI.

Respons Kemenkeu soal Ramai Penolakan Kenaikan PPN 12 Persen
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersiap menghadiri rapat yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (30/10/2024). Rapat tersebut membahas program kebijakan subsidi pemerintah. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/YU

tirto.id - Warganet ramai-ramai menyerukan penolakan terhadap kebijakan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025. Melalui media sosial X, akun @BudiBukanIntel mengajak warganet lainnya untuk memasang status Darurat Garuda Biru dengan tulisan “Perpajakan Tanpa Perwakilan Rakyat Adalah Kejahatan”.

Menurutnya, tarif pajak tinggi ini tidak seharusnya diterapkan, karena pemerintah belum mampu mengurus dan mensejahterakan rakyat. Unggahan yang telah diunggah ulang sebanyak 18 ribu kali itu juga mendapat banyak dukungan dari warganet.

“Kerja sulit, majakin kaum elit sulit,” tulis akun @restlessmuse09.

“Gimana ‘tax evader’ kagak banyak? Pajak dinaikin, tapi pembangunan ampas,” sambung @HazArtTod600.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Deni Surjantoro, mengatakan, pihaknya tak bisa mengomentari protes yang dilakukan warganet tersebut.

Meski begitu, dia menekankan bahwa pada dasarnya kebijakan penyesuaian tarif PPN menjadi 12 persen ini telah melalui pembahasan yang mendalam antara pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

“Dan pastinya telah mempertimbangkan berbagai aspek, antara lain aspek ekonomi, sosial, dan fiskal bahkan juga memperhatikan kajian ilmiah yang melibatkan para akademisi dan para praktisi,” kata Deni kepada Tirto, Selasa (19/11/2024).

Hal serupa sebelumnya juga telah disampaikan Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Menurut Bendahara Negara itu, pembahasan antara pemerintah dan Komisi XI DPR terjadi dengan cukup alot.

Dengan pada saat itu yang juga menjadi pertimbangan adalah soal daya beli masyarakat. Belum lagi, di dalam Pasal 17 ayat (3) UU HPP pun terdapat ketentuan yang menjelaskan bahwa tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen.

"Debat mengenai PPN 11, 12 persen itu juga sudah sangat dalam. Waktu itu banyak membahas pro-cons. Apakah tujuannya untuk [...] sudah tahu kita debat seperti itu lalu dijajarkan kepada ini saat ini ekonomi lagi melemah kok Ibu (Sri Mulyani) naikkan tarif PPN? Waktu kita debat juga banyak dibahas mengenai ini," cerita perempuan yang karib disapa Ani itu, dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI, di Gedung Parlemen, Jakarta Pusat, Rabu (13/11/2024).

Karenanya, sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), penyesuaian tarif PPN menjadi 12 persen harus dilaksanakan paling lambat pada 1 Januari 2024.

Namun, penjelasan kepada masyarakat untuk tetap menerapkan tarif PPN 12 persen di awal tahun ini diperlukan, agar pemerintah tetap bisa menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Alih-alih menggunakan instrumen tersebut dengan membabi-buta.

"Namun di saat yang lain APBN itu harus merespon seperti yang kita lihat episode-episode seperti saat global financial crisis, waktu terjadinya pandemi (Covid-19), itu kita gunakan APBN," tegas Ani.

Baca juga artikel terkait KENAIKAN PPN atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Bayu Septianto