tirto.id - Holding Pertambangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah memiliki rencana aksi korporasi dalam jangka pendek dan jangka menengah. Secara keseluruhannya untuk meningkatkan hilirisasi.
Direktur Utama PT Bukit Asam Arviyan Arifin mengatakan aksi korporasi beserta anggarannya dituangkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP), yang mana setiap tahun dilaporkan ke pemerintah melalui PT Inalum sebagai induk perusahaan maupun Kementerian BUMN. Sehingga, tidak ada satu pun aksi ekspansi tanpa persetujuan negara.
"Entah melalui akuisisi atau pencadangan nasional, yang sudah harus dilakukan, itu prioritas utamanya ke BUMN," ujar Arviyan di kantor Kementerian BUMN Jakarta pada Jumat (24/11/2017).
Dalam jangka pendek, holding ini akan segera melakukan serangkaian aksi korporasi, di antara pembangunan pabrik smelter grade Alumina di Mempawah, Kalimantan Barat dengan kapasitas sampai dengan 2 juta ton per tahun.
Lalu, pembangunan pabrik Ferro Nickel di Buli, Halmahera Timur berkapasitas 13.500 ton per tahun, serta pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di lokasi pabrik hilirasi bahan tambang sampai dengan 1.000 megawatt (MW).
"PLTU sampai 1.000 MW, itu capex (biaya belanja modal) kira-kira hampir 1,5 miliar dolar AS atau Rp20 triliun dalam waktu 2 tahun ke depan. Ini contoh capexnya," sebut Arviyan.
Dalam jangka menengah, holding pertambangan akan terus melakukan akusisi maupun eksplorasi wilayah penambangan, integrasi, dan hilirisasi hingga akhirnya memiliki siza sebagai salah satu perusahaan yang tercatat dalam 500 Fortune Global Company.
"Banyak lagi yang akan dilakukan teman-teman di holding dalam rangka hilirisasi, membuat smelter, yang memerlukan investasi miliaran dolar, yang mana kalau jalan sendiri-sendiri sulit, kalau sama-sama mungkin bisa lebih memiliki kemampuan. Detailnya nanti tentu akan disampaikan setelah dilakukan kajian oleh masing-masing perusahaan," jelasnya.
Baca:
- Holding BUMN Tambang Diklaim Mampu Akuisisi Saham Freeport
- Holding Tambang BUMN Kuasai Kepemilikan Aset Rp89,409 Triliun
"Pendapatan negara akan bertambah melalui berbagai pajak, royalti, serta deviden. Selain itu juga dari optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam dan peningkatan nilai dari kegiatan hilirisasi," ujar Fajar.
Menurut Fajar, saat ini, sumber daya alam Indonesia yang melimpah baru dikelola pemerintah melalui BUMN sangatlah kecil. Seperti, batu bara yang baru dikuasai 10-12 persen dengan produksi hanya 5 persen, sisanya dikuasai swasta. Emas dan tembaga hampir nol persen, nikel 11 persen, bauksit 15 persen.
Untuk itu, holding ini diharapkan dapat memperluas kemampuan pengelolaan sumber daya alam dalam negeri dan menciptakan hilirisasi seperti yang ditekankan oleh Menteri BUMN Rini Soemarno.
"Hilirisasi ada hubungannya dengan konsolidasi (holding) karena hilirisasi itu memerlukan dana sangat besar. Bu Menteri Rini selalu bilang targetnya pengembangan BUMN itu salah satu pilarnya adalah hilirisasi," terang Fajar.
Arviyan berharap hal pertama yang dilakukan adalah akuisisi pengelolaan batu bara dan mineral sehingga akan mempermudah hilirisasi.
Batu bara bisa menjadi energi, nikel menjadi stainless steel, bauksit bisa menjadi alumunium. Batu bara bisa dihilirisasi lagi lebih jauh menjadi gas. Dari gas bisa memproduksi pupuk, Liquefied Petroleum Gas (LPG), hingga petrokimia.
"Hilirisasi ini punya nilali tambah luar biasa. Kita tidak lagi jual bahan mentah yang nilai tambahnya dinikmati orang lain. Kita wujudkan itu, untuk jadi tuan rumah di negeri sendiri, kita olah di sini, sehingga nilainya bisa dinikmati bangsa Indonesia," ungkap Arviyan.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Alexander Haryanto