tirto.id - Rebo Wekasan atau Rabu Wekasan tahun 2020 jatuh bertepatan dengan hari ini, 14 Oktober 2020. Istilah Rabu Wekasan sendiri berasal dari kalender lunar versi Jawa yang artinya Rabu pungkasan atau Rabu terakhir pada bulan Safar.
Amalan dan Ibadah Rebo Wekasan
Pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang, Jawa Timur KH Muhammad Djamaluddin Ahmad menyebutkan, amalan yang bisa dilakukan saat Rabu Wekasan yakni berupa salat.
"Rabu Wekasan yaitu malam Rabu terakhir (wekasan) di bulan Shafar. Sebagian orang ahli ma'rifat termasuk orang yang ahli mukasyafah mengatakan setiap tahun Allah menurunkan bala' (bencana) yang berjumlah 320.000. Kesemuanya diturunkan pada hari Rabu yang terakhir di bulan Shafar. Maka dianjurkan hari itu shalat 4 raka'at dengan 2 salaman," katanya seperti dilansir laman resmi NU.
Namun, lelaki yang akrab disapa Kiai Jamal ini menjelaskan, salat yang dilakukan pada Rebo Wekasan tersebut harus diniati dengan shalat mutlak.
Sementara tata cara mengerjakannya, dalam setiap rakaat salat tersebut membaca Al-Fatihah sekali, surat Al-Kautsar sebanyak 17 kali, surat Al-Ikhlas lima kali, Al-Falaq sekali dan An-Nas sekali.
"Kemudian setelah salam membaca doa dan shalatnya tidak berjamaah. Tapi dilakukan bersama-sama di lokasi yang sama pula," tambahnya.
Rebo Wekasan sendiri merupakan sebuah tradisi yang sudah berlangsung secara turun-temurun di kalangan masyarakat Jawa, Sunda, Madura, dan lain-lain.
Ritual Rebo Wekasan secara umum dilakukan dengan salat, berdoa dengan doa-doa khusus, selamatan, sedekah, silaturahim, dan berbuat baik kepada sesama.
Sementara asal-usul tradisi ini bermula karena anjuran Syeikh Ahmad bin Umar Ad-Dairobi dalam kitab Fathul Malik al-Majid al-Mu-Allaf li Naf'il 'Abid wa Qam'i Kulli Jabbar 'Anid (biasa disebut Mujarrabat ad-Dairabi).
Anjuran serupa juga terdapat pada kitab al-Jawahir al-Khams karya Syeikh Muhammad bin Khathiruddin al-'Atthar, Hasyiyah as-Sittin, dan sebagainya.
Namun, NU Jawa Tengah telah mengadakan musyawarah pada tahun 1978 di Magelang dan menghasilkan keputusan bahwa salat khusus Rebo Wekasan hukumnya haram, kecuali jika diniati shalat sunnah muthlaqah atau niat shalat hajat.
Selain itu Muktamar ke-25 NU di Surabaya 20-25 Desember 1971 juga melarang mengerjakan salat Rebo Wekasan yang tidak ada dasar hukumnya, kecuali jika diniati dengan salat mutlak atau salat hajat, maka boleh dilakukan.
"Shalatnya bisa di pagi (duha) atau habis shalat Maghrib," pungkas Kiai Jamal.
Selain salat, amalan lainnya yang bisa dilakukan saat Rebo Wekasan yaitu berdoa untuk menolak bala atau malapetaka pada hari Rabu pungkasan.
Untuk hukumnya, berdoa boleh dilakukan asalkan niatnya berdoa memohon perlindungan dari malapetaka secara umum dan bukan hanya malapetaka yang terjadi pada Rebo Wekasan saja.
Latha'if al ma'arif: Ibnu Rajab Al Hambali halaman 143 menyebutkan, syari’at mengajarkan agar (kita) tidak perlu meneliti, melainkan menyibukkan diri dengan amal-amal yang dapat menolak bala, seperti berdoa, berzikir, bersedekah, dan bertawakal kepada Allah Swt serta beriman pada qadla’ dan qadar-Nya.
Sementara Al-Hafidz Zainuddin Ibn Rajab al-Hanbali menyatakan bahwa meneliti sebab-sebab bencana seperti melihat perbintangan dan semacamnya merupakan suatu thiyarah dan itu adalah hal yang dilarang.
Editor: Agung DH