Menuju konten utama

Realita Taperum PNS, Cikal Bakal Tapera yang Malah Bikin Nombok

Pemerintah harus melihat kebutuhan seseorang berbeda-beda, bukan cuma soal rumah saja. Belum lagi, ada tipe pekerjaan yang penghasilannya tidak tetap.

Realita Taperum PNS, Cikal Bakal Tapera yang Malah Bikin Nombok
Sejumlah warga melintas di salah satu kompleks perumahan di Batam, Kepulauan Riau, Selasa (6/6/2023). ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/aww.

tirto.id - Toples kue nastar dan pisang goreng yang sudah keras, menjadi saksi bisu keluhan Nur Baetty, siang itu. Di ruang tamu kediamannya, Jumat (31/5/2024), perempuan berusia 64 tahun biasa dipanggil Etty itu, menunjuk-nunjuk acara berita yang selewat muncul di layar televisi.

Warta yang tengah disajikan, pemerintah bakal menggodok matang skema tabungan perumahan rakyat (Tapera) yang sedang memantik polemik.

“Nah, itu [Tapera] betul, yang kamu tanyakan persis seperti zaman Ibu [Etty] kerja,” kata Etty ditemui Tirto di rumahnya di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor.

Etty bercerita kepada Tirto, mengenai skema Tabungan Perumahan (Taperum) Pegawai Negeri Sipil (PNS). Iuran wajibnya dipotong dari gaji bulanan ketika Etty masih aktif menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Taperum dikelola oleh Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum) PNS yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 1993. Saat ini, Taperum bertransformasi menjadi Tapera.

Masalahnya, skema ini sekarang bukan cuma diwajibkan untuk ASN dan aparatur penegak hukum saja. Kini mulai diterapkan juga pada pegawai swasta dan pekerja mandiri lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera, yang mewajibkan iuran 3 persen bagi semua pekerja.

Perubahan PP tentang penyelenggaraan Tapera

Petugas melayani peserta tabungan perumahan rakyat (Tapera) di Kantor Pelayanan Badan Pengelola Tapera, Jakarta, Kamis (30/5/2024). Presiden Joko Widodo menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tapera sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan dan akuntabilitas pengelolaan dana Tapera. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/nym.

Kata Etty, skema Tapera hanya akan mengulangi kegagalan Taperum dalam akses mendapatkan rumah. Perempuan berusia 62 tahun itu merasa, tabungan Taperum selama ia aktif menjadi ASN saja tidak cukup dipakai mengakses hunian baru. Pasalnya, walaupun telah mengabdi sebagai ASN selama 39 tahun, tabungan Taperum yang didapatkan Etty saat masa pensiun tak lebih dari Rp8 juta.

“Saya PNS dari tahun 1983 lulusan perawat, baru pensiun 2022 dan dapat segitu. Untuk DP rumah saja harus nombok banyak itu,” ujar Etty.

Alhasil, Etty tak menggunakan uang tersebut untuk kepentingan yang berhubungan dengan hunian. Dia justru menggunakannya untuk keperluan pendidikan anaknya. Dia berpendapat, niat pemerintah mungkin saja baik sebab berupaya membuat skema bantuan pembiayaan kepemilikan rumah bagi ASN.

Namun, Etty merasa, skema tersebut belum berhasil membuat ASN lebih mudah mengakses dalam mendapatkan rumah. Banyak dari koleganya yang justru harus nombok banyak duit pribadi ketika memilih mencairkan tabungan Taperum untuk membeli rumah. Ketika dibiarkan hingga masa kepesertaan habis karena masuk masa pensiun, uang tabungan Taperum boro-boro cukup untuk DP rumah baru.

“Teman yang dicairkan saat masih kerja cuma dapat rata-rata Rp5 juta. Kasarnya, itu nambah banyak banget untuk DP rumah doang. Kalau niatnya untuk mudah dapat rumah ya ini enggak akan bisa lah,” ujar Etty.

Berdasarkan PP Nomor 14 tahun 1993, tabungan Taperum PNS dipakai untuk membantu uang muka pembelian rumah dengan fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR) bagi ASN yang belum memiliki rumah. Selain itu, bisa digunakan untuk biaya membangun rumah bagi PNS yang sudah punya tanah. Untuk yang tidak ingin dicairkan selama masih menjadi peserta aktif, tabungan bisa diambil ketika sudah pensiun.

Taperum PNS kemudian berganti wajah lewat Undang-Undang Nomor 4/2016 tentang Tapera yang terbit pada 24 Maret 2016 silam. Dengan adanya undang-undang tersebut, Bapertarum PNS ikut berubah menjadi Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera). Tapera mewajibkan seluruh pekerja dan pekerja mandiri dengan penghasilan di atas upah minimum sebagai peserta.

Etty menilai pemerintah salah langkah dengan mewajibkan pekerja swasta menjadi peserta Tapera. Meski judulnya menarik karena menjanjikan hunian baru bagi para pekerja, dia tidak yakin implementasinya akan semulus janjinya.

“Ujungnya jadi tabungan aja ujungnya palingan, nanti cairnya juga enggak banyak. Harusnya ini opsi saja jangan pakai kata-kata wajib, kok kayak maksa ikut jadinya,” ungkap Etty.

Cuma Cukup Beli Ubin dan Kipas Angin

Sambil menyajikan buah anggur hijau dari kebun kecil di pekarangan rumahnya, Tardi, juga berbagi kisah soal skema tabungan Taperum PNS yang diikuti selama aktif sebagai ASN. Dia pensiun dari profesinya sebagai guru pada 2020 silam, dan memilih merawat tanaman sebagai pengisi waktu luang.

Tardi diangkat menjadi ASN pada tahun 2002, berarti sudah 18 tahun dia ikut kepesertaan Taperum PNS hingga pensiun. Sama seperti kisah Etty, dia juga memutuskan mengambil uang tabungan Taperum ketika pensiun. Alasannya, karena dia sudah punya rumah jadi uangnya ditabung saja.

Namun, Tardi terkejut dan agak kecewa karena proses pencairan tabungannya sempat terkendala. Dia bertutur, waktu itu pihak yang mencairkan Taperum miliknya berkata ada kesalahan data di dinas sehingga uangnya belum bisa cair. Setelah bersusah payah melobi dan dibantu kolega, akhirnya Tardi mendapatkan tabungannya terhitung 8 bulan sejak ia pensiun.

“Udah cairinnya macet ternyata cuma dapat seuprit,” kata dia sambil tertawa.

Pria berusia 64 tahun yang tinggal di Sawangan, Kota Depok, itu enggan membagikan angka nominal tabungan Taperum yang dikumpulkannya selama aktif sebagai ASN. Dia hanya memberikan kisaran angka, yang disebutnya “tidak enak” untuk diumbar.

“Sekitaran di bawah Rp5 juta, nah itu memang buat rumah. Alias buat keramik depan ini [pekarangan] sama beli kipas angin,” ujar Tardi sambil tertawa lebih keras.

Sejak awal, Tardi tidak berharap banyak skema Taperum PNS bisa dipakainya untuk beli hunian. Sejujurnya, kata dia, ikut Taperum pun karena memang tidak ada pilihan lain sebab otomatis gaji ASN bakal dipotong untuk iuran tersebut.

Walaupun niat pemerintah baik, skema semacam ini kurang tepat untuk membantu ASN mendapatkan rumah.

“Mungkin kalau ASN itu gajinya besar kayak pejabat kan otomatis tabungannya lebih besar tuh, ya itu mungkin saja bisa buat beli rumah. Tapi yang biasa-biasa saja saya kira bakalan cuma dipakai untuk kebutuhan sehari-hari kalau cair,” kata Tardi.

TARGET PENYALURAN KREDIT KPR DAN TAPERA 2023

Foto udara kawasan pembangunan perumahan di Kelurahan Wanggu, Kendari, Sulawesi Tenggara, Rabu (11/1/2023).ANTARA FOTO/Jojon/aww.

Tardi juga kurang setuju jika Taperum yang kini menjadi Tapera, diwajibkan bagi pegawai swasta dan pekerja mandiri. Dia memandang, pemerintah harus melihat bahwa kebutuhan seseorang berbeda-beda, bukan cuma soal rumah saja. Belum lagi, ada tipe pekerjaan yang penghasilannya tidak tetap.

“Enggak usah lah, yang mau aja, kan pegawai potongannya juga banyak pas gajian,” sambung Tardi.

Sementara itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menuturkan pengalaman hampir serupa. Dia berujar, tabungan Taperum PNS milik mertuanya saja ketika cair cuma cukup untuk beli televisi.

Padahal, mertua Bonyamin sudah mengabdikan diri sebagai guru hingga pensiun, namun uang yang didapat tidak cukup untuk mengakses rumah.

“Rata-rata level PNS guru saja termasuk mertuaku masuk pensiun tidak banyak mendapatkan. Paling hanya bisa membeli televisi saja, bukan bisa dibelikan rumah,” kata Boyamin, tersebut kepada Tirto, Jumat.

BOYAMIN PENUHI PANGGILAN KPK TERKAIT TPPU BUPATI NONAKTIF BANJARNEGARA

Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menjawab pertanyaan wartawan saat tiba untuk memenuhi pemanggilan oleh penyidik KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (26/4/2022). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/foc.

Boyamin mengingatkan, ketika masih dalam bentuk Bapertarum PNS saja, sudah ada indikasi kasus korupsi yang membelit skema tabungan rumah ini. Bahkan, banyak yang ASN yang mengadu padanya karena tabungan Taperum milik mereka tidak bisa dicairkan. Dia memandang skema ini tidak akan cukup untuk membuat pekerja memiliki hunian kalaupun ditabung hingga pensiun.

“Ketika dia mendapatkan peralihan menjadi lembaga [BP] Taperum, beberapa pensiunan sampai 5 tahun beberapa orang itu tidak cair perlu perjuangan,” ujar Boyamin.

Dari berbagai kisah pensiunan ASN tersebut, skema Taperum yang saat ini berubah menjadi Tapera, tidak menjawab persoalan akses hunian bagi masyarakat khususnya pekerja.

Justru, masih ada pekerjaan rumah yang perlu dibenahi karena saat peralihan Bapertarum menjadi BP Taperum, masih banyak ASN yang belum mendapatkan hak tabungannya meski sudah pensiun.

Niat baik pemerintah membenahi problem backlog perumahan atau defisit ketersediaan rumah milik dan layak huni, malah mengorbankan pendapatan buruh dengan memangkas 2,5 persen gaji bulanan mereka.

Keadaan ketenagakerjaan Provinsi DKI Jakarta

Sejumlah pekerja berjalan di kawasan Sudirman Jakarta, Kamis (30/5/2024). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/YU

Jika ujungnya skema ini bakal serupa tabungan belaka seharusnya tak perlu ada kewajiban sebagai embel-embel yang memaksa seluruh pegawai menjadi peserta. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies), Anthony Budiawan.

Dia menilai, Peraturan Pemerintah tentang Tapera dan dasar hukum yang digunakannya, yakni UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, secara transparan melanggar Konstitusi sehingga bukan saja wajib ditolak, namun wajib batal demi hukum.

“Dasar hukum UU Tapera mau meniru UU tentang Jaminan Sosial (Ketenagakerjaan) yang bersifat memaksa,” kata Anthony Budiawan dalam keterangan yang diterima.

Masalahnya, Tapera tidak bisa disamakan dengan program Jaminan Sosial. Pemerintah tidak bisa memaksa pekerja untuk menabung dengan alasan apapun, termasuk untuk perumahan rakyat, karena hal itu melanggar konstitusi. Sedangkan program Jaminan Sosial mandat konstitusi lewat Pasal 34 Undang-Undang Dasar (UUD) tentang Kesejahteraan Sosial.

“Tidak ada pasal-pasal konstitusi tersebut yang memberi wewenang kepada pemerintah (dan DPR) untuk membentuk UU yang mewajibkan masyarakat untuk menabung,” kata Anthony.

Dia menilai Pasal 28 UUD terkait Hak Asasi Manusia, juga semakin menegaskan menabung untuk mendapatkan hunian masuk sebagai hak, bukan kewajiban. Untuk memenuhi hak masyarakat ini, kata Anthony, pemerintah berkewajiban menyediakan tempat tinggal bagi rakyat. Kalau tidak bisa, berarti pemerintah gagal dan tidak mampu.

“Pasal 28H [UUD] menyatakan secara tegas bahwa mempunyai tempat tinggal adalah hak, bukan kewajiban, apalagi kewajiban untuk menabung,” ujar Anthony.

Baca juga artikel terkait TAPERA atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Intan Umbari Prihatin