Menuju konten utama

Reaksi Para Ibu Menghadapi Demam pada Anak

Orang tua percaya, bahwa tingginya demam berhubungan dengan keparahan penyakit.

Reaksi Para Ibu Menghadapi Demam pada Anak
Ilustrasi anak demam. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Demam adalah kondisi saat tubuh mengalami kenaikan suhu tubuh sementara. Demam terjadi sebagai respons sistem kekebalan tubuh dalam melawan infeksi atau kuman dalam tubuh. Beberapa penyakit yang sering menyebabkan demam adalah flu, radang tenggorokan, dan infeksi saluran kemih.

Gejala demam yang biasanya diikuti dengan nafsu makan yang berkurang dan lemas pada anak semakin membuat orang tua khawatir. Tidak heran, orang tua selalu berharap demam yang terjadi pada anak segera berlalu dengan sigap memberikan obat demam.

“Bagi orang tua, suhu demam menunjukkan derajat berat penyakit. Orang tua juga khawatir anak akan menjadi kejang, jika anak demam,” kata dr. Citra Amelinda, Sp. A, IBCLC, M.Kes, dokter spesialis anak dan konsultan laktasi.

Sependapat dengan dr. Citra, dr. Herbowo Soetomenggolo, Sp.A(K), dokter spesialis anak konsultan, mengatakan bahwa ketakutan orang tua ketika anak demam adalah karena mereka percaya bahwa tingginya demam berhubungan dengan keparahan penyakit dan menyebabkan terjadinya kejang. "Padahal dua pendapat itu tidak tepat.”

“Demam itu pertanda sistem imunitas tubuh sedang diaktifkan. Batas suhu normal adalah 36,5 sampai 37,5 derajat Celcius. Jadi kalau anak demam, jangan buru-buru panik. Perhatikan gejala penyertanya. Apakah anak masih aktif bermain, masih mau makan dan minum, dan gejala lainnya seperti batuk dan pilek,” kata dr. Citra yang juga penulis buku MPASI 101.

Ditanya soal cemas atau tidak saat suhu tubuh anak meningkat, empat orang ibu, Silvia Asa, Rafika Rangkuti, Tasya, dan Nafisa menjawab ‘ya’.

“Pasti cemas. Anak saya kalau panasnya tinggi suka merintih-rintih, rewel dan nggak mau lepas dari dada saya untuk menyusu,” kisah Nafisa tentang Adzriel anaknya yang berusia 16 bulan, yang belum lama ini mengalami demam.

Silvia (26) seorang karyawan swasta yang tinggal di Semarang mengaku susah tidur kalau anak demam karena ia harus memantau suhu tubuh Mikhaela (4). “Nggak bisa tidur nyenyak, sering terbangun karena harus mengecek secara berkala apakah suhu tubuhnya turun, atau malah naik,” katanya.

“Kalau Ghava (13 bulan) demam, saya mata panda,” ujar Tasya (31) yang tinggal di Bekasi. Meski mereka paham bahwa demam merupakan tanda sedang terjadi sesuatu pada tubuh anak, bayangan adanya penyakit penyerta membuat mereka cemas.

Lalu, apa yang mereka lakukan ketika anak demam?

Jangan Segera Beri Obat

Walau cemas saat menghadapi demam dan kerewelan anak-anak mereka, keempat ibu muda ini memiliki pengetahuan dasar tentang merawat anak demam. Mereka sepakat untuk tidak serta merta memberi obat penurun panas atau paracetamol.

Rafika misalnya. Ibu dari Aisha Amira (5) ini akan menenangkan diri terlebih dahulu sebelum menangani demam anaknya. “Saya nggak mau panik. Soalnya kalau panik saya nggak bisa observasi. Pertama saya cek dulu suhunya. Kalau terasa suhu tubuhnya naik, saya akan kasih Aisha cairan. Saya kasih air, susu, dan buah-buahan segar semacam jeruk dan semangka. Pastikan makanannya tetap bergizi seimbang agar sistem imunnya terjaga. Kalau dalam dua hari demamnya tidak turun dan dia rewel, pada hari ketiga saya bawa ke dokter,” kata Rafika, ibu rumah tangga yang tinggal di Jakarta Selatan.

Menghadapi anak demam, Rafika kemudian berhubungan dengan dokter anak, kapan ia harus memberi anaknya obat turun panas dan kapan membawa anaknya ke dokter. “Sejujurnya, saya tidak serta merta memberi obat. Saya lakukan pertolongan pertama selama demamnya tidak tinggi,” ujarnya.

Demikian pun Nafisa, ia memilih menunggu. “Kalau Adzriel demam, pertama-tama saya cek dulu suhu tubuhnya. Lalu saya susui terus, dan tunggu sampai 12 jam. Kalau dalam 12 jam demamnya tidak turun, barulah saya kasih obat penurun panas,” kata Nafisa yang berprofesi guru. Sama seperti Rafika, ia akan membawa anaknya ke dokter pada hari ketiga bila demamnya belum juga beranjak turun.

“Selain memberikan ASI, saya lakukan skin to skin. Anak saya dekap dan ini dapat menurunkan demamnya,” ujar Tasya dan Rafika. Mereka juga menambahkan kompres air hangat dan memakaikan baju tipis agar penguapan suhu panas lebih mudah.

“Kalau nggak ada masalah serius biasanya sebelum tiga hari demamnya turun. Anak saya kalau demam jarang menolak makan dan minum. Kalau tampak lemas biasanya saya suruh istirahat saja,” papar Rafika.

Menurut Rafika, semakin besar usia anaknya, daya tahan tubuhnya pun kian baik. “Sekarang kalau demam nggak sampai dua hari. Biasanya sehari saja sudah turun,” katanya. Sama seperti Rafika, Tasya akan memberikan obat untuk anaknya bila suhu tubuhnya sudah lebih dari 37,5 derajat Celcius.

Senada dengan Rafika dan Tasya, Silvia mengatakan, “Mikhaela saya kasih obat penurun panas kalau demamnya sudah mencapai 37,8 derajat Celcius. Selama masih di bawah itu saya tetap memberinya cairan dan mengikuti panduan yang diberikan dokter spesialis anak."

Aturan Pemberian Obat Penurun Panas

dr. Citra mengatakan, obat penurun panas harus diberikan bila anak memang demam dan suhu tubuhnya sudah di atas 37,5 derajat Celcius. “Tapi obat demam ini diberikan untuk mengurangi gejala demam, bukan untuk menyembuhkan penyakit yang disertai demam. Istirahat, pastikan anak banyak minum. Tetap tawarkan makanan yang disukai anak. Pakaikan baju yang nyaman,” papar dr. Citra.

“Tetapi sebelum pemberian obat pastikan anak masih terlihat aktif dan masih bisa makan atau minum. Bila anak terlihat sangat lemas, sakit berat atau kesulitan makan minum sebaiknya segera bawa ke dokter terdekat,” dr. Herbowo mengingatkan.

“Kompres air hangat bisa membantu menurunkan demam. Caranya dengan mengusap seluruh tubuh anak dengan air hangat, atau bisa juga memandikannya dan berendam di air hangat,” katanya.

Para ibu harus tahu bahwa menangani bayi demam berbeda dari anak yang lebih besar. “Untuk bayi usia 0 sampai 3 bulan harus langsung dibawa ke dokter,” kata dr. Citra. Selanjutnya ia menegaskan bahwa untuk anak yang lebih besar dibawa ke dokter bila tampak lemas, tidak mau minum, mengantuk, susah dibangunkan.

“Untuk bayi usia 3 sampai 6 bulan segera bawa ke dokter bila suhu tubuhnya mencapai 39 derajat Celcius,” kata dr. Herbowo.

Mengenali Bahaya Penyerta Demam

Banyak gangguan kesehatan anak yang ditandai dengan demam. Misalnya saja tumbuh gigi, rubella, campak, roseola infantum, demam berdarah, dan covid-19.

Namun, demam tinggi dan tingkat keparahan penyakit tidak selalu sejalan. Dr. Herbowo mengatakan bahwa pada saat sakit, tingginya demam tidak menentukan keparahan penyakit, tapi keluhan lain yang menyertai justru dapat menunjukkan keparahan penyakit.

Misalnya, sesak atau kesulitan Buang Air Kecil (BAK). Orang tua harus paham juga bahwa demam bukan hanya terjadi pada saat sakit tapi bisa juga terjadi pada saat dehidrasi dan berbagai sebab lain.

Tugas orang tua adalah mengenali tanda bahaya penyerta demam, seperti sesak, lemas, buang air kecil menjadi sedikit, tidak mau minum, sulit dibangunkan, kejang disertai bintik.

“Bila terjadi gejala itu bawa segera ke dokter untuk ditelaah lebih lanjut diagnosisnya. Sedangkan anak yang sedang tumbuh gigi hanya akan mengalami demam dan gusi yang bengkak, namun tidak disertai muntah, mencret, bintik-bintik merah dan lain-lainnya,” ungkap dr. Citra.

Mengenali tanda penyerta ini penting agar orang tua tidak terlambat mencari pertolongan. Rafika misalnya, dia akan melihat tanda penyertanya, apakah batuk pilek, atau ada hal lain. “Sejauh ini hanya batuk pilek, dan biasanya saya bawa ke dokter untuk mendapatkan obat batuk dan pilek,” katanya.

Tanggapan Para Ibu Terkait Kasus Gagal Ginjal Akut Anak

Data gangguan ginjal akut progresif atipikal di Indonesia yang dilaporkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia hingga tanggal 26 Oktober 2022 mencatat akumulasi kasus sebesar 269, dirawat sebanyak 73, dengan jumlah meninggal sebanyak 157, dan yang sembuh sebanyak 39.

Gagal ginjal akut tiba-tiba menjadi salah satu hal yang harus diwaspadai para orang tua di saat kasus Covid-19 mulai mereda, sementara demam berdarah mudah berjangkit. Gagal ginjal akut memiliki gejala mirip penyakit infeksi; demam, mual, muntah, ISPA, nyeri perut, dan pendarahan. Dicurigai penyebabnya adalah kandungan etilen glikol dan dietilen glikol dalam obat penurun panas.

“Zat ini merupakan cemaran pelarut obat sirup yang dalam ambang batas tertentu berbahaya untuk kesehatan,” jelas dr. Citra.

Obat penurun panas untuk anak sebaiknya dibeli dengan resep dokter. Baik dr. Herbowo maupun dr. Citra tidak menyarankan para orang tua untuk membeli obat secara bebas. “Penurun panas yang bisa diberikan adalah paracetamol dan ibuprofen. Untuk pelarut obat memang saat ini sedang dibicarakan lebih lanjut mengenai kadar pelarut obat yang bisa berbahaya,” kata dr. Herbowo.

Isu gagal ginjal akut ini mau tak mau membuat para ibu merasa galau.

Infografik Aduh Anakku Demam

Infografik Aduh, Anakku Demam. tirto.id/Fuad

“Jujur saja, anak saya demam justru di tengah-tengah isu gagal ginjal ini. Khawatir sih, jadi mikir-mikir boleh nggak, ngasih obat ini, ngasih obat itu. Sementara obat penurun demam yang sebelumnya masih ada. Daripada bingung, saya memilih memberinya banyak cairan, termasuk makanannya. Saya buatkan sup atau soto,” kata Rafika.

Nafisa tak kalah khawatir dengan isu gagal ginjal akut ini. Pasalnya, ia membeli obat penurun demam secara bebas di apotik, dan obat itu termasuk yang dilarang. “Anak saya sempat minum obat yang dilarang. Dalam tiga hari anak saya masih tetap demam, berkurang pula urinenya. Saya bawa ke Rumah Sakit untuk cek lab. Alhamdulillah aman, tidak terjadi apa-apa, hanya karena virus,” kisah Nafisa.

Ia mengaku bahwa ia membeli obat secara bebas di apotik. “Sebelum ada kasus gagal ginjal akut, obat itu memang sering disarankan oleh apoteker maupun bidan karena dosisnya dirasa aman untuk anak,” papar Nafisa.

Setelah ada kasus gagal ginjal akut yang berakibat kematian banyak anak usia balita, ia menjadi lebih berhati-hati dalam menangani Adzriel saat demam. “Dokter spesialis anak jarang memberi obat sirup. Lebih sering diberi puyer yang dicairkan dengan air,” sambungnya.

Tasya, ibu dua anak ini juga mengaku sangat khawatir. “Karena kasus itu saya jadi tambah berhati-hati dalam mengatasi demam. Saya tetap menggunakan cara-cara yang diajarkan oleh dokter. Beri cairan, dikompres, pakaikan baju tipis, dan suhu kamar normal,” papar Tasya.

“Kaget dan khawatir. Apalagi obat untuk anak itu kebanyakan sirup. Ada obat demam, obat batuk, obat pilek, kebanyakan sirup. Tapi sejauh anak masih lincah, napsu makan baik, pencernaan baik, saya hanya sebatas waspada, nggak sampai panik,” tutur Silvia.

Perlengkapan Penting di Rumah

Termometer suhu dan obat demam adalah dua hal penting yang harus ada di rumah bila kita memiliki balita. Apa panduannya bila kita akan membeli obat demam untuk balita?

“Pastikan membeli obat sesuai resep dokter,” kata dr. Citra dengan tegas. Artinya, ia tidak membenarkan ibu membeli obat untuk anak secara bebas. Ketika ditanya soal kandungan obat demam untuk anak, dr. Citra sekali lagi menegaskan, “beli obat sesuai resep dokter.”

Mengenai obat demam untuk anak, dokter Herbowo mengatakan bahwa obat penurun demam yang dapat diberikan untuk anak adalah parasetamol dan ibuprofen. Sama tegasnya dengan dr. Citra, ia menghimbau para orang tua agar konsultasi dengan dokter anak terlebih dulu sebelum memutuskan membeli obat demam.

“Cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) adalah pelarut obat. Ambang batas dan dampak belum bisa saya bicarakan karena sampai saat ini masih dalam pembicaraan pihak-pihak terkait,” pungkas dr. Herbowo.

Walau terkait dengan kesehatan anak, orang tua tetap harus bijaksana dan ekstra berhati-hati mengambil keputusan dalam menangani demam maupun batuk anak.

Baca juga artikel terkait ANAK DEMAM atau tulisan lainnya dari Imma Rachmani

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Imma Rachmani
Penulis: Imma Rachmani
Editor: Lilin Rosa Santi