Menuju konten utama

Keluarga Korban Gagal Ginjal Akut Layangkan Laporan ke Ombudsman

GGAPA bersama TAUK melayangkan laporan dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh BPOM dan Kementerian Kesehatan atas peredaran obat sirup beracun.

Keluarga Korban Gagal Ginjal Akut Layangkan Laporan ke Ombudsman
Ilustrasi Gagal Ginjal Akut. foto/IStockphto

tirto.id - Keluarga korban gagal ginjal akut progresif Atipikal (GGAPA) bersama Tim Advokasi Untuk Kemanusiaan (TAUK) melayangkan laporan perihal adanya dugaan kuat maladministrasi yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) atas peredaran obat sirup beracun.

Pimpinan Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng pun menerima laporan mereka. Keluarga Korban GGAPA, TAUK pun juga melakukan audiensi untuk membahas hal tersebut.

"Tim bersama korban mendesak Ombudsman RI untuk segera menindaklanjuti laporan keluarga korban," kata anggota Tim Advokasi, Siti Habibah melalui keterangan tertulisnya, Jumat (23/12/2022).

Laporan tersebut menindaklanjuti temuan Ombudsman RI yang menyatakan adanya dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh BPOM RI dalam proses pre-market dan post-market control yang mengakibatkan obat beracun beredar dan dikonsumsi korban, padahal berstatus terdaftar dan legal.

Kemudian juga menyatakan adanya potensi kuat maladministrasi oleh Kemenkes RI, yakni:

1) Menkes tidak kompeten karena belum menetapkan tragedi obat beracun sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB);

2) Menkes gagal melakukan pengendalian penyakit tidak menular dengan pendekatan surveilan faktor risiko, registri penyakit (pendataan dan pencatatan) dan surveilan kematian mengenai GGAPA pada anak;

3) Kemenkes RI gagal mensosialisasikan dan menegakkan peraturan secara luas terhadap fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan tentang tata laksana dan manajemen klinis GGAPA pada anak akibat EG dan DEG

4) Kemenkes RI tidak menyampaikan informasi secara luas mengenai kesimpulan penyebab GGAPA pada anak yang terkonfirmasi akibat konsumsi obat sirup beracun yang mengandung EG dan DEG melampaui ambang batas.

Habibah menuturkan, pihaknya bersama Keluarga Korban menilai, Negara telah gagal memenuhi kewajiban pelayanan publik di bidang kesehatan.

"Dengan meloloskan ijin peredaran obat sirup beracun yang mengakibatkan sekitar 200-an anak meninggal dunia dan 124 anak lainnya harus menderita gangguan ginjal akut serta penyakit penyerta lainnya," ucapnya.

Menurutnya, Kemenkes RI dan BPOM telah gagal mengutamakan kepentingan umum dan akuntabilitas, sebagaimana Pasal 15 huruf e, f, dan h UU No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik yang menyatakan bahwa “Penyelenggara pelayanan publik berkewajiban untuk memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik”.

"Termasuk gagal melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan dan memberikan pertanggungjawaban terhadap pelayanan yang diselenggarakan," ucapnya.

Dirinya menyatakan, adanya perilaku negara yang menyebabkan bencana keracunan dan kematian massal dapat disimpulkan merupakan tindakan maladministrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman RI.

"Kami meminta Ombudsman RI melakukan investigasi dan mengeluarkan Rekomendasi atas Maladministrasi yang dilakukan oleh Kemenkes RI dan BPOM," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait KASUS GAGAL GINJAL AKUT atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Anggun P Situmorang