tirto.id - Paracetamol dan ibuprofen sering digunakan sebagai obat pereda demam anak. Meskipun fungsi keduanya mirip, namun paracetamol dan ibuprofen adalah dua jenis obat yang berbeda, khususnya dari segi efek samping dan kandungannya.
Baik paracetamol dan ibuprofen merupakan kandungan obat yang dapat ditemui secara bebas di pasaran. Keduanya bisa diperoleh dengan maupun tanpa resep dokter.
Sayangnya, belakangan ini penggunaan obat-obatan seperti paracetamol dan ibuprofen dalam bentuk sirup untuk anak sebaiknya diwaspadai oleh orang tua.
Hal ini menyusul himbauan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tentang dugaan penyakit ginjal akut misterius yang disebabkan oleh sirup obat untuk anak.
Beda Pracetamol dan Ibuprofen untuk Demam Anak
Obat paracetamol dan ibuprofen umumnya dipakai untuk meredakan gejala demam, pilek, dan flu. Keduanya memiliki perbedaan dari jenis obat, kegunaan, kandungan dan efek samping, sebagai berikut:
1. Jenis obat
Paracetamol adalah obat analgesik dan antipiretik yang berfungsi untuk meredakan nyeri dan demam ringan. Melansir Drugs.com paracetamol adalah obat yang persis sama dengan asetaminofen (tylenol).
Sementara itu, ibuprofen adalah obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID) yang digunakan untuk mengobati sakit, radang, dan meredakan demam.
2. Cara Kerja
Masih menurut Drugs paracetamol bekerja dengan memblokir pesan kimia di otak yang memberi sinyal pada tubuh tentang rasa sakit. Ketika senyawa tersebut diblokir, tubuh otomatis tidak merasakan sakit.
Selain itu, paracetamol juga memengaruhi kinerja senyawa kimia tubuh yang mengatur suhu tubuh. Kemampuannya inilah yang membuat paracetamol sering dimanfaatkan sebagai obat demam.
Di sisi lain, ibuprofen bekerja dengan mengurangi hormon yang menyebabkan radang dan rasa sakit di tubuh. Obat ini bisa digunakan pada orang dewasa dan bayi yang berusia minimal 6 bulan.
3. Kegunaan
Baik paracetamol dan ibuprofen memiliki fungsi yang hampir mirip, salah satunya pereda demam, pilek, batuk, dan flu. Namun, keduanya tetap memiliki perbedaan secara spesifik.
Paracetamol digunakan untuk mengatasi demam ringan hingga sedang, sakit kepala, flu, pilek, dan migrain, rematik, sakit gigi, nyeri haid, sakit tenggorokan, nyeri pasca operasi, dan artritis ringan.
Sementara ibuprofen biasa dipakai untuk meredakan sakit kepala, sakit gigi, sakit punggung, radang sendi, kram menstruasi, cedera ringan, bengkak, demam, flu, dan pilek.
4. Kandungan
Electronic Medicines Compendium (EMC) menyebutkan ada beberapa kandungan dalam obat paracetamol dan ibuprofen yang biasa ditemukan di pasaran, khususnya dalam bentuk tablet.
Kandungan paracetamol 500 mg tablet antara lain:
- bahan aktif paracetamol 500 mg;
- bahan penyusun lain termasuk pati jagung, kalium sorbat, talk murni, asam stearat, povidone, dan pati larut.
Sedangkan, kandungan ibuprofen 200 mg tablet terdiri dari:
- bahan aktif ibuprofen 200 mg;
- bahan penyusun lain termasuk selulosa mikrokristalin, laktosa, hypromellose, natrium kroskarmelosa, natrium laurilsulfat, magnesium stearat, french chalk, silikon dioksida koloid, dan titanium dioksida (E171).
5. Efek samping
Konsumsi paracetamol maupun ibuprofen sama-sama dapat menimbulkan risiko efek samping. Perlu diketahui bahwa tidak setiap orang dapat mengembangkan gejala efek samping.
Hanya beberapa orang yang dengan kondisi kesehatan tertentu yang rentan mengalami efek samping obat setelah konsumsi paracetamol dan ibuprofen.
Menurut Drugs, efek samping yang biasa ditemui setelah konsumsi paracetamol antara lain:
- reaksi alergi seperti ruam kulit, gatal-gatal, pembengkakan tenggorokan, lidah, dan wajah, hingga sesak napas;
- masalah pernapasan;
- memar-memar di kulit atau berdarah;
- lemas dan kelelahan;
- gangguan hati dan kulit menguning;
- penurunan berat badan tiba-tiba dan kehilangan nafsu makan.
Sedangkan efek samping dari konsumsi ibuprofen termasuk:
- perubahan kemampuan melihat;
- sesak napas setelah melakukan aktivitas ringan;
- badan membengkak dan bertambah berat badannya secara cepat;
- ruam kulit;
- pendarahan di sistem pencernaan, dibuktikan dengan tinja berdarah, lembek, batuk berdarah, atau muntah yang terlihat mirip ampas kopi;
- gangguan hati ditandai dengan sakit perut bagian atas, mual, gatal, lemah, kehilangan nafsu makan, urine gelap, tinja berwarna seperti tanah liat, dan penyakit kuning;
- anemia atau sel darah rendah;
- masalah ginjal seperti nyeri atau sulit buang air kecil, produksi urine berkurang atau tidak buang air kecil sama sekali, lemas, dan sesak napas.
Apakah Obat Paracetamol Dilarang?
Belakangan ini, Kemenkes melarang penggunaan obat demam berbentuk sirup menyusul temuan cemaran kandungan Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) berlebihan pada sejumlah merek obat.
EG dan DEG saat ini diduga menjadi penyebab utama meningkatnya kasus gagal ginjal akut atau acute kidney injury (AKI) pada anak beberapa waktu terakhir.
Berkaitan dengan larangan tersebut, Kemenkes menginstruksikan semua apotek, tenaga kesehatan, dan fasilitas kesehatan untuk menyetop sementara penjualan dan pemberian semua obat berbentuk sirup kepada masyarakat.
Pelarangan ini dilakukan secara sementara, hingga pemerintah merilis pengumuman resmi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kendati demikian, larangan ini hanya berlaku pada obat sirup merek tertentu, bukan seluruh obat paracetamol yang beredar di pasaran.
"Bukan paracetamol yang tidak boleh, yang tidak boleh adalah karena beberapa obat tersebut mengandung EG," kata Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono sepert yang dikutip dari Antara.
Lebih lanjut, Dante mengungkapkan saat ini sedang 15 hingga 18 jenis obat sirup sedang dalam proses identifikasi di laboratorium.
"Obat-obatan tersebut sudah dilakukan pemeriksaan di laboratorium pusat forensik dan sedang kita identifikasi lagi obat mana saja yang bisa menyebabkan kelainan ginjal," lanjutnya.
Editor: Yantina Debora