Menuju konten utama

Bagaimana Cara Kerja Obat Sirup dan Mengapa Dilarang Kemenkes?

Bagaimana cara kerja obat sirup dan mengapa dilarang oleh Kemenkes RI?

Bagaimana Cara Kerja Obat Sirup dan Mengapa Dilarang Kemenkes?
Anak Minum Obat Sirup. foto/Istockphoto

tirto.id - Baru-baru ini Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) melarang penggunaan obat paracetamol berbentuk sirup menyusul temuan kasus gagal ginjal akut pada anak-anak.

Terkini, Kemenkes menginstruksikan semua apotek, tenaga kesehatan, dan fasilitas kesehatan untuk menyetop sementara penjualan dan pemberian semua obat berbentuk sirup kepada masyarakat.

Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga telah menyampaikan penjelasan soal obat sirup untuk anak yang terkontaminasi zat DEG dan EG diduga menjadi penyebab kematian pada puluhan anak di Gambia, Afrika.

BPOM menegaskan bahwa obat sirup yang disebutkan oleh WHO dan beredar di Gambia, tidak terdaftar dan dijual di Indonesia.

Bagaimana cara kerja obat sirup?

Mengutip bahan ajar Farmakologi yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan RI, terdapat beberapa penggolongan bentuk obat yang diberikan kepada pasien, yaitu padat, cair, dan gas.

Pada obat cair, terdapat beberapa bentuk yaitu larutan, elixir, sirup, emulsi, suspensi, injeksi, guttae, galenik, ekstrak, dan immunosera.

Obat cair berbentuk sirup merupakan larutan zat kimia obat yang dikombinasikan dengan larutan gula sebagai perasa manis. Biasa digunakan untuk obat dan suplemen anak-anak.

Obat sirup yang dikonsumsi termasuk pada jenis obat oral, atau obat yang dipakai melalui mulut dan akan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan.

Rute oral bertujuan untuk terapi dan memberikan efek sistemik yang dikehendaki. Rute oral merupakan cara mengkonsumsi obat yang dinilai paling mudah dan menyenangkan, murah serta umumnya paling aman.

Obat yang diminum secara oral akan melalui tiga fase agar kerja obat dapat terjadi, yaitu:

1. Farmasetik (disolusi);

2. Farmakokinetik;

3. Farmakodinamik;

Dalam fase farmasetik, obat berubah menjadi larutan sehingga dapat menembus membrane biologis.

Fase kedua, yaitu farmakokinetik, terdiri dari empat proses (subfase): absorpsi, distribusi, metabolisme (atau biotransformasi), dan ekskresi.

Dalam fase farmakodinamik, atau fase ketiga, terjadi respons biologis atau fisiologis.

Kelemahan dari pemberian obat per oral adalah pada aksinya yang lambat sehingga cara ini tidak dapat di pakai pada keadaan gawat.

Obat yang diberikan per oral biasanya membutuhkan waktu 30 sampai dengan 45 menit sebelum diabsorbsi dan efek puncaknya dicapai setelah 1 - 1,5 jam.

Cara per oral tidak dapat dipakai pada pasien yang mengalami mual-mual, muntah, semi koma, pasien yang akan menjalani pengisapan cairan lambung serta pada pasien yang mempunyai gangguan menelan.

Mengapa Kemenkes Larang Obat Sirup?

Kementerian Kesehatan RI telah mengeluarkan instruksi kepada fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, dinas kesehatan seluruh Indonesia, untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/syrup sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kemudian, pada poin selanjutnya, ditegaskan bahwa seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk sirup kepada masyarakat sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun pelarangan pemberian dan penjualan obat berbentuk sirup ini dilakukan terkait dengan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada anak usia 0-18 tahun.

Baca juga artikel terkait LIFESTYLE atau tulisan lainnya dari Yandri Daniel Damaledo

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Iswara N Raditya