tirto.id - RUU APBN 2017 telah disahkan menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR RI di Jakarta dengan cakupan postur pendapatan negara sebesar Rp1.750,2 triliun dan belanja negara Rp2.080,4 triliun. Sebagaimana dilaporkan Antara, Rabu (26/10/2016), postur APBN 2017 ini merupakan hasil dari pembahasan maupun penyusunan antara pemerintah dengan Badan Anggaran serta Komisi DPR RI yang telah berlangsung sesuai amanat konstitusi sejak pertengahan 2016.
“APBN 2017 disusun dengan pemahaman bahwa kondisi perekonomian global masih menghadapi pelemahan dan risiko gejolak geopolitik, perubahan ekonomi regional terutama Cina, dan pelemahan perdagangan internasional,” ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Untuk itu, kebijakan fiskal diharapkan mampu menjadi instrumen yang efektif untuk memperkuat ekonomi Indonesia dalam menghadapi tantangan global dan regional dengan mendukung penciptaan pertumbuhan yang inklusif dan berdaya tahan.
"Peran pemerintah sangat penting untuk menjaga momentum pembangunan, meningkatkan daya saing usaha agar perekonomian nasional dapat tumbuh dunia mengurangi kemiskinan dan sehat, menciptakan kesempatan kerja dan mengatasi kesenjangan," kata Sri Mulyani dalam menyampaikan pandangan akhir pemerintah.
Besaran indikator makro tahun 2017 antara lain pertumbuhan ekonomi 5,1 persen, tingkat inflasi 4,0 persen, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rp13.300 dan tingkat suku bunga SPN 3 bulan 5,3 persen. Selain itu, harga minyak mentah Indonesia (ICP) 45 dolar AS per barel, lifting minyak bumi 815 ribu barel per hari dan lifting gas bumi 1.150 ribu barel setara minyak per hari.
Sri Mulyani menjelaskan penetapan proyeksi indikator ekonomi makro tersebut telah mencerminkan kondisi ekonomi yang realistik saat ini, dengan perkiraan tantangan kondisi ekonomi global dan situasi nasional pada 2017. "Untuk mencapai sasaran indikator ekonomi makro tersebut, pemerintah akan konsisten mendorong sumber pertumbuhan ekonomi nasional," katanya.
Berbagai upaya untuk mendorong sumber pertumbuhan adalah dengan memperbaiki iklim investasi melalui berbagai paket kebijakan ekonomi, koordinasi kebijakan dengan Bank Indonesia, menjaga stabilitas dan pemberian insentif pada dunia usaha, serta mendorong pembangunan infrastuktur. "Pemerintah juga terus berupaya meningkatkan kualitas belanja negara untuk mengentaskan kemiskinan dan mengurangi kesenjangan," ujar Sri Mulyani.
Dengan basis asumsi dasar ekonomi makro dan berbagai langkah kebijakan yang akan ditempuh maka postur Pendapatan Negara ditetapkan menjadi Rp1.750,3 triliun yang terdiri atas penerimaan perpajakan Rp1.498,8 triliun dan PNBP Rp250 triliun.
Selain itu, rasio perpajakan (tax rasio) pada 2017 ditetapkan sebesar 11,52 persen sudah termasuk SDA Migas dan Pertambangan atau 10,93 persen dalam arti yang lebih sempit.
Untuk mendukung pencapaian target penerimaan tersebut sekaligus untuk meningkatkan tax rasio, pemerintah akan terus berupaya meningkatkan kepatuhan (compliance) wajib pajak. "Salah satu strategi yang akan ditempuh adalah dengan meningkatkan edukasi kepada masyarakat mulai dari pendidikan dasar mengenai pentingnya kesadaran membayar pajak bagi pembangunan," kata Sri Mulyani.
Sementara itu, postur Belanja Negara ditetapkan sebesar Rp2.080,4 triliun yang terdiri atas belanja pemerintah pusat sebanyak Rp1.315,5 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp764,9 triliun.
Belanja pemerintah pusat tersebut terdiri dari belanja Kementerian Lembaga Rp763,5 triliun dan belanja non Kementerian Lembaga Rp551,9 triliun. Sedangkan alokasi transfer ke daerah sebesar Rp704,9 triliun dan dana desa Rp60 triliun.
Dengan postur pendapatan dan belanja tersebut, maka defisit anggaran dalam APBN 2017 ditetapkan sebesar Rp330,2 triliun atau setara dengan 2,41 persen dari PDB. "Pemerintah akan berupaya untuk menjaga defisit dalam batas aman untuk menjaga dan mengendalikan kesinambungan fiskal," kata Sri Mulyani.
Dalam APBN 2017 tersebut, pemerintah dan Badan Anggaran DPR RI juga menyepakati untuk melakukan penghematan anggaran agar lebih tepat sasaran, yang akan digunakan untuk belanja prioritas dan mendesak dengan tujuan tidak terjadi lagi pemotongan anggaran di 2017.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari