tirto.id - Baru dua bulan beroperasi, kereta ringan Light Rail Transit (LRT) Jabodebek produksi buatan anak bangsa PT Industri Kereta Api (INKA) berbasis di Kota Madiun, Jawa Timur mengalami beragam persoalan. Masalah terbaru dari proyek ini adalah cepat ausnya kepingan roda. Ini mengakibatkan beberapa rangkaian kereta harus ditarik ke Depo LRT Bekasi Timur untuk menjalani perawatan.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Risal Wasal, menjelaskan berdasarkan temuan di lapangan didapati kondisi roda kereta yang beroperasi sebagian besar sudah memasuki masa perawatan pembubutan roda. Sehingga beberapa rangkaian harus ditarik untuk menghindari kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diharapkan.
“Berdasarkan temuan inspektorat kami di lapangan, ditemukan pengikisan (aus) pada ruas-ruas jalur tertentu. Kami tengah melakukan pemeriksaan roda dan kondisi rel untuk mengatasi hal tersebut,” kata Risal dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (2/12/2023).
Saat ini, LRT Jabodebek beroperasi hanya dengan delapan trainset dan 131 perjalanan. Manajemen membagi waktu operasi LRT Jabodebek menjadi dua, yaitu waktu padat (peak hour) pada pukul 05.00-09.00 WIB dan waktu non-peak hour pada pukul 10.00-15.00 WIB.
Saat peak hour, waktu tunggu LRT Jabodebek selama 30 menit. Sedangkan pada waktu non-peak hour masa tunggu kereta LRT Jabodebek mencapai 1 jam. Kondisi ini membuat sejumlah penumpang mengeluhkan karena memakan waktu perjalanan dari biasanya.
Risal menyampaikan permintaan maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan akibat adanya perawatan sarana LRT Jabodebek. Pihaknya akan mendorong dan memastikan pelayanan KA LRT Jabodebek terus berjalan dengan penyesuaian jadwal, dan mempercepat perawatan sarana Kereta.
Saat ini, Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) telah mengarahkan pihak operator, kontraktor, dan stakeholder lainnya untuk tetap mempertahankan layanan dan segera menindaklanjuti temuan yang ada. “Dengan adanya perawatan ini, maka rangkaian kereta yang dapat dioperasikan penuh ada delapan rangkaian, kami berharap pihak operator dapat memaksimalkan seluruh rangkaian ini,” tutur Risal.
Berdasarkan catatan Tirto, permasalahan pada LRT Jabodebek bukan kali ini saja. Dalam masa uji coba hingga beroperasi sudah banyak persoalan ditemukan di lapangan mulai dari mati listrik, pintu tidak bisa dibuka, hingga berhenti di tengah jalan. Permasalahan ini tentu menjadi pertanyaan kita bersama apakah proyek ini dibekali studi kelayakan memadai, baik dari aspek keselamatan, finansial, maupun komersial.
“Seluruh stakeholder LRT Jabodebek sedang melakukan upaya mencari solusi atas permasalahan yang terjadi saat ini,” kata Manager Public Relations LRT Jabodebek, Kuswardoyo.
Atas permasalahan baru ini, Ketua Institusi Studi Transportasi (Instran), Darmaningtyas, menyarankan agar sebaiknya roda dan rel dibeli dari pabrik yang sama, sehingga kualitasnya sama. Ini lantaran berbeda negara jadi berbeda kualitas pada akhirnya menyebabkan kondisi roda cepat aus.
“Maka saat beradu, terutama di titik-titik yang melengkung, gesekan rodanya kalah dengan rel-nya,” ucap dia kepada Tirto, Kamis (2/11/2023).
Produksi Buatan Anak Bangsa Diragukan?
Darmaningtyas mengatakan, kondisi ini menjadi dilema dialami oleh KAI sebagai operator LRT Jabodebek. Di satu sisi penggunaan produk INKA ini dimaksudkan untuk mendorong penggunaan produk dalam negeri agar industri perkeretaapian dapat berkembang, tapi di sisi lain produk dalam negeri tersebut ternyata belum dapat diandalkan.
“Sementara layanan angkutan itu memerlukan jaminan keselamatan, keamanan, kenyamanan, dan ketepatan waktu,” ucap dia.
Dia menuturkan ketika moda LRT tidak mampu menawarkan semuanya itu, maka kepercayaan masyarakat akan menurun dan lama-lama LRT ditinggalkan oleh konsumen. Apalagi kehadiran LRT Jabodebek ini merupakan solusi angkutan perkotaan yang menghubungkan Kota Jakarta dengan kota penyangga, khususnya untuk wilayah Depok dan Bekasi.
“Tapi dengan adanya terganggunya sarana, optimisme itu menjadi berkurang,” ucap dia.
Kualitas produksi PT INKA sebenarnya pernah diragukan juga oleh Ignasius Jonan yang kala itu masih menjabat sebagai menteri perhubungan. Saat itu, Jonan mengungkapkan bahwa INKA belum dapat memproduksi kereta untuk keperluan kereta angkutan penumpang seperti KRL karena masih lemah dalam aspek keselamatan.
Saat Jonan masih sebagai orang nomor satu di PT KAI juga menyampaikan sikap yang sama. Namun, bukan berarti INKA tak pernah memproduksi KRL. Indonesia sudah memproduksi KRL sejak 1987. Bahkan pada 2012, KRL dengan fasilitas AC juga sudah diproduksi.
Persoalan standar dan kelayakan ini memang sangat relatif, bagi Indonesia menganggap KRL bekas asal Jepang masih layak, sedangkan Jepang sebaliknya. Sama hal seperti kereta buatan PT INKA yang dianggap belum memenuhi aspek keselamatan, tapi kenyataannya banyak negara dunia ketiga mengimpornya. Yang pasti ini sebuah kenyataan yang cukup ironi bagi Indonesia, sebagai sebuah negara produsen.
Tirto sudah menghubungi Direktur PT INKA Eko Purwanto dan Humas PT INKA Agung Pedro untuk menanyatakan perihal permasalahan pada LRT Jabodebek hingga masalah produksi buatan mereka. Namun hingga berita ini dirilis, keduanya tidak merespons pertanyaan yang dilayangkan melalui pesan singkat WhatsApp maupun sambungan telepon.
Perlunya Dilakukan Audit Terhadap LRT Jabodebek
Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran), Deddy Herlambang, memahami secara sistem LRT Jabodebek belum siap menggunakan Communication-Based Train Control (CBTC) dengan Grade of Automation (GoA) level 3. Sistem CBTC adalah pengoperasian kereta berbasis komunikasi, sehingga sistem dapat mengoperasikan kereta dan memproyeksikan jadwal secara otomatis serta disupervisi juga secara otomatis dari pusat kendali operasi.
“Karena kita memang belum siap untuk operate GoA 3, semua baru pertama kali dan masih memerlukan kalibrasi sekitar 3 tahun ini masalah software ini bisa diatasi dengan mudah,” ucap dia kepada Tirto, Kamis (2/11/2023).
Namun untuk masalah seperti roda yang cepat aus, memang sebaiknya perlu dilakukan audit dan investigasi. Maka diperlukan tim independen untuk melakukan audit ini sehingga akan keluar output yang mana yang tidak tepat, sarana (roda) atau prasarana (rel dan alinyemen jalan rel) LRT-nya.
Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak juga mendesak agar dilakukan audit terhadap proyek LRT Jabodebek untuk memastikan penyebab buruknya kualitas trainset LRT Jabodebek. Audit perlu dilakukan baik terhadap teknologi maupun proses produksinya.
Menurut dia, audit ini menjadi penting karena pertama, PT INKA selama ini sudah berpengalaman memenuhi permintaan trainset LRT bagi negara lain, yang tentu saja dari sisi kualitas harusnya sudah terjamin.
Audit dilakukan untuk mengetahui apakah kualitas bahan maupun proses pengerjaannya sudah sesuai standar atau belum. Jika terbukti ada pengurangan kualitas bahan, maka ini harus ditindaklanjuti dengan pemeriksaan dan penyelidikan faktor-faktor penyebabnya.
“Saya khawatir ada praktik rente dalam pengadaan trainset LRT, sehingga kualitasnya tidak memenuhi standar,” ujar dia dalam keterangannya kepada Tirto.
Kedua, lanjut dia, audit ini penting untuk kepentingan reputasi kemampuan penguasaan teknologi anak bangsa. Jangan sampai reputasi anak bangsa rusak gara-gara penyimpangan non teknis produksi, misalnya praktik rente sehingga terjadi pengurangan kualitas bahan baku.
“Selama ini kita berjuang agar anak bangsa diberikan kepercayaan dan kita mendorong pemerintah mengurangi ketergantungan terhadap impor. Buruknya kualitas trainset LRT, bisa menurunkan kepercayaan publik akan kemampuan anak bangsa,” tutur dia.
Dia mengingatkan jangan sampai karena nila setitik rusak susu sebelanga. Jika dibiarkan, hal ini akan membuat industri kereta api dalam negeri sulit melangkah lebih jauh. “Padahal kita sedang membangun kepercayaan publik terhadap kemampuan anak bangsa dalam hal teknologi perkeretaapian,” kata dia.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz