Menuju konten utama

Radikalisasi yang Cepat Sebabkan Supir Truk Serang Nice

Proses radikalisasi yang cepat dipastikan menjadi sebab serangan supir truk di Nice, Prancis, yang menyebabkan tewasnya 84 orang pada perayaan Hari Bastille pada 14 Juli 2016 waktu setempat. Perdana Menteri Prancis Manuel Valls pada Minggu (17/7/2016) mengatakan bahwa proses tersebut juga mengarah secara lebih spesifik pada radikalisasi ala gerakan ekstrimis Islam atas keluarnya klaim ISIS sebagai pihak yang bertanggung jawab atas tragedi Nice.

Radikalisasi yang Cepat Sebabkan Supir Truk Serang Nice
Sebuah truk tronton menyeruduk kerumunan orang dalam perayaan Bastille Day di Nice, Prancis, Kamis malam (14/7/2016). Sebanyak 84 orang tewas akibat peristiwa tersebut. [FOTO/Reuters/Eric Gaillard]

tirto.id - Proses radikalisasi yang cepat dipastikan menjadi sebab serangan supir truk di Nice, Prancis, yang menyebabkan tewasnya 84 orang pada perayaan Hari Bastille pada 14 Juli 2016 waktu setempat. Perdana Menteri Prancis Manuel Valls pada Minggu (17/7/2016) mengatakan bahwa proses tersebut lebih spesifik mengarah pada radikalisasi ala gerakan ekstrimis Islam. Apalagi muncul klaim ISIS sebagai pihak yang bertanggung jawab atas tragedi tersebut.

Pihak berwenang Prancis sesungguhnya belum mengungkapkan secara pasti bahwa supir truk maut yang ditembak mati oleh polisi itu merupakan bagian dari jaringan ISIS, namun Valls mengatakan tidak ada keraguan soal motif penyerangan pria tersebut.

"Penyelidikan akan menjelaskan fakta, tapi kita saat ini tahu bahwa si pembunuh terkena radikalisasi dengan cepat. Klaim oleh ISIS hari Sabtu serta radikalisasi kilat yang dialami si pembunuh memastikan adanya unsur (garis keras) Islamis dalam serangan ini." kata Valls dalam wawancara dengan koran Minggu, Le Journal du Dimanche.

Keterangan Valls sejalan dengan pendapat para pejabat mengatakan pada Sabtu (16/7/2016) tentang testimoni orang-orang yang ditanyai oleh polisi menunjukkan fakta bahwa si penabrak telah berubah drastis dari sosok yang dulunya tidak terlihat memiliki ketertarikan pada agama.

Sang penyerang diketahui bernama Mohamed Lahouaiej Bouhlel, pria berusia 31 tahun keturunan Tunisia. Kantor berita Amaq milik kelompok militan Islamis mengatakan Bouhlel "adalah salah satu prajurit ISIS." Valls, yang mengatakan bahwa dinas keamanan telah mencegah terjadinya 16 serangan selama tiga tahun, mengindikasikan bahwa aksi maut di Nice merupakan modus operandi kelompok militan, yaitu membujuk orang-orang tidak stabil untuk melakukan serangan dengan cara apa pun.

"Daesh (ISIS, red) memberikan perangkat ideologi kepada orang-orang dalam keadaan tidak stabil, yang membuat mereka mau melakukan aksi-aksinya ... ini mungkin yang terjadi dalam kasus Nice," kata Valls.

Kelompok militan, yang berada di bawah tekanan militer dari pasukan yang menentangnya, menganggap Prancis sebagai target utama atas operasi militer yang dilancarkan negara itu di Timur Tengah.

Selain itu, Prancis dianggap sebagai target yang lebih mudah diserang dibandingkan dengan Amerika Serikat, negara yang memimpin koalisi untuk memerangi ISIS.

Serangan Nice pada Kamis pekan lalu itu kembali membuat Prancis berduka dan ketakutan setelah delapan bulan lalu Paris diserang sekelompok pria bersenjata, yang menewaskan 130 orang.

Serangan-serangan itu, serta satu lainnya yang terjadi di Brussel empat bulan lalu, telah mengguncang negara-negara Eropa Barat, di tengah tantangan yang sedang mereka hadapi terkait imigrasi besar-besaran, perbatasan yang terbuka serta kantong radikalisme Islam.

Baca juga artikel terkait POLITIK

tirto.id - Politik
Sumber: Antara
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Akhmad Muawal Hasan