Indeks Sukarno

Selain menghabiskan banyak dana, Asian Games IV tahun 1962 menggusur ribuan warga Betawi dari kampung halamannya.

Bentuk atap oval di GBK tidaklah lazim pada masanya. Bung Karno menamainya "atap temugelang."

Moskow membantu hasrat Sukarno pada Asian Games 1962. Salah satu hasilnya yang kini dikenal Stadion Utama Gelora Bung Karno.

“Ini semua bukanlah untuk keagunganku, tapi agar seluruh bangsaku dihargai oleh seluruh dunia," ujar Sukarno.

Bambu belaka.
Kibar sang saka dalam
gagah dwiwarna.

Megahnya tanda.
Kemapanan bangsa di
jantung Jakarta.

Belum ada satu presiden pun yang menyamai Sukarno dalam hal berpenampilan. Dia tak hanya terlihat necis, tapi juga gagah.

Kelompok yang berkorelasi dengan Permesta pimpinan Ida Bagus Tenaja beraksi di Makassar, mereka mencoba membunuh Sukarno tapi gagal.
 

Andreas mengatakan figur Sukarno tetap digunakan PDIP dalam kegiatan kampanye.

Pemilu 1955 adalah awal mula pertarungan ideologi parpol-parpol di Indonesia: Nasionalis, Komunis, dan Islam.

Sejak Orde Baru, fakta dan proses kelahiran Pancasila sering dikaburkan. Anehnya, ini terjadi tiap menjelang pemilu.

Penetapan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila sempat menjadi perdebatan di masa pemerintahan orde baru.

Nostalgia terhadap era pemerintahan yang sudah berakhir selalu muncul. Jika Partai Berkarya merindukan Soeharto, partai lain merindukan siapa?

17 Agustus 1945 bertepatan dengan 9 Ramadan 1334 H. Momentum paling menentukan dan paling diingat dalam sejarah Republik Indonesia terjadi pada bulan suci.

Pistol di balik
tikar. Incar Bung Besar
di hari akbar.

Morotai menjadi pangkalan penting bagi AL dan AU dalam operasi infiltrasi. Cerita lain: ada personel-personel AD yang saling membalas dendam.

Pada 1950-an gerakan buruh terpecah oleh ideologi.

Di balik pembawaannya yang tenang, kalem, dan murah senyum, Soeharto ternyata bisa juga meledak saat kemarahannya memuncak. Satu hal yang pasti membuat Soeharto marah: jika bisnis keluarganya diusik.

Presiden Sukarno sering marah-marah terhadap apa dan siapapun yang tidak berkenan baginya. Namun, kemarahan Bung Karno tentu ada alasannya.

Wedhatama dan Gaṭolotjo merupakan dua karya sastra klasik yang banyak memuat kritik atas prilaku umat Islam di Jawa.