Indeks Perludem

Meski kecil, data itu juga menunjukkan bahwa publik juga mulai terlibat secara langsung dalam pengawasan proses pilkada.

Hal itu mencerminkan adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap mekanisme politik yang kurang partisipatoris.

Provinsi tersebut tercatat mengajukan 20 perkara, baik pada pemilihan bupati/wali kota maupun gubernur.

Dengan waktu yang sempit, MK dikhawatirkan tidak bisa maksimal memeriksa dan menggali bukti untuk memutus perkara.

Perludem menyayangkan ide cakada dipilih DPRD muncul di saat pemerintah mengklaim pelaksanaan Pilkada 2024 berjalan lancar.

Perludem menyebut pemerintah dan DPR perlu merevisi UU Pemilu, UU Partai Politik dan UU Pilkada karena pelaksanaannya banyak permasalahan.

Putusan MA yang mengubah batas umur calon kepala daerah ramai-ramai dikritik. Serupa putusan MK yang meloloskan Gibran di Pilpres 2024.

Perludem mendorong KPU menjamin penyelenggaraan pilkada yang adil dengan melaksanakan Putusan MK Nomor 12/PUU-XXII/2024.

Pertimbangan hakim MK yang menyebut tidak ada korelasi antara bansos dengan elektabilitas Prabowo-Gibran rawan dipraktikkan pada Pilkada Serentak 2024.

Menurut Ihsan, dissenting opinion ketiga hakim MK itu seharusnya dipertimbangkan dalam putusan.

Perludem menilai MK tak transparan lantaran dokumen permohonan gugatan PHPU Pilpres 2024 masih belum bisa diakses di situs MK.

KPU mengakui menjalin kerja sama dengan penyedia jasa penyimpanan server dengan perusahaan raksasa asal Cina, Alibaba Cloud.

Gimik politik memang boleh digunakan, namun jangan sampai berlebihan karena bisa merugikan capres-cawapres itu sendiri.

Perludem berharap lebih banyak anak muda yang mendaftar dan direkrut sebagai calon anggota KPPS pada Pemilu 2024 karena lebih sehat, kuat, dan teliti.

Perludem mendorong Bawaslu dan KPU untuk mengusut terkait adanya dugaan dana kampanye pemilihan umum 2024 yang mengalir dari pertambangan ilegal.

Menurut Perludem, Putusan MK yang menolak gugatan sistem pemilu proporsional tertutup alias coblos partai, tidak mengejutkan.

Titi Anggraini menilai keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghapus laporan penerimaan sumbangan dana kampanye (LPSDK), sebuah langkah mundur.