tirto.id - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mencatat 16 dari 312 permohonan Perselisihan Hasil Pilkada (PHP-Kada) 2024 diajukan oleh masyarakat.
"Terus [perkara yang diajukan] masyarakat ini ada 16 perkara yang persentasenya 5,45 persen," kata Peneliti Perludem, Ajid Fuad Muzaki, dalam diskusi media bertajuk "Potret Awal PHP-Kada 2024" melalui Zoom, Minggu (22/12/2024).
Ajid menjabarkan lagi bahwa 287 perkara (91,99 persen) PHP-Kada diajukan oleh pasangan calon. Kemudian, sisanya (delapan perkara alias 2,56 persen) diajukan oleh pemantau Pilkada 2024.
Ajid mengatakan bahwa lembaganya belum bisa menelusuri nama maupun status dari pemantau dan masyarakat yang mengajukan perkara ke Mahkamah Konstitusi tersebut.
"Sebagai informasi, kategori pemantau dan masyarakat ini berdasarkan keterangan dalam dokumen AP3. Namun, sayangnya gitu, nama status akreditas pemantau belum kita dapat telusuri karena keterbatasan informasi," ucapnya.
Ajid juga mengatakan bahwa berdasarkan persentase pemohon, mekanisme hukum sengketa hasil Pilkada 2024 tetap lebih banyak diakses oleh aktor politik.
Namun, dia menyebut bahwa meski kecil, data itu juga menunjukkan bahwa publik juga mulai terlibat secara langsung dalam pengawasan proses pilkada, khususnya pada PHP-Kada.
Sementara itu, Haykal, peneliti Perludem lainnya, menyinggung soal legal standing pemohon dari pihak masyarakat dan pemantau.
Katanya, MK harus memastikan bahwa pemantau yang mengajukan sengketa pilkada ini telah terakreditasi dan memang diperbolehkan untuk mengajukan perkara.
Selain itu, Haykal juga menyebut bahwaadanya kategori pemohon dari masyarakat menunjukkan fenomena yang menarik. Menurutnya, jika ada satu saja permohonan dari masyarakat yang diterima oleh MK, itu menjadi peluang untuk masyarakat agar bisa memiliki legal standing.
"Artinya, ada potensi terbukanya peluang untuk ke depannya bagi masyarakat untuk juga bisa memiliki legal standing mengajukan PHPU ke Mahkamah Konstitusi," kata Haykal.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Fadrik Aziz Firdausi