tirto.id - Mantan Direktur Operasi PT Timah periode 2020-2021, Agung Pratama, mengatakan PT Timah mengeluarkan sekitar 3.055 USD atau sekitar Rp47,3 juta (asumsi kurs Rp15.500) per metrix ton timah untuk biaya produksi sewa smelter kepada PT Refined Bangka Tin (RBT).
Hal tersebut, disampaikan saat Agung menjadi saksi dalam sidang pemeriksaan saksi kasus dugaan korupsi pada pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk 2015-2022, dengan terdakwa Harvey Moeis. Harvey merupakan perwakilan dari PT RBT di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (29/8/2024).
"PT Timah punya smelter, saya nggak tahu kenapa 2018 menyewa (smelter). Dalam pemikiran saya, smleter PT Timah ada, tapi produksinya kurang. Nyewa smelter per metrix ton ke PT RBT untuk peleburan sekitar 2.800 USD dan pemurnian sekitar 255 USD, jadi semuanya 3.055 USD," kata Agung kepada Ketua Majelis Eko Arianto.
Padahal, pada sidang sebelumnya, saksi yang merupakan Kepala Bagian Pengangkutan Area Belitung PT Timah, Teguh Awal Prasetyo, mengatakan PT Timah sendiri memiliki smelter sendiri dengan biaya produksi yang jauh lebih murah sekitar 1.000 USD per matrix ton.
Tak hanya itu, perusahaan negara tersebut juga memiliki area tambang sendiri dan bisa melebur, melogamkan, hingga menjual ke luar negeri secara mandiri.
Kemudian, Agung juga menceritakan soal pertama kali dirinya mengenal terdakwa Harvey Moeis. Katanya, ia dikenalkan oleh Direktur Utama PT Timah, Riza Pahlevi, untuk bertemu dengan perwakilan PT RBT di Sofia at Gunawarman, Jakarta Selatan.
"Saya diajak untuk bertemu dengan Harvey di Sofia at Gunawarman. Setahu saya itu hotel, untuk makan malam. Saat saya tiba sudah ada direktur utama, direktur niaga, direktur operasi, dan Harvey," ungkap Agung.
Pada saat itu, Agung mengaku datang terlambat sehingga tidak mengetahui secara pasti perbincangan antara pihak PT Timah dengan PT RBT. Dirinya juga tidak tahu posisi Harvey secara strukturan di PT RBT.
"Harvey setahu saya perwakilan dari PT RBT, saya tidak tahu secara strukturalnya," jelas Agung.
Sebelumnya, Harvey telah didakwa bertindak mewakili PT Refined Bangka Tin dan terlibat kongkalikong dengan pihak PT Timah untuk pengelolaan timah. Harvey bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim diduga memperkaya diri sebesar Rp420 miliar dari kerja sama pengelolaan timah tersebut, dan telah merugikan negara sebesar Rp300 triliun.
Atas perbuatannya, Harvey Moeis dijerat Pasal Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP terkait dugaan korupsi.
Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Anggun P Situmorang