Menuju konten utama

Polri Mulai Dalami Aduan ICW soal Dugaan Gratifikasi Firli Bahuri

ICW melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri ke Bareskrim Polri atas dugaan penerimaan gratifikasi perihal kunjungan pribadi menggunakan helikopter.

Polri Mulai Dalami Aduan ICW soal Dugaan Gratifikasi Firli Bahuri
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah menunjukan dokumen laporan saat tiba di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (3/6/2021). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga.

tirto.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri ke Badan Reserse Kriminal Polri atas dugaan penerimaan gratifikasi saat kunjungan pribadi menggunakan helikopter.

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono menanggapi hal tersebut. “Sedang didalami [oleh] bagian pengaduan masyarakat, berkaitan yang dilaporkan,” ucap dia ketika dihubungi wartawan, Jumat (4/6/2021).

ICW melaporkan aduan terkait dugaan gratifikasi Firli tersebut pada Kamis (3/6/2021). Laporan ini berawal dari temuan adanya perbedaan harga sewa helikopter.

“Kami mendapat informasi lain bahwa harga sewa [helikopter] per jam sekitar US$2.750 atau setara Rp39 juta. Jika ditotal, Rp172 juta yang harus dibayar,” ucap Koordinator Divisi Pengelolaan Pengetahuan ICW Wana Alamsyah di Mabes Polri, kemarin.

Firli pernah menjalani sidang etik oleh Dewan Pengawas KPK, kala itu ia bilang harga sewa per jam Rp7 juta belum termasuk pajak. Bila ia menyewa empat jam, sambung Wana, ada selisih Rp141 juta atau ‘diskon’ 42 persen, yang diduga sebagai penerimaan gratifikasi.

Terkait dugaan gratifikasi, Firli dianggap melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. ICW juga mendapatkan informasi perihal dugaan konflik kepentingan maupun terkait penyedia helikopter, PT Air Pacific Utama.

Hasil penelusurannya, salah satu komisaris di perusahaan tersebut pernah dipanggil menjadi saksi kasus dugaan suap pemberian izin pembangunan Meikarta yang melibatkan Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin. Maka ICW juga memberitahukan temuan itu ke Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri.

Selain itu, ada sembilan perusahaan jasa penyewaan helikopter yang berpotensi digunakan Firli. Namun, ICW heran mengapa dia memilih PT Air Pacific Utama. “Kami pun mempertanyakan mengapa Dewan Pengawas tidak menelusuri lebih lanjut terhadap informasi yang disampaikan oleh Firli,” sambung Wana.

Firli menyewa helikopter PK-JTO seharga Rp7 juta per jam--angka hasil pemeriksaan Dewas KPK--dalam perjalanan dari Palembang ke Baturaja dan sebaliknya, pada 20 Juni 2020. Sikap ini dinilai tidak sejalan dengan prinsip hidup sederhana yang ditanamkan KPK; tidak menyadari pelanggaran yang dilakukan; sebagai Ketua KPK tidak memberikan teladan malah melakukan sebaliknya.

"Menghukum terperiksa [Firli Bahuri] dengan sanksi ringan berupa teguran tertulis 2, yaitu agar terperiksa tidak mengulangi lagi perbuatannya," ujar Ketua Dewas KPK Tumpak Panggabean dalam sidang di kantor KPK, Jakarta, Kamis (24/9/2020).

Firli divonis melanggar Pasal 4 Ayat (1) huruf n dan Pasal 8 Ayat (1) huruf f Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 02 Tahun 2020 tentang penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.

Baca juga artikel terkait KASUS HELIKOPTER MEWAH FIRLI BAHURI atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri