Menuju konten utama

Giri, Sang Direktur KPK, Pengajar Wawasan Kebangsaan yang Dipecat

Giri Suprapdiono dipecat, padahal dia adalah pengajar wawasan kebangsaan, telah bekerja di KPK selama belasan tahun.

Giri, Sang Direktur KPK, Pengajar Wawasan Kebangsaan yang Dipecat
Direktur Sosialisasi & Kampanye Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono, saat berbicara dalam diskusi antikorupsi yang digelar di Balai Kota Malang, Jawa Timur, Kamis (31/10/2019). (ANTARA/Vicki Febrianto)

tirto.id - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri tetap melantik 1.271 pegawai yang lolos sebagai aparatur sipil negara (ASN) pada Senin 1 Juni 2021 berdasarkan tes wawasan kebangsaan (TWK), meski ditolak banyak pihak, termasuk 760 pegawai yang lolos. Mereka menyatakan keberatan dan meminta para pimpinan menunda pelantikan sampai polemik 75 pegawai yang tidak lolos selesai.

Firli menolak penundaan dengan alasan “menghargai karena dia (yang lolos) punya anak, punya istri.” “Perlu kita juga hargai hak asasi manusianya dan juga harus jamin kepastian hukumnya dan juga harus jamin tentang status kepegawaian mereka,” ujar Firli dalam konferensi pers, Selasa (2/6/2021).

Keputusan tersebut membikin Direktur Sosialisasi & Kampanye Antikorupsi KPK Giri Suprapdiono kecewa. Dia menilai para pimpinan KPK mengabaikan aspirasi yang datang dari berbagai kalangan: dari mulai masyarakat sipil, tokoh agama, tokoh masyarakat, akademisi, sampai mahasiswa. Pimpinan KPK, menurutnya, tidak partisipatif, demokratis, pluralis, serta menjunjung supremasi hukum.

Menurut Giri, mereka telah melenceng dari “karakter masyarakat madani yang diperjuangkan dalam reformasi '98.”

“Kekerasan hati Pimpinan KPK untuk tetap memaksakan melantik 1.271 pegawai KPK di hari Pancasila pada 1 Juni 2021 layak dicatat dalam sejarah kelam pemberantasan korupsi,” katanya kepada reporter Tirto, Rabu (2/6/2021) malam.

Giri termasuk 75 pegawai yang tidak lolos TWK. Giri tahu kabar dirinya tidak lolos pertama-tama dari media massa. Kabar tersebut dipertegas dengan terbitnya Surat Keputusan Nomor 652 Tahun 2021 yang ditandatangani Firli Bahuri pada 7 Mei 2021. Delapan belas hari kemudian, KPK mengumumkan status 75 pegawai yang tidak lolos: 24 pegawai akan diuji ulang karena KPK menilai mereka masih bisa dibina; sedangkan 51 lainnya dipecat tapi masih bekerja sampai 1 November 2021.

TWK memiliki tiga indikator. Pertama, kepribadian. Kedua, aspek memengaruhi dan dipengaruhi. Ketiga, kesetiaan terhadap Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintahan yang sah.

Asesmen TWK meninggalkan banyak persoalan: daftar pertanyaan yang bertendensi melecehkan perempuan, menghakimi keyakinan individu, kepatuhan buta terhadap pimpinan padahal komisi antirasuah dibentuk agar ada metode saling mengawasi, mekanisme yang tidak transparan, hingga landasan hukum yang samar.

Mereka yang tidak lolos meredut. Berbagai upaya merebut keadilan dilakukan. Mereka melapor ke Ombudsman RI, Komnas HAM, Dewan Pengawas KPK, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Komnas Perempuan, hingga ke organisasi masyarakat seperti PGI, NU, dan Muhammadiyah.

Menurut Giri, peran 75 pegawai yang tidak lolos besar menentukan masa depan penanganan korupsi Indonesia, yang indeks persepsi korupsi (IPK)-nya menurun dan berada pada peringkat 85 dari 102.

“Kalau 75 pegawai ini dipecat, atau dipaksa mengundurkan diri, maka saya haqqul yaqin pemberantasan korupsi akan merosot tajam,” ujarnya.

Bukan berarti mereka merasa lebih superior ketimbang pegawai lain, hanya saja dia tidak suka dengan cara-cara kotor yang dilakukan.

“Saya ingin mengutip pendapat Buya Syafii Maarif dalam diskusi tentang TWK ini, bahwa pihak yang menggunakan Pancasila untuk kepentingan politik adalah pengkhianat,” ujar penggemar Mix Martial Art (MMA) ini.

Demi Pemberantasan Korupsi

Apabila SK 652/2021 tidak dicabut atau berubah, Giri akan mengakhiri masa kerja selama 16 tahun bersama KPK pada 1 November 2021. Situasi ini tentu bukan hal yang menyenangkan bagi peraih Master Studi Pembangunan dari Institute to Social Studies-Erasmus University Den Haag Belanda tersebut.

Ia menaruh perhatian khusus pada pemberantasan korupsi di Indonesia. Motif itulah yang membuat ia melepas pekerjaan di United Nations Population Fund (UNFPA) untuk memilih bergabung bersama KPK meski harus turun gaji.

Pengabdian dan kehormatan dari bekerja memberantas korupsi adalah hal baik yang menciptakan kepuasan bagi Giri. Dan semua itu tidak bisa diukur dengan uang.

“Yang kita dapatkan dari KPK ternyata jauh lebih banyak dibandingkan dari yang kita berikan. Dan itu bukan dalam bentuk uang. Keberkahan dan kenikmatan menjadi manusia yang sesungguhnya,” ujar Giri.

Bersama KPK, Giri mulai melanglang buana sebagai Kepala Satuan Tugas Kerja Sama Internasional di Direktorat Pembinaan Jaringan dan Kerja Sama Antar Komisi dan Instansi. Selama 7 tahun, ia berkontribusi dalam penangkapan buronan di luar negeri, pencarian alat bukti, pelacakan, dan pengembalian aset koruptor di luar negeri.

Giri juga pernah menjabat sebagai Direktur Gratifikasi, Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat, dan terakhir sebagai Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi.

Dalam tataran internasional, ia aktif bersama beberapa organisasi anti-korupsi. Ia anggota International Association of Anti-Corruption Authorities (IAACA), inisiator sekaligus fasilitator APEC ECT-NET, anggota Anti-Corruption & Transparency Initiative (ADB-OECD), kepala sekretariat panitia South East Asia Parties Against Corruption (SEA-PAC); serta delegasi Indonesia untuk APEC ACTWG, COSP-UNCAC, kelompok kerja antisuap OECD, G20 ACTWG, SEAPAC, IAACA, SOMTC, IACC.

Pengalaman, jam terbang, dan kredibilitas membuat Giri kerap diundang sebagai pengajar tamu sejak 2012. Ia keluar-masuk Lembaga Ketahanan Nasional, Sespim Polri, Seskoad, Kementerian Pertahanan, Dewan Ketahanan Nasional, berbagai BUMN hingga swasta, untuk mengajarkan integritas, anti korupsi, dan wawasan kebangsaan dari sudut pandang pemberantasan korupsi.

Ia juga pernah diundang sebagai dosen tamu di International Law enforcement Academy milik FBI di Bangkok, serta menjadi pembicara di forum dunia seperti OECD, APEC, SEAPAC, IAACA, dan UNODC.

“Ketidaklulusan saya di TWK ini mencoreng harkat dan martabat saya sebagai pendidik anti korupsi. Sehingga saya perjuangkan sebaik-baiknya dan sehormat-hormatnya,” tutur peraih Makarti Bhakti Nagari Award 2020 tersebut.

Belasan tahun memerangi korupsi bersama KPK, Giri kenyang mengikuti dan terlibat langsung dalam berbagai dinamika yang terjadi di sana. Hanya paku bengkok yang tidak kena pukul, sementara Giri serupa paku lurus yang terus dihantam palu. Alih-alih menyerah, ia justru tetap bertahan di KPK yang memasuki usia remaja ini.

“Yang membuat saya bertahan ialah idealisme. Polemik dan turbulensi sangatlah melelahkan. Tapi kami telah melaluinya dengan baik,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait PEMECATAN PEGAWAI KPK atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Rio Apinino