tirto.id - Sejumlah politikus Partai Golkar buka suara terkait menghilangnya sang ketua umum yang juga Ketua DPR, Setya Novanto saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hendak melakukan penjemputan paksa, pada Rabu malam hingga Kamis (16/11/2017) dini hari. Mereka ramai-ramai meminta agar Novanto lebih baik menyerahkan diri dan mengikuti proses hukum yang menjeratnya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum DPP Golkar menyarankan agar Setya Novanto menaati proses hukum yang ada. Kalla beralasan, sebagai pimpinan partai sekaligus Ketua DPR, seharusnya Novanto memberikan contoh yang baik dalam menghadapi persoalan hukum.
“Kalau apa yang dilakukan harus dipertanggungjawabkan. Jangan seperti ini, ini kan tindakan yang menjadi tanda tanya untuk semua masyarakat, bagaimana kewibawaan seorang pemimpin begitu,” kata Kalla, di Jakarta, seperti dikutip Antara (16/11/2017).
Menurut Kalla, tindakan Setya Novanto yang tidak memenuhi panggilan KPK, bahkan menghilang saat mau dijemput paksa memberikan dampak negatif terhadap partai berlambang pohon beringin itu. Karena itu, Kalla mengimbau agar Partai Golkar tetap solid dan mendorong agar Novanto taat pada hukum agar mengembalikan kepercayaan publik pada Golkar.
“Kalau lari-lari begini bagaimana dia bisa dipercaya kan,” kata Jusuf Kalla menambahkan.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Umum DPP Partai Golkar 2009-2014, Aburizal Bakrie. Pria kelahiran Jakarta, 15 November 1946 ini menyarankan agar Setya Novanto mengikuti proses hukum terkait upaya penangkapan Ketua DPR itu oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
“Serahkan pada hukum saja,” kata Ical, sapaan akrab Aburizal saat tiba di gedung KPK, Jakarta, Kamis. Namun, Ical tidak memberikan keterangan lebih lanjut terkait kedatangannya kali ini dan langsung masuk ke gedung KPK.
Baca juga:
- Polri Tak Mau Ikut Campur Soal Pencarian Setya Novanto
- Setya Novanto "Hilang": Kronologi Lima Jam Upaya KPK Jemput Paksa
Ahmad Doli Kurnia menilai, langkah komisi antirasuah menjemput paksa Ketua DPR Setya Novanto di kediamannya sudah tepat, lantaran politikus Golkar yang dikenal “licin” itu sudah empat kali mangkir, baik sebagai saksi untuk tersangka kasus korupsi e-KTP, Anang Sugiana Sudiharjo (ASS), maupun pemanggilan perdana dirinya sebagai tersangka pada Rabu kemarin.
“Saya kira langkah yang ditempuh KPK untuk mendatangkan penyidik ke rumah SN untuk menjemput paksa SN sudah tepat. Selama ini KPK sudah cukup sabar dan berusaha sangat bijak menyikapi perlawanan yang dilakukan SN,” kata Doli, di Jakarta, seperti dikutip Antara, Kamis (16/11/2017).
Baca juga:Setya Novanto Kembali Ajukan Praperadilan
Sebelumnya, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengakui, kedatangan penyidik ke rumah Setya Novanto untuk membujuknya agar menyerahkan diri. “Secara persuasif kami imbau SN dapat menyerahkan diri," kata Febri kepada Tirto, Kamis dini hari.
Langkah ini, kata Febri, sengaja ditempuh karena Setya Novanto sudah beberapa kali absen dari panggilan KPK, baik diperiksa sebagai saksi maupun statusnya sebagai tersangka. Padahal, menurut Febri, keterangan Setya Novanto sangat dibutuhkan dalam pengusutan korupsi e-KTP yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun tersebut.
Sebagai informasi, KPK sudah memanggil Setya Novanto sebanyak 11 kali dalam proses penyidikan. Terkini, KPK memanggil Novanto dengan kapasitas sebagai tersangka, Rabu kemarin. Sayangnya, mantan Ketua Fraksi Golkar di DPR itu mangkir dalam empat kali pemeriksaan terakhir, baik sebagai saksi maupun tersangka.
Meski menghilang saat akan dijemput KPK, tetapi Setya Novanto melalui kuasa hukumnya tetap mengajukan praperadilan atas penangkapannya sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz