tirto.id - Anggota Komisi III DPR RI, Hasbiallah Ilyas, mengklarifikasi pernyataannya yang mengusulkan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelepon pejabat terkait terlebih dahulu bila ingin melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Ia menegaskan ungkapan tersebut sebagai guyonan. Pria yang juga Politikus PKB ini menegaskan dukungannya dalam pelaksanaan OTT, tetapi tetap mendorong KPK mengedepankan pencegahan daripada penindakan.
Usulan Hasbiallah tentang KPK perlu telpon yang di-OTT itu disampaikan saat uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) calon pimpinan KPK di DPR RI, beberapa waktu lalu.
"Maksud saya, yang saya sampaikan tujuan saya primadonanya itu adalah pencegahan, bukan berarti kita tidak mau (OTT), bukan berarti kita tidak setuju dengan tangkap tangan. Saya setuju, di awal saya bilang setuju," kata Hasbiallah saat dikonfirmasi lewat aplikasi perpesanan, Senin (25/11/2024).
Sebelumnya, Hasbiallah mengaku sepakat dengan penilaian Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan bahwa OTT KPK adalah cara kampungan. Menurut dia, OTT KPK hanya merugikan uang negara. Hasbi meminta calon Dewan Pengawas KPK melakukan langkah ekstrem dengan menghubungi target seperti pejabat negara yang akan di OTT agar tidak melakukan korupsi. Hasbi pun ingin OTT ditiadakan.
"Kita telepon, 'hai bapak jangan melakukan korupsi, melakukan korupsi anda saya tangkap'. Kan selesai, tidak ada uang negara yang dirugikan," tutur Hasbi.
Pernyataan Hasbialah merespon rencana salah satu calon pimpinan KPK saat itu, Johanis Tanak yang ingin menghapus operasi tangkap tangan (OTT) bila terpilih sebagai Ketua KPK saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test Capim KPK di ruangan Komisi III DPR RI, Kompleks Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2024).
Menurut Tanak, terminologi OTT tak tepat. Operasi, kata dia, merujuk KBBI adalah orang yang akan melakukan operasi layaknya dokter. Sementara pengertian tertangkap tangan, tambahnya, menurut KUHAP adalah “suatu peristiwa yang dilakukan seketika tanpa melalui proses perencanaan”.
Ia mengatakan selama dirinya menjadi pimpinan KPK hanya mengikuti tradisi yang sudah berjalan di tubuh internal lembaga antirasuah itu. Maka itu, ia memandang OTT yang diterapkan KPK saat ini tidak tepat. "Seperti saya katakan, kita itu menjalankan peraturan perundangan. Bukan berdasar logika," ujarnya.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Andrian Pratama Taher