Menuju konten utama

Pesona Koridor Gatsu Solo Tawarkan Hasil Karya Seniman Kriya

Kini Koridor Gatsu dipenuhi dengan seniman kriya lokal untuk memperlihatkan hasil karyanya.

Pesona Koridor Gatsu Solo Tawarkan Hasil Karya Seniman Kriya
Pesona Koridor Gatsu, Malioboro-nya Kota Solo yang Tawarkan Ratusan Hasil Karya Seniman Kriya. (FOTO/Febri Nugroho)

tirto.id - Menikmati keindahan setiap sudut Kota Surakarta atau lebih dikenal sebagai Solo memang bisa dengan berbagai cara. Terlebih sekarang banyak spot-spot wisata ataupun sekadar menikmati kota yang hanya berpenduduk tak sampai 600 ribu jiwa tersebut.

Selain dikenal sebagai kota seribu makanan lezat, kini Solo mulai mencoba menambah imej baru dengan pembangunan banyak tempat sebagai spot wisata. Salah satunya adalah Koridor Gatot Subroto (Gatsu) yang kini disandingkan dengan spot wisata legendaris dari Kota Yogyakarta, yakni Jalan Malioboro.

Tak hanya menyajikan spot-spot menarik untuk sekadar berswafoto di depan deretan toko yang dihiasi lukisan karya seniman lokal. Koridor Gatsu ketika malam, terutama pada akhir pekan maupun hari libur, kini juga dipenuhi ratusan pelaku UMKM kriya.

Kontributor Tirto menemui salah satu pengunjung Koridor Gatsu, Dita (27). Meski asli dari Kota Solo, tapi ia cukup takjub dengan perubahan Koridor Gatsu.

“Sudah hampir 2 tahun saya merantau, ternyata Solo sekarang punya Malioboro. Dulu setahuku cuma temboknya digambari kaya lukisan wajah Bu Susi Pudjiastuti yang memakai kostum wonder woman. Ternyata sekarang sudah ada penjual pernak-pernik hasil karya warga Solo dan sekitarnya. Harganya murah-murah juga. Ini saya beli cincin dari tembaga dan batu akik dari salah satu seniman,” ujar Dita sambil menunjukkan cincinnya.

Tak hanya masyarakat lokal yang terkesan dengan wajah baru Koridor Gatsu. Wisatawan luar kota pun mencoba menikmati keindahan Koridor Gatsu di malam hari.

Koridor Gatsu Kota Solo

Pengunjung menikmati Pesona Koridor Gatsu, Malioboro-nya Kota Solo yang Tawarkan Ratusan Hasil Karya Seniman Kriya. (FOTO/Febri Nugroho)

Berawal dari Vandalisme hingga Dijadikan Kanvas Jumbo Seniman Jalanan

Siapa sangka, Koridor Gatsu yang kini dikenal sebagai Malioboro-nya Solo itu tercetus lantaran keprihatinan dengan kondisi deretan ruko di sepanjang jalan tersebut beberapa tahun lalu.

Sebelum tahun 2017, jalan Gatot Subroto di wilayah Kelurahan Kemlayan, Kecamatan Serengan, Kota Surakarta hanyalah kompleks pertokoan semata.

Ketika malam menjelang, saat toko-toko kain dan kebutuhan rumah tanggal lainnya tutup. Jalan yang kini dikenal sebagai Koridor Gatot Subroto atau Gatsu tak jarang dipenuhi gelandangan untuk tidur di emperan toko.

Kala itu tak jarang area sepanjang jalan Gatsu juga dijadikan arena vandalisme bagi pihak yang tak bertanggung jawab.

Bermula dari keprihatinan itu, pemerintah kota (pemkot) kala itu mencoba memecahkan permasalahan yang ada di koridor Gatsu hingga tercetuslah ide untuk melukis setiap tembok di sepanjang koridor Gatsu dengan sejumlah lukisan dari seniman-seniman lokal.

Koridor Gatsu Kota Solo

Pengunjung menikmati Pesona Koridor Gatsu, Malioboro-nya Kota Solo yang Tawarkan Ratusan Hasil Karya Seniman Kriya. (FOTO/Febri Nugroho)

Kepala Bidang Destinasi dan Pemasaran Wisata Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Solo, Gembong Hadiwibowo, menuturkan awalnya Pemkot Surakarta hanya ingin mengubah wajah Koridor Gatsu agar tak nampak terbengkalai dengan banyaknya coretan pelaku vandalisme di sana.

Dengan anggaran yang minim dan kolaborasi bersama seniman lokal, akhirnya upaya mempercantik Koridor Gatsu bisa terlaksana.

“Awalnya itu 2017, pemerintah kala itu prihatin dengan kondisi ruko sepanjang jalan Gatot Subroto yang sering dijadikan arena vandalisme. Akhirnya tercetus kegiatan yang namanya Solo is Solo yaitu kegiatan mural di sepanjang jalan," ujar Gembong.

Di tahun yang sama, geliat kesenian mulai dimunculkan di Koridor Gatsu untuk memperkenalkan wajah baru lokasi yang seluruh dengan pintu masuk Pura Mangkunegaran tersebut.

Upaya memperkenalkan Koridor Gatsu itu ternyata membuahkan hasil dengan adanya pentas-pentas seni yang berkelanjutan di Koridor Gatsu.

Hingga pada 2022, pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR memberi sentuhan tambahan di Koridor Gatsu dengan revitalisasi.

Koridor Gatsu Kota Solo

Pengunjung menikmati Pesona Koridor Gatsu, Malioboro-nya Kota Solo yang Tawarkan Ratusan Hasil Karya Seniman Kriya. (FOTO/Febri Nugroho)

Ada Memori Kolektif Hidup Mati Seniman

Kami menemui pencetus kelompok seniman mural Solo is Solo, Irul Hidayat (41). Warga Solo itu menceritakan bagaimana perjalanan Koridor Gatsu dari hanya sentra ruko hingga menjadi seindah saat ini.

Masih lekat di benak Irul di tahun 90-an, saat belum marak mal-mal dibangun di kota Solo. Koridor Gatsu menjadi salah satu tempat nongkrong anak-anak muda Kota Bengawan.

Hal itu tak lain karena keberadaan Plaza Matahari Singosaren yang menjadi sentra fashion kala itu membuat Koridor Gatsu menarik perhatian anak-anak muda kala itu.

“Koridor Gatsu ini dulunya adalah ruang yang menjadi pusat tren anak muda di tahun 90-an tapi kemudian sempat mati cukup lama karena setelah peristiwa '98 ini mulai bergeser," ujar Irul saat ditemui di kantor Solo is Solo.

Kala itu, secercah harapan muncul bagi Irul untuk bisa mengembalikan memori kolektif masa lalu Koridor Gatsu sebagai pusat urban culture anak muda. Pada 2017, gagasan melukis dinding-dinding ruko di sepanjang jalan tersebut melalui program Solo is Solo disambut oleh Pemkot Solo.

“Program mural yang pertama kali dilaksanakan di 2017 itu seketika menjadikan daya tarik anak-anak muda untuk kembali ke sini merespons karya-karya mural tersebut dan berekspresi dalam berbagai bentuk kreativitas performatif seperti selfie-selfie dan lain-lain," kata Irul.

Mulai 2017 dan tahun-tahun berikutnya, Koridor Gatsu kembali meriah dengan banyaknya kegiatan kesenian yang digelar di sana. Namun, apa yang ada di Koridor Gatsu tersebut dirasakan oleh Irul masih kurang greget lantaran sebagai seniman, ia tahu betul perjalanan sejarah Koridor Gatsu dan kesenian tidak bisa dilepaskan.

Sebagai seniman, Irul sedikit banyak paham mengenai sejarah seni di Kota Solo. Ia pun menuturkan bahwa seni dan Koridor Gatsu tidak bisa dilepaskan begitu saja terutama wilayah Kelurahan Kemlayan.

Seniman-seniman hebat masa lalu hidup dan memperkenalkan seninya di sepanjang jalan tersebut. Seperti nama-nama seniman kondang Gesang, sang maestro keroncong.

Ada pula Sardono W Kusumo, penari legendaris yang bertempat tinggal di sekitar Koridor Gatsu.

Koridor Gatsu Kota Solo

Irul Hidayat (41) warga Solo pencetus Kelompok seniman mural Solo is Solo. (FOTO/Febri Nugroho)

Saat bertemu sejarawan Heri Priyatmoko, Irul juga mendapat cerita bahwa di Koridor Gatsu pada tahun 1930-an berdiri aula kesenian yang dibangun oleh orang Jawa pertama kalinya, yakni Societet Habipraya.

Meski menjadi gedung pertemuan priyayi keraton, namun Societeit Habipraya juga pernah disulap menjadi gedung kesenian kala itu.

Memori kolektif mengenai perjalanan seni di Kota Solo dengan Koridor Gatsu itu menjadikan Irul ingin kembali menghidupkannya di abad ke-21 ini.

Oleh karena itu, dengan motor Solo is Solo, Irul mencoba kembali menghidupkan geliat kesenian di kota Solo dengan mengumpulkan pelaku seni kriya di Koridor Gatsu.

Berawal pada 2023, Irul akhirnya bisa menghidupkan kenangan masa lalu di Koridor Gatsu dengan menggelar Solo Art Market di sepanjang jalan tersebut.

“Di momen itu usai revitalisasi, Solo is Solo kembali berkesempatan berkolaborasi dengan Pemkot Solo dan warga Kemlayan untuk merevitalisasi mural dan setelah itu kita geber dengan mengadakan program reguler berupa street art market dan performing art di akhir pekan," kata dia.

Kini Koridor Gatsu dipenuhi dengan seniman kriya lokal untuk memperlihatkan hasil karyanya sekaligus bisa menjualnya jika ada pengunjung yang berminat.

“Dari skala kecil ya awalnya hanya belasan sampai sekarang mencapai 250 tenant,” kata dia.

Baca juga artikel terkait PARIWISATA atau tulisan lainnya dari Febri Nugroho

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Febri Nugroho
Penulis: Febri Nugroho
Editor: Abdul Aziz