Menuju konten utama

Perbedaan Perspektif Emik dan Etik dalam Antropologi

Perbedaan perspektif emik dan etik dalam antropologi bisa dilihat dari hasil kajiannya. Simak penjelasan lengkapnya berikut ini.

Perbedaan Perspektif Emik dan Etik dalam Antropologi
kesenian ondel-ondel berkeliling saat lebaran pendekar betawi di bundaran hotel indonesia, jakarta, minggu (7/8). lebaran pendekar betawi dihadiri ratusan pendekar dari berbagai padepokan silat di wilayah jabodetabek. antara foto/puspa perwitasari/ama/16

tirto.id - Perbedaan perspektif emik dan etik dalam antropologi salah satunya terlihat dari hasil kajiannya.

Kajian antropologi dengan perspektif amik akan memperoleh hasil dengan sudut pandang masyarakat yang dikaji. Sementara itu, perspektif etik membuat antropolog bisa merumuskan hasil kajian dengan kacamata sebagai orang luar.

Pada dasarnya, perspektif emik dan etik digunakan sebagai solusi atas dilema para antropolog, yang sulit menentukan sudut pandang saat mengkaji perilaku masyarakat. Dengan begitu, manfaat antropologi bisa diperoleh.

Dua perspektif itu mulai populer sejak awal abad ke-20. Emik dan etik merupakan dua sudut pandang yang digunakan pengamat untuk menggambarkan perilaku manusia atau kebudayaan.

Konsep Emik dalam Antropologi

Perspektif emik adalah cara melukiskan suatu kebudayaan berdasarkan sudut pandang masyarakat yang dikaji.

Pengertian emik tersebut selaras dengan penjelasan Achmad Fedyani Saifuddin dalam buku Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma (2005). Menurutnya, perspektif emik merupakan sudut pandang yang berasal dari objek kajian yakni masyarakat atau penduduk asli (native’s point of view).

Maka dari itu, wajar apabila suatu kebudayaan yang dikaji dengan perspektif emik menghasilkan temuan bersifat khas-budaya (culture specific). Hasil penelitiannya juga berbeda antara konteks budaya yang satu dengan yang lain.

Konsep emik dalam antropologi dianggap berhasil apabila kajian itu mampu mengungkap pernyataan-pernyataan warga setempat sebagai sesuatu yang nyata, bermakna, dan sesuai dengan perspektif mereka.

Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya, antropolog harus bersepakat dengan para informan atau penduduk asli. Hal itu akan membuat hasil kajian yang disampaikan sesuai dengan perspektif dan karakteristik budaya mereka. Pengetahuan emik dapat diperoleh melalui beberapa metode pengumpulan data seperti wawancara dan observasi.

Metode penelitian dengan perspektif emik biasanya dilakukan dengan membenamkan diri dalam masyarakat yang ditelitinya.

Contoh perspektif emik dalam antropologi bisa dilihat dari penelitian yang dilakukan Malinowski di Pulau Trobriand. Tujuan kajian itu adalah menggambarkan kebudayaan masyarakat Trobriand dengan sudut pandang penduduk asli.

Malinowski menetap dan tinggal di pulau itu bersama pribumi selama sekira empat tahun (1915-1918). Berkat itu, ia bisa menguasai bahasa asli, menjalani persahabatan, mengetahui karakteristik budaya Kula. Misalnya, budaya tukar-menukar hadiah yang dilakukan suku Trobriand dengan suku bangsa lain di pulau terdekat.

Konsep Etik dalam Antropologi

Konsep etik dalam antropologi adalah pendekatan atau cara memahami dan melukiskan suatu kebudayaan berdasarkan sudut pandang peneliti (scientist’s point of view). Perspektif etik lebih mewakili penjelasan, deskripsi, dan analisis pengamat sebagai orang luar.

Hasil kajian dengan perspektif etik cenderung bersifat universal atau sama pada berbagai konteks budaya. Perspektif ini juga tidak tergantung pada acuan khusus yang bersifat lokal sehingga hasilnya dapat digeneralisasi.

Deskripsi kajian antropologi dengan perspektif etik dapat dilakukan secara independen. Artinya, deskripsi etik dikembangkan oleh antropolog dengan hasil yang sama setelah dilakukan validasi.

Contoh perspektif etik adalah studi yang berkaitan dengan perbandingan antar-bidang terhadap variabel tertentu. Misalnya, penelitian terkait dampak menjamurnya tayangan drama asing di Indonesia.

Perbedaan Emik dan Etik dalam Antropologi

Perbedaan emik dan etik dalam antropologi salah satunya bisa dilihat dari hasil kajiannya. Kendati memiliki beberapa perbedaan, sebagian antropolog mengatakan pendekatan emik dan etik tidak harus dipisahkan.

Pendekatan emik tepat untuk penelitian eksplorasi, sementara pendekatan etik berguna menguji hipotesis. Namun, kedua perspektif ini bisa saling berkaitan. Pengetahuan emik kerap menjadi sumber inspirasi bagi hipotesis etik.

Dikutip dari buku Antropologi (2021) tulisan Okta Hadi Nurcahyono, berikut ini perbedaan emik dan etik dalam antropologi:

PerbedaanEmikEtik
Mendefinisikan Asumsi dan Tujuan
  • Perilaku digambarkan dari perspektif pelaku atau pemilik kebudayaan, yang dikonstruksi dari pemahaman mereka sendiri.
  • Menjelaskan sistem budaya sebagai suatu kesatuan kerja.
  • Perilaku digambarkan dari sudut pandangan orang luar (peneliti), lalu mengonstruksi kebudayaan tersebut dengan kebudayaan lain.
  • Menjelaskan dengan cara memasukkan variabel budaya ke dalam model sebab-akibat yang bersifat universal dari perilaku tertentu.
Ciri Khas Metode
  • Pengamatan yang direkam secara kaya dalam bentuk kualitatif dan menghindari pemaksaan konstruksi makna oleh peneliti.
  • Pengamatan jangka panjang dan luas dari beberapa aspek yang dikaji.
  • Berfokus pada aspek eksternal yang dapat dinilai dengan prosedur di situs atau setting budaya yang berbeda.
  • Singkatnya, observasi terbatas hanya pada satu aspek sosial.
Contoh Tipe Studi
  • Kerja lapangan etnografi, observasi partisipan bersama dengan wawancara.
  • Konten analisis dengan teks yang berdasarkan pemikiran masyarakat atau penduduk asli.
  • Survei perbandingan antar bidang terhadap variabel yang dikaji.
  • Eksperimen komparatif atau perbandingan budaya untuk menilai variasi dampak budaya tertentu.

Baca juga artikel terkait ANTROPOLOGI atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Fadli Nasrudin