tirto.id - Secara etimologi atau kebahasaan, antropologi berasal dari kata anthropos, dan logos. Anthropos berarti manusia, dan logos bermakna ilmu pengetahuan.
Sedangkan definisi resminya, mengutip laman FIB UGM, Antropologi adalah ilmu yang mempelajari segala macam seluk beluk, unsur-unsur, dan kebudayaan yang dihasilkan di kehidupan manusia.
Sementara Koentjaraningrat, sosok yang kerap dianggap sebagai bapak Antropologi Indonesia, mendefinisikan Antropologi sebagai ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mengamati aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkannya.
Karena itu, seorang antropolog perlu mempunyai pandangan luas, bersikap terbuka, dapat melihat, mendengar, dan meraba keadaan lingkungan yang ditemuinya, serta cermat dalam mengamati.
Sebenarnya, banyak disiplin ilmu yang mengkaji tentang manusia, dengan sudut pandang dan perspektif analisis yang khas. Antropologi adalah salah satunya.
Profesor I Gede A. B. Wiranata, dalam buku Antropologi Budaya (2011), menjelaskan Antropologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari manusia sebagai makhluk masyarakat. Maka itu, perhatian Antropologi ditujukan pada sifat khusus badani, cara produksi, tradisi, dan nilai-nilai yang membuat pergaulan hidup satu masyarakat berbeda dari yang lainnya (Hlm. 3-4).
Adapun yang membedakan Antropologi dengan disiplin ilmu lain yang juga membahas tentang manusia, adalah fokus kajiannya. Antropologi, secara khusus, mengkaji manusia dari sudut keanekawarnaannya, baik dari segi warna fisik (tubuh), perilaku, maupun cara berpikirnya.
Bahkan, masih mengutip penjelasan Wiranata di bukunya, Antropologi memandang persoalan manusia sebagai makhluk biologis dan makhluk sosial secara holistik dan integral (menyeluruh), alias tidak secara terpisah.
Ruang lingkup kajian Antropologi juga sangat luas: terbentang dari ekonomi masyarakat, agama dan keyakinan, politik dan pemerintahan, fisik manusia, kesehatan, perkembangan teknologi dan masih banyak lainnya.
Meskipun begitu, disiplin ini setidaknya dibedakan dalam 2 sub-kajian. Pertama ialah Antropologi Fisik yang mempelajari manusia dari sudut keanekawarnaan tubuhnya, sehingga kerap juga disebut Antropo-biologi. Antropologi fisik terbagi lagi menjadi paleoantropologi dan antropologi ragawi.
Adapun yang kedua adalah Antropologi Budaya yang mempelajari manusia dari sudut pandang keberagaman perilaku serta cara berpikirnya. Antropologi budaya juga terbagi lagi menjadi prehistori, etnolinguistik, dan etnologi.
Selama ini, sebagian nama-nama antropolog yang karyanya telah dibaca secara luas di Indonesia adalah Clifford Geertz, Malinowski, Radcliffe-Brown, Marvin Harris, Levi-Strauss, Koentjaraningrat, Masri Singarimbun dan lain sebagainya.
Konsep-konsep Dasar dalam Antropologi
Ilmu antropologi, memandang manusia sebagai sesuatu yang kompleks. Maka, Antropologi melihat manusia dari banyak aspek, mencakup fisik, emosi, sosial, hingga kebudayaan.
Dilansir dari modulPengantar Antropologi terbitan UT, Antropologi sering disebut pula sebagai ilmu tentang manusia, dan kebudayaan. Selain itu, ada sejumlah konsep dasar dalam Antropologi yang perlu dipahami bagi mereka yang mulai menekuni studi ini.
Konsep-konsep dasar dalam Antropologi sebagaimana dikutip dari modulKonsep Dasar Antropologi terbitan UPI, adalah sebagai berikut.
1. Kebudayaan
Dalam bahasa latin, kebudayaan disebut dengan cultura yang berarti: berkembang dan tumbuh. Kebudayaan mengacu pada kumpulan pengetahuan yang secara sosial diwariskan dari satu generasi, ke generasi berikutnya.
2. Evolusi
Evolusi merupakan sebuah transformasi yang berlangsung secara bertahap.
3. Cultur area (daerah budaya)
Suatu daerah budaya merupakan, daerah geografis yang memiliki sejumlah ciri-ciri budaya, dan kompleksitas lain yang dimilikinya.
4. Enkulturasi
Enkulturasi merupakan sebuah sikap memahami proses kebudayaan sendiri, maupun kebudayaan orang lain.
5. Difusi
Difusi merupakan proses penyebaran unsur-unsur secara meluas, sehingga melewati batas tempat di mana kebudayaan itu muncul.
6. Akulturasi
Akulturasi merupakan proses ataupun saling mempengaruhi dari satu kebudayaan asing yang berbeda sifatnya. Lambat laun unsur-unsur kebudayaan yang ada, diakomodasikan ke kebudayaan itu sendiri. Akan tetapi, masih memegang unsur kebudayaan aslinya.
7. Etnosentrisme
Etnosentrisme berarti penilaian terhadap kebudayaan lain atas dasar nilai, dan standar budaya sendiri. Pemahaman seperti ini, dapat menghambat komunikasi antar-budaya.
8. Tradisi
Tradisi merupakan pola perilaku yang dilakukan berulang kali oleh sekelompok orang. Lama kelamaan pola perilaku tersebut, menjadi sebuah tradisi.
9. Ras dan etnik
Ras merupakan sekelompok orang yang memiliki beberapa kesamaan berdasarkan aspek fisik yang disebabkan karena adanya faktor keturunan.
10. Stereotip
Menurut Fred E. Jandt, dalam bukunya yang berjudul Intercultural Communication: An Introduction bahwa stereotip merupakan salah satu penghambat terjadinya komunikasi antarbudaya. Stereotip adalah persepsi terhadap seseorang berdasarkan kelompok mana orang itu dikategorikan atau berdasarkan keyakinan tertentu.
11. Kekerabatan
Menurut Malinowski, keluarga atau kekerabatan merupakan suatu institusi domestik yang bergantung pada afeksi. Selain itu, konsep kekerabatan juga ingin menegaskan bahwa tujuan dari keluarga adalah membesarkan anak.
12. Magis
Menurut antropolog J.G Frazer, dalam karyanya yang berjudul Golden Bough, magis berarti penerapan yang salah dalam dunia materiil. Dunia materiil ini mendukung adanya pemikiran terkait dunia yang semu.
13. Tabu
Dalam ilmu antropologi, tabu berarti terlarang. Dalam hal ini, contoh tabu adalah bersentuhan dengan kepala suku.
14. Perkawinan
Secara umum, konsep perkawinan mengacu pada konsep formal pemaduan hubungan 2 individu yang berbeda jenis dan dilakukan secara seremonial-simbolis, serta semakin dikaraterisasi oleh adanya kesederajatan, kerukunan, dan kebersamaan dalam hidup berpasangan.
Di sebagian besar tradisi, perkawinan juga dimaknai sebagai proses institusi sosial dan wahana untuk mengembangkan keturunan.
Penulis: Ega Krisnawati
Editor: Addi M Idhom