tirto.id - Perayaan satsang di Hathras, Uttar Pradesh, India pada Selasa (2/7/2024), berubah menjadi tragedi mengerikan. Sebanyak 121 orang dikabarkan tewas akibat kepanikan dan berdesak-desakan di perayaan tradisional keagamaan itu.
Video detik-detik insiden satsang itu beredar di media sosial dan menjadi viral. Video itu menampilkan adegan kerumunan massa yang panik dan berlarian. Akibatnya, banyak orang yang berjatuhan dan terjadi desak-desakan hingga terinjak-injak.
Usai tragedi mengerikan itu, sejumlah orang tampak dibaringkan di tanah dan sekumpulan perempuan terlihat menangis. Pihak berwenang dan mobil ambulans pun juga terlihat berdatangan di lokasi tersebut menangani korban yang terluka.
Menanggapi tragedi tersebut, Perdana Menteri (PM) Narendra Modi mengatakan bahwa pemerintah federal akan memberikan bantuan untuk korban luka dan tewas.
Kompensasi yang akan diberikan oleh pemerintah adalah sebesar 200 ribu rupe atau sekitar Rp39,3 juta kepada keluarga korban tewas. Sementara itu, korban luka-luka akan diberi kompensasi sekitar Rp9,8 juta.
Menurut Laporan Pertama Informasi (FIR), pemerintah India juga berjanji untuk membentuk komite khusus untuk menyelidiki tragedi di Hathras. Komite ini dipimpin Direktur Jenderal Tambahan Kepolisian Agra dan Komisaris Aligarh.
Penyebab Insiden Satsang dan Kronologinya
Insiden Satsang terjadi di sebuah lapangan padi yang menjadi tempat acara keagamaan, distrik Hathras, Uttar Pradesh, India Utara. Lokasi ini berjarak sekitar 200 km (125 mil) tenggara ibu kota, New Delhi.
Acara satsang, dipimpin oleh Bhole Baba alias Nariyan Saakar Hari. Ia adalah guru spiritual yang mendaku dirinya sebagai dewa dan memiliki banyak pengikut.
Dilansir dari Al Jazeera, para ahli mengatakan bahwa penyebab insiden di satsang di Hathras adalah karena persiapan yang buruk dari penyelenggara dan pihak berwenang.
Dr. AP Pradeepkumar, profesor dari departemen Geologi di Universitas Kerala, mengatakan bahwa Pasukan Tanggap Bencana Nasional di India tak memiliki cukup orang untuk mengendalikan kerumuman.
Pradeepkumar juga menyoroti adanya faktor kurangnya perencanaan dan koordinasi yang detail. Ditambah fasilitas yang terbatas, masalah anggaran, dan bahkan tekanan sosial dan religius untuk mengadakan acara keagamaan memperburuk situasi.
Faktanya, polisi hanya mengizinkan 80.000 orang masuk ke tempat acara. Namun, total pengunjung ternyata mencapai sekitar 250.000 orang. Selain itu, acara yang diadakan di tenda darutat pun tidak memiliki banyak rute keluar.
"Acara diadakan di tenda darurat tanpa memastikan banyak rute keluar. Biasanya, harus ada delapan hingga sepuluh pintu keluar yang ditandai dengan baik yang mengarah ke area terbuka," kata Sanjay Srivastava, seorang ahli manajemen bencana.
Masih dikutip dari Al Jazeera, kronologi insiden ini bermula dari jumlah pengunjung yang melebihi batas dan berkumpul di tenda darurat yang didirikan di atas tanah lumpur. Kekacauan mulai terjadi ketika Bhole Baba turun dari panggung dan keluar dari tenda untuk menuju mobilnya.
Pasalnya, puluhan orang turut bergegas keluar mengikuti Bhole Baba sehingga memicu kepanikan dan desak-desakan. Bersamaan dengan ini, banyak orang mulai terinjak-injak ketika mereka mencoba keluar dari tenda melalui satu pintu keluar.
Desak-desakan tak terelakkan, akibatnya banyak yang tergelincir dan terjatuh di ladang berlumpur. Beberapa orang terinjak-injak sampai kesulitan bernapas dan meninggal dunia.
Data terbaru yang dirilis pemerintah India menyebut bahwa insiden ini mengakibatkan 121 orang tewas dan 80 orang terluka. Sebagian besar korban adalah perempuan.
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Yonada Nancy & Dipna Videlia Putsanra