Menuju konten utama
Pendidikan Agama Islam

Pengertian Pernikahan dalam Islam, Hukum, dan Tujuannya

Membahas pengertian pernikahan dalam Islam, beserta hukum hingga tujuannya

Pengertian Pernikahan dalam Islam, Hukum, dan Tujuannya
Ilustrasi ijab kabul saat menikah. ANTARA FOTO/Syaiful Arif/hp.

tirto.id - Pengertian pernikahan dalam Islam memiliki titit temu di antara para ulama mazhab. Setiap pasangan bisa mendapatkan kesenangan satu dengan lainnya dengan jalan halal. Apa itu pernikahan, hukum, hingga tujuannya?

Pernikahan menjadi salah satu fase kehidupan seorang muslim menemukan pasangan hidup. Menikah akan menyempurnakan separuh agamanya.

Dari mahligai rumah tangga, pelbagai amalan yang sebelumnya diharamkan sebelum terikat menjadi suami istri, menjadi halal dan tercatat sebagai bentuk ibadah.

Dari hadis Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

"Siapa yang diberi karunia oleh Allah seorang istri yang salihah, berarti Allah telah menolongnya untuk menyempurnakan setengah agamanya. Karena itu, bertaqwalah kepada Allah setengah sisanya," (H.R. Baihaqi).

Pengertian Pernikahan dalam Islam & Menurut Ahli Ulama

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),kata "nikah" bermakna perjanjian perkawinan antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama. Ada pun pengertian pernikahan menurut istilah agama dan pendapatan para ulama mazhab sebagai berikut:

1. Pengertian Pernikahan dalam Islam

Nikah menurut bahasa adalah al-jam'u atau al-damu yang berarti "kumpul". Ada pun pengertian nikah secara syara' atau istilah yaitu akad serah terima antara laki-laki dan perempuan yang dilakukan untuk tujuan saling memuaskan satu dengan lainnya.

Keduanya membentuk sebuah keluarga. Harapan yang ingin dicapai yaitu sakinah, mawaddah, warahmah, lalu menjadi bagian dalam masyarakat yang sejahtera.

Dalil pernikahan dalam islam tergambar dalam firman Allah subhanahu wa ta'ala dalam Al- Qur'an pada surah Ar-Rum ayat 21:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram bersamanya. Dan Dia [juga] telah menjadikan di antaramu [suami, istri] rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir,” (Ar-Rum [30]: 21).

2. Pengertian Pernikahan Menurut Ahli Ulama

Pengertian pernikahan dari para ulama empat mazhab tidak lepas dari unsur akad dan mendapatkan kenikmatan dari aktivitas ibadah tersebut. Yusuf A-Duraiwsy dalam "Nikah Sirih Mut'ah dan Kontrak" (Darul Haq, 2020), menyebutkan makna pernikahan sebagai berikut dari para ulama mazhab:

a. Menurut mazhab Hanafi

Pengertian pernikahan dalam Islam menurut mazhab Hanafi yaitu perjanjian yang diadakan untuk tujuan memperoleh kenikmatan dari wanita dengan disengaja.

b. Menurut mazhab Hanafi

Para ulama mazhab Hanafi mengartikan pernikahan adalah sebuah akad perjanjian yang bertujuan meraih kenikmatan dengan wanita yang bukah mahram bagi si laki-laki dalam pernikahan tersebut, dan dilakukan melalui sebuah ikrar.

c. Menurut mazhab Syafi'i

Pengertian pernikahan dalam Islam dalam mazhab Syafi'i bermakna sebuah akad perjanjian yang mengandung unsur dibolehkannya persetubuhan, dan proses akadnya memakai lafaz ankahtuka atau tazawwajtuka. Lafaz ankahtuka yakni "aku menikahkanmu fulan dengan fulanah", lalu lafaz tazawwajtuka seperti "aku mengawinkan engkau fulan dengan fulanah."

d. Menurut mazhab Hambali

Pernikahan menurut mazhab Hambali yaitu sebuah perjanjian yang didalamnya memiliki lafaz nikah atau tazwij.

Melalui beberapa pengertian pernikahan dari ulama empat mazhab, diketahui sebuah pernikahan memiliki dampak pada kehalalan untuk seorang laki-laki dan perempuan mendapatkan kenikmatan dari pasangannya. Kenikmatan tersebut berupa persetubuhan di antara mereka. Sebelum kenikmatan diperoleh, kedua pihak harus melakukan ikrar tertentu yang diajarkan sesuai ajaran agama.

menikah.

Hukum Menikah dalam Islam

Dilansir dari NU Online, pada dasarnya hukum menikah adalah sunah. Artinya, siapa yang mengerjakannya mendapatkan pahala, namun tidak berdosa jika meninggalkannya.

Hal ini berdasarkan imbauan dari Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam:

“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji [kemaluan]. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa, karena puasa itu dapat membentengi dirinya,” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Kendati demikian, berdasarkan konteks dan keadaan yang dialami seorang muslim, hukum sunah tadi dapat berubah menjadi makruh. Contohnya, seseorang berkeinginan menikah, namun belum memiliki kemampuan untuk menafkahi keluarganya.

Demikian pula, hukum sunah berubah menjadi wajib jika seseorang memiliki kelapangan harta dan mampu memberikan hak dan kewajiban dalam rumah tangga, namun ia meninggalkan ibadah nikah tanpa alasan yang jelas.

Di sisi lain, apabila orang tersebut menunda menikah, ia cenderung jatuh dalam perbuatan dosa dan perzinahan. Dalam kondisi ini, seorang muslim lebih utama untuk menikah dan hukumnya menjadi wajib.

Tujuan Pernikahan dalam Islam

Pernikahan merupakan fitrah manusia yang tidak dapat diabaikan, serta termasuk hal yang penting sehingga Allah subhanahu wata’ala melalui Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam memberi banyak petunjuk dalam pelaksanaannya.

Tidak saja untuk manusia, pasangan atau jodoh juga diciptakan untuk makhluk lainnya baik itu yang hidup atau makhluk tidak hidup seperti hewan, tumbuhan, bangsa jin, siang dan malam, panas dan dingin, baik dan jahat, dll agar tercipta keseimbangan.

Dalam Al-Qur'an surah Az-Zariyat: 49 disebutkan demikian:

وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

Artinya: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” (QS. Az-Zariyat: 49).

Dalam uraian "Indahnya Membangun Mahligai Rumah Tangga" yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, disebutkan beberapa tujuan dilangsungkannya pernikahan.

Tujuan-tujuan ini berupaya untuk mengantarkan seorang muslim agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.

1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia

Pernikahan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan itu terdiri dari kebutuhan emosional, biologis, rasa saling membutuhkan, dan lain sebagainya.

Dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

"Wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Nikahilah wanita karena agamanya, maka kamu tidak akan celaka," (H.R. Bukhari dan Muslim).

2. Mendapatkan ketenangan hidup

Dengan menikah, suami atau istri dapat saling melengkapi satu sama lain. Jika merasa cocok, kedua-duanya akan memberi dukungan, baik itu dukungan morel atau materiel, penghargaan, serta kasih sayang yang akan memberikan ketenangan hidup bagi kedua pasangan.

3. Menjaga akhlak

Dengan menikah, seorang muslim akan terhindar dari dosa zina, sebagaimana sabda Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam:

“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji [kemaluan]. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa, karena shaum itu dapat membentengi dirinya,” (H.R. Bukhari dan Muslim).

4. Meningkatkan ibadah kepada Allah subhanahu wa ta'ala

Perbuatan yang sebelumnya haram sebelum menikah, usai dilangsungkan perkawinan menjadi ibadah pada suami atau istri.

Sebagai misal, berkasih sayang antara yang berbeda mahram adalah dosa, namun jika dilakukan dalam mahligai perkawinan, maka akan dicatat sebagai pahala di sisi Allah subhanahu wa ta'ala.

Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sebagai berikut:

“ ... 'Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah!'. Mendengar sabda Rasulullah para sahabat keheranan dan bertanya: 'Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala?' Nabi Muhammad SAW menjawab, 'Bagaimana menurut kalian jika mereka [para suami] bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa?' Jawab para shahabat, 'Ya, benar'. Beliau bersabda lagi, 'Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya [di tempat yang halal], mereka akan memperoleh pahala!' (H.R. Muslim).

5. Memperoleh keturunan yang saleh dan salihah

Salah satu amal yang tak habis pahalanya kendati seorang muslim sudah meninggal adalah keturunan yang saleh atau salihah.

Dengan berumah tangga, seseorang dapat mendidik generasi muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta'ala, yang merupakan tabungan pahala dan amal kebaikan yang berkepanjangan.

"Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istrimu itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?” (Q.S. An-Nahl[16]: 72).

Ada doa yang dianjurkan untuk mendapatkan jodoh dan keturunan yang baik seperti berikut:

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Artinya: “Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqon: 74).

Baca juga artikel terkait NIKAH atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dhita Koesno
Penyelaras: Yulaika Ramadhani, Ilham Choirul Anwar & Ilham Choirul Anwar