tirto.id - Pada era digital, interaksi di dunia maya semakin mudah dan cepat. Sayangnya, kemudahan ini tak lepas dari risiko munculnya ujaran kebencian atau hate speech yang bisa memicu konflik dan perpecahan.
Hate speech sering kali dianggap sepele, padahal dampaknya bisa sangat mengganggu individu terdampak, merusak hubungan sosial, dan mengancam keharmonisan masyarakat. Maka itu, pengertian hate speech perlu dipahami dengan baik agar kita bisa menghindari dan menanganinya secara bijak.
Terlebih, kebanyakan orang masih kesulitan membedakan antara hate speech dan bentuk kejahatan digital lainnya seperti cyber bullying atau perundungan siber. Kedua hal ini pada dasarnya memiliki karakteristik dan tujuan berbeda.
Untuk memahami lebih lanjut, artikel ini akan membahas lebih dalam tentang definisi hate speech, contoh, dan perbedaannya dengan cyber bullying. Pemahaman ini penting agar kita bisa lebih berhati-hati dalam berinteraksi di dunia maya dan turut menciptakan lingkungan digital yang sehat.
Pengertian dan Contoh Hate Speech
Menurut Michael Rosenfeld, dalam studi berjudul “Hate Speech in Constitutional Jurisprudence: A Comparative Analysis” (2003) yang dipublikasikan Cardozo Law, hate speech adalah ungkapan yang sengaja dibuat untuk memicu kebencian terhadap individu atau kelompok berdasarkan ras, agama, etnis, atau asal-usul kebangsaan.
Seturut Rosenfeld, ujaran kebencian melibatkan tindakan penyampaian pernyataan atau pemikiran secara publik, baik lisan maupun tertulis. Tujuan dari tindakan ini adalah menimbulkan kebencian terhadap kelompok tertentu berdasarkan perbedaan ras, agama, etnis, bahkan orientasi seksual serta identitas lainnya.
Berdasarkan pengertian hate speech tersebut, contoh hate speech di antaranya adalah rasisme. Amnesty Internasional, dalam laporannya pada 2021, menjelaskan contoh rasisme sistemik dapat dilihat di Amerika Serikat terhadap orang kulit hitam, termasuk terkait insiden kematian George Floyd.
Sementara itu, contoh rasisme di Indonesia terjadi terhadap orang Papua. Pada Agustus 2019, sekelompok organisasi masyarakat menyerang asrama mahasiswa Papua di Surabaya.
Sekelompok masyarakat di Surabaya menuduh para mahasiswa Papua telah membuang bendera ke selokan sebelum perayaan kemerdekaan. Mereka juga menghina mahasiswa tersebut dengan sebutan rasis, seperti “monyet,” “anjing,” “binatang,” dan “babi.”
Insiden Agustus 2019 itu mematik protes di berbagai kota sebagai respons terhadap tindakan diskriminatif tersebut. Ironisnya, beberapa peserta protes justru ditangkap dengan tuduhan makar.
Apakah Hate Speech Termasuk Pelanggaran Hukum?
Hate speech atau ujaran kebencian di Indonesia termasuk dalam kategori pelanggaran hukum. Hal ini diatur dalam berbagai undang-undang dan peraturan, dengan tujuan melindungi masyarakat dari tindakan yang dapat menimbulkan kebencian, diskriminasi, atau kekerasan.
Ujaran kebencian salah satunya dilarang dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2024 yang merupakan perubahan dari UU Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Regulasi tersebut melarang setiap orang untuk menyebarkan informasi yang mengandung unsur kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pelanggar ketentuan dalam Pasal 28 ayat (2) berpotensi dijatuhi hukuman sesuai dengan Pasal 45A ayat (2), yakni ancaman pidana penjara maksimal enam tahun dan/atau denda hingga Rp1 miliar.
Perbedaan Hate Speech dan Cyber Bullying
Hate speech dan cyber bullying adalah dua bentuk perilaku yang berbeda, meskipun sama-sama dapat terjadi di ruang digital.
Dilansir oleh situs web resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pengertian hate speech merujuk pada ungkapan yang bersifat diskriminatif dan merendahkan, yang dapat disampaikan dalam berbagai bentuk, seperti gambar, meme, atau simbol.
Ujaran kebencian berfokus pada identitas individu atau kelompok, termasuk faktor agama, ras, jenis kelamin, dan orientasi seksual.
Di sisi lain, menurut United Nations Children's Fund, cyber bullying adalah bentuk perundungan yang dilakukan melalui teknologi digital. Bentuk perundungan ini terjadi di media sosial, platform pesan, dan bahkan dalam permainan online.
Cyber bullying sering kali melibatkan perilaku berulang yang bertujuan menakut-nakuti, mempermalukan, atau membuat korban merasa marah.
Contoh dari cyber bullying termasuk menyebarkan kebohongan, mengirim pesan kasar, atau menggunakan akun palsu untuk meniru orang lain dan menyebarkan pesan jahat.
Meskipun hate speech dan cyber bullying dapat saling berhubungan, keduanya memiliki fokus dan tujuan yang berbeda.
Hate speech lebih terkait dengan ungkapan kebencian terhadap kelompok berdasarkan identitas tertentu, bisa terjadi di platform digital atau dunia nyata. Sementara itu, cyber bullying lebih berfokus pada perilaku merundung individu melalui platform digital.
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Fadli Nasrudin