tirto.id - Kebijakan impor garam yang dilakukan untuk memenuhi kelangkaan garam di Indonesia harus dihentikan. "Pembukaan keran impor yang terjadi sejauh ini harus dihentikan,” kata Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim di Jakarta, Sabtu (29/7/2017).
“Apalagi pemerintah kembali menargetkan produksi garam nasional sebesar 3,2 juta ton pada tahun 2017 dan peningkatan kesejahteraan petambak garam dengan dukungan APBN sebesar Rp9,2 triliun. Hal ini tertuang di dalam Nota Keuangan APBN 2017," lanjut dia dikutip dari Antara.
Abdul mengatakan kelangkaan garam dipicu sejumlah kinerja seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, serta PT Garam, yang tidak berhasil mendorong produksi garam serta meningkatkan kesejahteraan petambak garam.
Dia pun meminta pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya agar hal yang sama tidak terulang lagi.
"Agar hal serupa tidak terulang kembali, pemerintah mesti memperbaiki kinerjanya di bidang pergaraman dan lebih mengedepankan semangat gotong-royong demi tercapainya target swasembada dan meningkatnya kesejahteraan 3 juta petambak garam di Indonesia," paparnya.
Baca juga:
- Efek Domino Krisis Garam
- Korupsi dan Sengkarut Pengelolaan Garam
- Pro Kontra Impor di Tengah Krisis Garam
Menurut laporan Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan pemerintah lebih mengutamakan keran impor ketimbang melakukan penyerapan terhadap garam rakyat untuk memenuhi kebutuhan garam nasional selama 2010-2016, karena pada periode tersebut, sekitar 80 persen kebutuhan dalam negeri didatangkan dari sejumlah negara, seperti Australia, India, Jerman, Denmark, dan Singapura.
Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Amirullah Setya Hardi. Ia berharap kebijakan impor garam tidak menjadi solusi akhir dalam mengatasi kelangkaan komoditas itu di lapangan.
"Impor tidak ada masalah untuk menutup kelangkaan. Namun perlu dilanjutkan dengan solusi jangka panjang dengan mendorong nilai tambah produksi petani garam," kata Amirullah di Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Jumat (28/7).
Amirullah pun menyampaikan dua hal yang menyebabkan kelangkaan garam, yakni pasokan dan permintaan. Persoalan pasokan, perlu diperhatikan karena di antaranya menyangkut ada atau tidaknya kendala dalam memproduksi garam.
Sedangkan dari aspek permintaan, menurut Amirullah, juga perlu dipastikan apakah garam dari petani yang diminta oleh konsumen perantara betul-betul digunakan memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia, atau justru dijual ke luar wilayah yang memiliki nilai jual lebih tinggi.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto