tirto.id - Pemerintah akan menghapus kredit macet usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dari daftar perbankan nasional. Penghapusan ini nantinya bakal diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).
"Pertama tadi kita bahas mengenai restrukturisasi UMKM terkait dengan restrukturisasi UMKM ini terkait dengan kredit, termasuk penghapusbukuan atau penghapustagihan," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, di Istana Jakarta, Senin (17/7/2023).
Airlangga menuturkan, dalam Undang-Undang Nomor 10/98 tentang Perbankan, penghapusan kredit bisa dilakukan. Peraturan lainnya juga dimuat dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/2021 dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 40 tahun 2019.
"Nah tentu ada ketentuan-ketentua juga yang masuk ke dalam P2SK. UU tentang pengembangan dan penguatan sektor keuangan di mana dalam pasal 250 dan 251," ujar dia.
Adapun Pasal 250 Bab XIX UU PPSK mengatur bahwa kredit macet bank dan non-bank BUMN kepada UMKM dapat dilakukan penghapusbukuan dan penghapustagihan untuk mendukung kelancaran pemberian akses pembiayaan kepada sektor tersebut. Hapus buku tersebut dapat dilakukan dengan ketentuan telah dilakukan upaya restrukturisasi dan bank atau non-bank telah melakukan upaya penagihan secara optimal, termasuk upaya restrukturisasi, tetapi tidak berhasil.
Dalam Pasal 251, kerugian yang dialami oleh bank atau non-bank BUMN dalam melaksanakan hapus buku tersebut merupakan kerugian masing-masing perusahaan. UU PPSK juga mengatur bahwa hal itu bukan merupakan kerugian keuangan negara sepanjang dapat dibuktikan tindakan itu dilakukan berdasarkan itikad baik, ketentuan hukum yang berlaku, dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
"Direksi dalam melakukan penghapusbukuan dan/atau penghapustagihan piutang tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian yang terjadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)," demikian mengutip UU PPSK Ayat 3 Pasal 251 Bab XIX.
Lebih lanjut, dalam penghapusan ini pemerintah akan mengatur persyaratan. Nantinya tagihan utang yang macet harus direstrukturisasi terlebih dahulu, namun apabila setelah penagihan optimal tagihan tetap tidak bisa dibayar maka bisa dihapusbukukan dan hapus tagih
"Ini merupakan kerugian perbankan. Ataupun khusus BUMN bisa dilakukan, kalau ada kerugian itu bukan kerugian keuangan negara tetapi ini kerugian yang dapat dihapusbukukan dan diatur secara perundang-undangan," beber Airlangga.
Airlangga menjelaskan selama ini jumlah debitur yang masuk kategori kolektibilitas 2 atau dalam pantauan ada sekitar 912.259. Sementara itu, jumlah debitur yang sudah masuk kolektibilitas 5 atau kredit macet ada sekitar 246.324 orang.
"Hal lain yg perlu diselesaikan yaitu dari segi perpajakan terkait UMKM. Aturan PP 110 tahun 2000 penghapusan itu tidak lebih dari Rp 350 juta. Karena tentu KUR itu sudah Rp 500 juta. Jadi kita minta plafon dinaikkan di KUR. Untuk itu perlu kriteria, itu akan dibahas dalam satu dua minggu kedepan, nanti akan diturunkan PP turunan PPSK," tutup Airlangga.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin