tirto.id - Pemerintah bakal memberi imbalan baik uang atau sertifikat bagi mereka yang melaporkan kasus korupsi ke penegak hukum. Aturannya sudah tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 yang baru saja diteken langsung oleh Presiden Joko Widodo.
Pelapor tindak pidana korupsi berhak atas 2 per 1.000 dari jumlah kerugian yang dapat dikembalikan ke negara. Batas atasnya, seperti yang termaktub dalam pasal 17 ayat (2), adalah sebesar Rp200 juta.
Agar diterima, laporan harus berbentuk tertulis yang paling sedikit memuat uraian laporan dan identitas pelapor. Laporan juga harus dilengkapi dengan sejumlah dokumen, di antaranya fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Meski patut diapresiasi, namun Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto memberi catatan atas kebijakan baru ini. Dia menyoroti soal keamanan pelapor, terlebih jika korupsi melibatkan kepala daerah yang umumnya punya pengaruh kuat di wilayahnya.
"Khawatir kalau tiba-tiba [identitas pelapor] bocor karena melibatkan kepala daerah misalnya, karena situasi di daerah pasti stressing-nya lebih tinggi," kata Agus kepada Tirto, Rabu (10/10/2018).
Apa yang dikatakan Agus bukan isapan jempol belaka. Penganiayaan terhadap pelapor kasus korupsi di daerah memang pernah terjadi, dan tak cuma sekali.
Pada Januari 2015 lalu, Mathur Husairi, direktur lembaga swadaya masyarakat Center for Islam and Democracy Studies (CIDe), ditembak orang tak dikenal saat turun dari mobil. Tembakan mengenai pinggang kanan. Dia, mengutip CNN, dikenal sebagai aktivis yang "lantang menyuarakan perlawanan terhadap dugaan kasus-kasus korupsi yang dilakukan bekas Bupati Bangkalan Fuad Amin Imron."
Penganiayaan juga dialami M. Musleh, juga aktivis yang fokus memantau dugaan korupsi di Kabupaten Bangkalan.
Meski ada potensi membahayakan, Agus tak menampik kalau identitas pelapor memang penting untuk diserahkan ke aparat. Karena itu, menurut Agus, penegak hukum harus memastikan keamanan informannya.
"Kalau ada apa-apa dengan pelapor menurut saya penegak hukumnya yang harus dituntut karena tidak mampu melindungi," katanya.
Dijamin Aman
Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi memastikan jaminan keamanan yang dimaksud. Mantan juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini mengatakan identitas pelapor pasti bakal dilindungi karena sudah diatur dalam pasal 12 PP 43/2018. Jika tidak dijamin, maka penegak hukum itu dianggap melanggar peraturan.
"Lalu si pelapor, kalau di KPK itu bisa minta anonim, enggak tahu di penegak hukum lain," katanya kepada Tirto, Rabu(10/10/2018).
KPK termasuk salah satu penegak hukum yang dimaksud dalam aturan ini. Dan sebetulnya sebelum ada PP ini juga mereka telah menerima pengaduan masyarakat. Dalam berbagai Operasi Tangkap Tangan (OTT), mereka kerap mengklaim mendapat informasi awal dari masyarakat.
Oleh karena itulah Wakil Ketua KPK Saut Situmorang tak terlalu ambil pusing. Ia memastikan sudah lama KPK punya mekanisme pengamanan pelapor.
"Tentu ada model, strategi maupun taktikal," katanya kepada Tirto, Rabu(10/10/2018).
Sementara Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan pihaknya mungkin akan menunaikan kewajiban memberikan kompensasi secara tertutup.
"Tentu saja caranya pemberiannya tidak dilakukan secara terbuka. Harus diperhatikan aspek-aspek perlindungan terhadap pelapor," katanya.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino