Menuju konten utama

Pegadaian Hingga Bank: Trik Menjaring Nasabah Milenial dengan Kopi

Kegemaran kalangan milenial berkumpul di kedai kopi membuat Pegadaian juga ikut masuk ke dalam bisnis kedai kopi.

Pegadaian Hingga Bank: Trik Menjaring Nasabah Milenial dengan Kopi
Ilustrasi minum kopi. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Antrean panjang nampak terlihat di Kantor Pusat PT Pegadaian (Persero), Jl. Kramat Raya 162 Jakarta Pusat, Kamis siang (08/11/2018). Bukan untuk gadai barang atau beli emas, orang-orang antre lantaran tergoda untuk mencicipi kopi.

Aliyah, 35 tahun, warga asal Serang yang tengah mengantre kopi itu mengaku kaget melihat ada kedai kopi yang dibuka di kantor Pegadaian. Meski begitu, ia cukup senang dengan kedai kopi itu karena bisa mengurangi kebosanan saat menunggu.

“Saya sedang cek barang (Gemologi) di Pegadaian. Sambil menunggu hasilnya keluar, ngopi dulu oke juga. Tapi yah itu, agak ngantre. Mungkin karena ini sedang gratis,” katanya kepada Tirto.

Kehadiran kedai kopi membuat Kantor Pegadaian makin sibuk. Apalagi, posisi kedai bersebelahan dengan outlet layanan Pegadaian, seperti Galeri24 dan Gemology. Bunyi penggilingan kopi pun turut menambah keriuhan.

Berdirinya kedai kopi di Kantor Pusat Pegadaian bukan yang pertama. Sejak April 2018, Pegadaian sudah mendirikan 18 kedai kopi di gerai-gerai Pegadaian. Kedai kopi di Kantor Pusat Pegadaian merupakan yang ke-19.

Pegadaian akan menambah jumlah kedai kopi menjadi 36 kedai hingga akhir tahun ini. Untuk menyukseskan rencana tersebut, Pegadaian menyiapkan kocek sebesar Rp12 miliar untuk sebagai modal investasi kedai kopi.

Antara Diversifikasi atau Strategi?

Kehadiran bisnis kedai kopi di gerai-gerai memang bukan bisnis inti Pegadaian yang fokus pada jasa keuangan. Kedai kopi diklaim sebagai siasar menyampaikan produk Pegadaian kepada masyarakat.

“Enggak, [kedai lopi] ini bukan diversifikasi bisnis dari Pegadaian. Kedai kopi hanya menjadi sarana pendukung bagi produk utama Pegadaian,” kata Kepala Humas Pegadaian Basuki Tri Andayan kepada Tirto.

Pegadaian saat ini tidak hanya melayani gadai barang saja. BUMN yang berdiri sejak 1901 ini juga memiliki layanan lainnya, mulai dari investasi emas, jasa sertifikasi batu mulia, jasa titipan, jasa taksiran, hingga multi pembayaran online. Perseroan dengan slogan ‘Mengatasi Masalah Tanpa Masalah’ memang masih identik melayani jasa gadai barang dan masih melekat pada generasi "orangtua".

Selain itu, kebanyakan nasabah Pegadaian juga berusia tua. Pada tahun lalu, Pegadaian mengungkapkan kelompok usia nasabah 25-34 tahun atau rentang generasi milenial hanya 29 persen dari total 9,5 juta nasabahnya. Sisanya, usia 35-44 tahun sebanyak 33 persen, usia 45-54 tahun sebanyak 21 persen, dan usia di atas 54 tahun sekitar 11 persen.

Oleh karena itu, Pegadaian berupaya mengubah citra agar lebih kekinian atau mengikuti arus zaman. Dipilihnya kedai kopi lantaran kedai kopi dinilai sudah menjadi gaya hidup saat ini, terutama bagi generasi milenial.

“Kami tentu tidak ingin ketinggalan mengambil peluang dari potensi pasar generasi milenial. Untuk itu, Pegadaian juga mulai memanfaatkan teknologi digital agar perusahaan tetap sesuai dengan kebutuhan pelanggan saat ini,” tutur Basuki.

Menurut Proyeksi Penduduk Indonesia dari Badan Pusat Statistik (BPS), mereka yang berusia 20-34 tahun disebut kelompok milenial. Hingga akhir 2018, BPS memproyeksikan kelompok milenial menyumbang 23,95 persen dari total penduduk sebanyak 265 juta jiwa.

Pada 2019, jumlah kelompok milenial diproyeksikan menjadi 23,77 persen dari total populasi Indonesia sebanyak 268 juta jiwa. Artinya, hampir seperempat penduduk Indonesia adalah kelompok milenial.

Untuk itu, upaya memasarkan produk Pegadaian melalui kedai kopi dimanfaatkan penuh oleh perseroan. Hal itu terlihat dari banyaknya informasi mengenai produk Pegadaian yang dicetak di peralatan kedai kopi maupun sudut-sudut ruangan.

Misal, di buku menu. Tak hanya makanan, minuman dan harga saja yang ditulis di sana, The Gade Coffee & Gold juga memasukkan informasi mengenai produk Pegadaian, di antaranya investasi emas dan dana usaha.

Begitu juga di setiap cangkir kertas minuman. Kedai yang dikelola anak usaha Pegadaian, PT Pesonna Indonesia Jaya memasukkan juga informasi yang sama. Selain itu, perseroan juga mewajibkan barista untuk paham akan produk Pegadaian.

Strategi pegadaian ini memang bisa dimaklumi, tapi ada tantangan soal efektivitasnya. Namun, menurut perusahaan konsultan bisnis dan pemasaran Arrbey Indonesia, untuk menentukan efektif tidaknya strategi bisnis yang diambil suatu perusahaan bisa terlihat apabila target yang dikejar itu terealisasi.

“Tapi yang ingin saya tekankan, inovasi itu tidak mengenal berhenti. Harus berkelanjutan. Inovasi itu bisa jenuh, jadi jangan khawatir,” tutur Handito Hadi Joewono, Chief Strategy Consultant Arrbey Indonesia kepada Tirto.

Infografik Mencari Nasabah Lewat Kopi

Tak Hanya Pegadaian

Upaya menambah pelanggan melalui kedai kopi ternyata tidak hanya dilakukan Pegadaian saja. PT Bank DBS Indonesia sudah melakukan lebih dulu, tepatnya sejak Januari 2018. Bank DBS bekerja sama dengan 21 kedai kopi. Nanti, di setiap kedai, masyarakat dapat membuka rekening Bank DBS melalui mesin e-KYC (Know Your Costumer) dengan waktu yang singkat.

“Kami mengenalkan cara unik dalam membuka rekening, yakni dengan verifikasi biometrik di e-KYC store,” tutur Head of Digital Banking Bank DBS Indonesia Leonardo Koesmanto, dikutip dari laman resminya.

Menurut Leonardo, DBS memang fokus mengakuisisi nasabah dari generasi milenial. Kedai kopi dipilih mengingat generasi milenial gemar bekerja di kedai kopi. Selain itu, bisnis kopi juga tengah menjadi fenomena di kalangan generasi muda. Beberapa survei global, belanja milenial terhadap konsumsi kopi memang tinggi, termasuk survei dari Acorns MoneyMatters 2017.

Kegemaran generasi milenial berkumpul di kedai kopi juga diakui Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI). Gara-gara kegemaran milenial itu, tingkat konsumsi kopi di dalam negeri terus meningkat.

“Dulu, tingkat konsumsi kopi Indonesia itu 0,8 kg per kapita. Tahun lalu, sekitar 1,2 kg per kapita. Tahun ini, bisa sampai 1,4-1,5 kg per kapita,” ujar Wakil Ketua Badan Pengurus Pusat AEKI Pranoto Sunarto kepada Tirto.

Dalam dunia pemasaran, mengetahui perilaku konsumen yang disasar sangat penting. Pada konteks kalangan milenial, kedai kopi agaknya menjadi tempat yang tepat bagi perusahaan dalam mengenalkan produknya. Tidak menutup kemungkinan, akan ada perusahaan lain yang juga meniru.

Baca juga artikel terkait KOPI atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Bisnis
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Suhendra