Menuju konten utama

PBNU: UU Terorisme Lebih Penting dari Komando Pasukan Gabungan TNI

"Kita berharap bahwa DPR dan pemerintah fokus pada revisi Undang-Undang Antiterorisme," Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Robikin Emhas.

PBNU: UU Terorisme Lebih Penting dari Komando Pasukan Gabungan TNI
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj (kedua kanan) di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Sabtu (24/3). ANTARA FOTO/Adeng Bustomi.

tirto.id -

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Robikin Emhas, menyatakan, revisi UU Anti-Terorisme jauh lebih penting daripada pembentukan Komando Pasukan Khusus Gabungan TNI (Koopssusgab).

"Rencana pembentukan Koopssusgab yang terdiri dari satuan-satuan di TNI untuk menangkal terorisme sebaiknya tidak diteruskan. Kita berharap bahwa DPR dan pemerintah fokus pada revisi Undang-Undang Antiterorisme," katanya di Beijing, Cina, Kamis.

Menurut dia, UU Antiterorisme yang berlaku saat ini memiliki banyak kelemahan, di antaranya tidak ada aturan penanganan mengenai tindakan-tindakan pendahuluan terorisme.

"Misalnya ada orang Indonesia yang ikut pelatihan atau bahkan mendukung ISIS atau Al-Qaeda di luar negeri. Dia dilatih untuk merakit bom, dicuci otak untuk menjadi teroris. Namun saat pulang ke Indonesia tidak disentuh oleh hukum kita karena belum ada undang-undangnya," kata dia, yang juga pengacara itu.

NU telah mengusulkan perluasan pengertian mengenai terorisme, termasuk tindakan pendahuluan (pre-emptive).

Ia melihat, UU Antiterorisme yang berlaku saat ini belum mengoptimalkan peran serta institusi yang memiliki otoritas tindakan pencegahan.

"Ada BAIS, BIN, di kejaksaan ada intel, di lembaga-lembaga lain juga ada yang tidak diatur dalam undang-undang saat ini. Kami usulkan direvisi agar antarlembaga itu tidak menimbulkan ego sektoral. Jangan sampai ada yang punya informasi, tapi tidak disampaikan karena yang punya nama dalam penindakan itu institusi tertentu. Ini berbahaya sekali," ujar dia.

Ia menilai UU Antiterorisme masih memberikan kewenangan kepada penegak hukum secara terbatas dalam pemeriksaan dan penahanan.

Ia yakin UU Antiterorisme versi revisi, terutama pada upaya pencegahan atas tindakan terorisme bisa efektif dilakukan.

Sementara itu, Ketua Umum PB NU, KH Said Aqil Siradj, menyatakan, para ulama tidak akan bosan membangun masyarakat beradab, berakhlak, dan berbudaya.

"Walaupun tidak diperintah, tidak diminta, bahkan tidak dibayar, para ulama akan membangun masyarakat beradab itu. Kiai-kiai di kampung memastikan ajarannya bukan radikal," ujarnya.

Selain radikalisme, NU juga mengimbau kepada para kandidat kepala daerah dan presiden dan wakil presiden agar tidak menjadikan mesjid sebagai mimbar kampanye politik.

Delegasi PB NU sebelumnya telah berkunjung ke Kunming, Provinsi Yunnan, untuk menemui tokoh komunitas muslim setempat.

Di Kedutaan Besar Indonesia di Beijing, Siradj juga menyaksikan pembacaan ikrar Pengurus Cabang Istimewa NU Cina dengan disaksikan Duta Besar Indonesia untuk Cina, Djauhari Oratmangun, Rabu (16/5/2018).

Sebelumnya Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Jenderal TNI (Purnawirawan) Moeldoko, menyatakan Presiden Joko Widodo sudah mengizinkan pembentukan Komando Operasi Khusus Gabungan TNI untuk memberantas teror. Embrio pembangunan komando ini terjadi pada masa Moeldoko memimpin TNI, dan Menteri Pertahanan (saat itu) Purnomo Yusgiantoro.

TNI memiliki banyak pasukan khusus, yang secara umum memiliki kualifikasi antiteror dalam model operasi antiteror yang sangat senyap, jauh dari publikasi, dan sesuai prosedur pokok operasi penanggulangan anti teror.

Mereka adalah Detasemen Jalamangkara TNI AL (gabungan dari Batalion Intai Amfibi Korps Marinir TNI AL dan Komando Pasukan Katak TNI AL), Satuan B-90 Bravo Korps Pasukan Khas TNI AU, dan Satuan 81 Penanggulangan Teror Komando Pasukan Khusus TNI AD. Mereka ini memiliki kemampuan idle yang dapat dikerahkan untuk menangkal dan menanggulangi teror di Tanah Air.

Berbeda dengan yang dipahami umum, dalam beraksi sesungguhnya, mereka bisa dibilang tidak pernah tampil dalam siaran langsung di televisi. Saat dibentuk hingga beberapa waktu kemudian, markas konsinyiring Komando Operasi Khusus Gabungan TNI ini ada di Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian TNI di Sentul, Jawa Barat.

Pola kepemimpinan mereka adalah bergantian sesuai periode waktu yang ditentukan bersama di antara para komandan pasukan elit di tiga matra TNI itu.

Menurut Moeldoko, Komando Operasi Khusus Gabungan TNI berada di bawah komando panglima TNI. "Ini operasi harus dijalankan untuk preventif agar masyarakat merasa tenang. Saat ini terjadi hukum alam, hukum aksi dan reaksi. Begitu teroris melakukan aksi, kita beraksi, kita melakukan aksi, mereka bereaksi," kata Moeldoko.

Baca juga artikel terkait RUU TERORISME

tirto.id - Hukum
Sumber: antara
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri