Menuju konten utama

PBNU Pastikan Tak Ada Pembredelan Buku Tentang HTI

Said Aqil mengatakan buku adalah bagian dari diskursus keilmuan yang tidak boleh dibatasi di negara Indonesia. Karena, menurutnya, menyita buku sama halnya dengan melarang orang untuk belajar.

PBNU Pastikan Tak Ada Pembredelan Buku Tentang HTI
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj. foto/Antaranews.

tirto.id - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj menanggapi rencana pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ia meminta agar tidak ada pembredelan buku-buku tentang HTI.

"Kalau buku enggak bisa disita, dong. Biarkan saja," kata Said Aqil usai memberikan materi dalam diskusi 'Membedah Konsep Khilafah: realistis atau utopis', di Gedung PBNU, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jumat (12/5/2017).

Menurutnya, buku adalah bagian dari diskursus keilmuan yang tidak boleh dibatasi di negara Indonesia. Karena, menurutnya, menyita buku sama halnya dengan melarang orang untuk belajar.

"Buku itu kan bagian dari ilmu. Ini saya punya buku Hizbut Tahrir," katanya sambil menunjukkan sebuah buku tentang sejarah HTI kepada wartawan.

Kendati demikian, Said Aqil tetap menolak keberadaan HTI sebagai gerakan. Karena, menurutnya, ideologi yang dibawa oleh HTI telah melenceng dari Pancasila, UUD 45', Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Untuk itu, sebagai sikap, PBNU mendukung pemerintah untuk membubarkan HTI di Indonesia. "HTI itu di negara asalnya saja dibubarkan," katanya.

Said Aqil pun mengungkapkan, HTI secara makna sesungguhnya bukan organisasi masyarakat, melainkan partai. "Hizbut itu artinya partai, bukan organisasi masyarakat. Jadi, ini murni gerakan politik yang menempel pada agama," katanya.

Dukungan terhadap pembubaran HTI juga disampaikan oleh Jenderal (Purn) TNI, Agum Gumelar. Ia menilai pembubaran HTI adalah tindakan yang tepat untuk melindungi demokrasi Indonesia.

"Ini adalah dalam rangka menyelamatkan demokrasi. Bukan mengancam demokrasi. Sekarang ini, Indonesia adalah negara demokrasi terbesar ketiga di dunia," katanya di gedung Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Jumat (12/5/).

Menurutnya, demokrasi di Indonesia sedang menjadi perhatian dunia. Untuk itu, kata dia, segala bentuk yang mengancam demokrasi di Indonesia mesti ditindak dengan tegas.

"Dunia sedang melihat kita. Sedang memperhatikan kita. Mengikuti perkembangan kita. Sejauh mana bangsa ini bisa konsisten dengan demokrasi yang sedang dibentuk. Kalau ada kekuatan yang ingin mengubah ini semua, saya rasa tidak perlu ada kompromi," ungkap Agum Gumelar.

Baca juga artikel terkait HTI atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Alexander Haryanto