Menuju konten utama
Pengajar Hukum Tata Negara:

Pasal Kebebasan Berpendapat Harus Dipisah dari UU ITE

Ahli tata negara meminta semua fraksi di DPR RI, khususnya di Komisi I, untuk segera merevisi UU ITE 2008 agar tak lagi menjerat banyak korban.

Pasal Kebebasan Berpendapat Harus Dipisah dari UU ITE
Ilustrasi UU ITE. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Pengajar hukum tata negara Universitas Khairun Ternate, Margarito Kamis menegaskan, pasal yang mengatur soal kebebasan berpendapat atau Pasal 27 dan 28 harus dipisahkan dari Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

"Ya itu harusnya dipisah. Pasal 27-28 di UU ITE keluarin saja itu. Itu enggak urusannya dengan ITE, dengan transaksi. Mana hubungannya. Sementara judulnya kan Informasi Transaksi dan Elektronik, bukan kebebasan berekspresi. Harusnya dipisahin. Bikin UU sendiri," katanya saat ditemui wartawan Tirto, Rabu (20/3/2019) sore.

Margarito menyarankan agar pasal mengenai kebebasan berekspresi dibuatkan UU khusus. Menurut dia, pasal-pasal tersebut harus konkret dan tak boleh multitafsir.

"Harus konkret. Misal pasal, "barang siapa menghina orang menggunakan teknologi informasi akan dihukum dengan sekian...." kata "menghina" itu barang apa? Itu multitafsir. Tafsirnya banyak. Ente bilang begini, dia bilang begitu. Kacaunya negara ini," katanya.

Oleh karena itu, ia meminta agar membuat peraturan mengenai pembatasan berekspresi secara detail dan jelas.

"Harus detail misal, "barang siapa yang menyatakan bla bla bla dihukum karena memfitnah, dipenjara...", nah, misalnya begitu, sehingga kita semua punya satu patokan objektif. Tapi kalau kata "menghina", itu barang apa?" katanya.

Oleh karena itu, ia meminta semua fraksi di DPR RI, khususnya di Komisi I, untuk segera merevisi UU ITE 2008 agar tak lagi menjerat banyak korban.

"Saya kira memang akan sangat bagus demi bangsa partai-partai itu mulai berkumpul, jangan kubu-kubuan, tapi mari kita bicara masalah bangsa. Masalah partai tertentu beda tapi kepentingan bangsa mari kita satu. Terutama kasus kebebasan berekspresi. Karena kebebasan berekspresi kan cara kita memanusiakan manusia," katanya.

Menurut dia, kebebasan berekspresi memang perlu dibatasi pada tahap-tahap tertentu, namun pembatasan itu tak boleh multitafsir.

"Tapi memang kebebasan bukan tanpa batas. Anda tidak bisa memakai kebebasan itu untuk memaki-maki orang. Harus ada batas. Kebebasan harus ada tanggung jawab. Dan batas itu jangan sampai multitafsir," katanya.

Baca juga artikel terkait UU ITE atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Hukum
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Alexander Haryanto