tirto.id - Basuki Tjahaja Purnama sosok yang percaya diri. Keputusannya berpindah haluan dari jalur independen ke jalur dukungan partai politik, agaknya telah dipikirkan secara matang. Meskipun faktanya, beberapa elite Teman Ahok masih merasa belum sepenuhnya 'ikhlas' dengan keputusan tersebut.
“Kalau Teman Ahok sama saya, kepentingannya untuk membuktikan bahwa kalau kamu berpolitiknya tidak menerima suap, tidak berpihak, pasti kamu laku,” kata Ahok, saat dicegat tirto,id di Balai Kota DKI Jakarta, pada Jumat (29/7/2016). Berikut wawancaranya:
Apa yang Anda bicarakan saat semobil dengan Megawati, Jokowi dan Puan?
Ya kebetulan saya kemarin diajak Pak Jokowi ke Istana, ngobrol-ngobrol. Sampai Istana, ditanya mau ke mana? Saya jawab mau ke Golkar. Saya bilang, tadinya sekalian mau ke Bu Mega juga sebelum Bapak bilang panggil saya. Akhirnya Pak Jokowi bilang,”Ya sudah kita antar ke Bu Mega deh”. Sampai di sana, tak tahunya Bu Mega juga mau ke Golkar.
Akhirnya naik mobil milik Mega?
Tidak, mobil istana. Itu mobil van. Saya bilang, ya sudahlah Pak satu mobil saja. Sekalian saja.
Apa yang dibicarakan di dalam mobil?
Ngobrol yang lucu-lucu saja.
Apa Anda melobi dukungan dari PDI Perjuangan?
Ya saya ngomong saja. Saya sampaikan,“Bu, saya sudah putuskan sama Teman Ahok (gandeng) tiga partai. (Maju Pilkada) Pakai parpol”. Lalu dia bilang,“Di PDIP kita ada mekanisme”.
Jadi belum ada sinyal positif PDIP mendukung Anda?
Kita serahkan pada parpol untuk ngomong. Jadi akan ketemu parpol sama parpol. Saya tidak tahu. Karena kan ini masing-masing cukup. Tiga parpol kan cukup.
Maksud Anda, ketiga partai bakal bertemu PDIP untuk berkomunikasi?
Iya, kayaknya seperti itu untuk ngomong.
Apa sudah dapat restu dari Mega untuk gandeng Djarot?
Kalau itu mah, dari dulu sudah oke Bu Mega. Kalau sama Pak Djarot oke. Sekarang kan masalahnya, musti ketemukan tiga partai untuk ngomong seperti apa. Saya tak mau urusin gituanlah, yang penting saya kerja saja. “Kalau kalian ingin saya mau, ya usung saja.” Orang sekarang partainya lengkap kok. Berarti kita kan lebih baik. Benar kata Pak Jokowi,”Kerja, kerja, kerja saja”. Gak usah terlalu dipikirin.
Apa Anda berminat daftar ke PDIP untuk jadi calon gubernur?
Tidak ada istilah minta daftar cagub ya. Bagaimana nanti tiga partai? Marah dong? Orang (dukungan) mereka saja sudah cukup. Sudahlah.
Bagaimana soal gerakan #balikinktpgue?
Ya orang mau tulis silahkanlah. Orang mau tulis apapun, ya mau bilang apa?
Jadi dibalikin KTP-nya?
Tidak tahu dong, itu Teman Ahok. Ya lagian memang orang kasih KTP? Bukan kasih KTP, kan cuma kasih form. Kan waktu di-assessment, didatangi, KTP masih di rumah dia kok. Jadi apa yang mesti dibalikin? Dari dulu juga dibalikin. Fotokopinya doang kan?
Tidak khawatir dukungan ke Anda berkurang?
Kalau kita khawatir, semua juga khawatir. Makanya saya bilang, saya di sini bukan kejar jabatan. Makanya saya tak pernah khawatir jadi gubernur atau tidak. Saya cuma mau kerja kok.
Kalau orang Jakarta sudah tidak mau nyambung kontrak (jadi gubernur) saya, ya sudah saya keluar. Cari kerja lagi di perusahaan. Orang saya pegawai kok. Sederhana saja. Kalau saya ngejar jabatan, saya takut ini, takut itu, takut tak dapat jabatan.
Pernah lihat fotokopi sejuta KTP?
Pernah, sudah lihat. Mereka (Teman Ahok) kalau masalah itu tak bohong. Itu asli sejuta KTP. Makanya saya katakan kenapa partai mau dukung, karena mereka yakin. Sekarang logikanya begini, mau tidak tiga parpol dukung saya kalau mereka tak yakin KTP bisa meloloskan saya? Makanya itu menjadi titik temu.
Tiga partai merasa yakin saya bisa maju pakai independen, makanya mereka mau dukung. Mereka sudah periksa semua. Mereka sudah melihat sendiri bagaimana orang mengisi formulir, bagaimana orang rela jadi relawan keluar duit segala macam.
Tiga partai ini sudah melihat semuanya. Makanya di situlah Teman Ahok melihat tiga partai ini tulus. Sebaliknya, tiga partai juga melihat Teman Ahok tidak main-main dan harus didengarkan. Tiga parpol bahkan mengakui bahwa apa yang dilakukan Teman Ahok suatu pelajaran yang baik buat partai politik, bahwa ternyata calon yang baik itu bisa maju tanpa memerlukan partai.
Mengapa seperti itu?
Dulu presepsinya, calon selalu kasih mahar. Calon harus baik-baikin partai dan keluar duit. Tapi dengan kejadian di Jakarta, semua bisa dipatahkan. Ada satu pelajaran penting, siapa pun kamu, selama kamu memang mentalnya cuma mau jadi pegawai, bukan jadi pejabat, bukan karena kedudukan, anda jujur, tidak terima suap, kerja benar, pasti rakyat dukung kamu dan kasih KTP.
Jadi, parpol tak usah menekan, tak usah sombong, sehingga yang terjadi semua bisa saling sadar, saling mendukung. Ya sudah, bisa nggak kita tularkan semangat ini ke partai-partai yang lain? Karena 2019 akan ada suatu peristiwa penting. Pencalonan presiden dan legislatif bersamaan. Jadi partai yang mencalonkan orang yang dibutuhkan oleh rakyat, pasti akan ada imbas mendapatkan suara. Itu yang terjadi ketika semalam Partai Golkar melihat rakyat trendnya ingin Pak Jokowi bisa dua periode, sehingga Golkar langsung dukung. Saya tahu betul Golkar.
Apa benar Nusron Wahid jadi timses Anda?
Tidak. Sementara tiga partai mesti ada koordinator untuk ngatur-ngatur. Dia belum resmi jadi timses. Kalau resmi kan dia harus berhenti dari BNP2TKI.
Setelah ini bagaimana nasib Teman Ahok?
Iya, jadi sekarang saya minta Teman Ahok nanti itu di-blast. Kan uji coba demokrasi kita belum selesai nih? Kita kan sebentar lagi 71 tahun merdeka, sementara Amerika sudah 200 berapa tahun. Di Amerika itu, kalau orang mau datang kampanye mereka harus bayar. Kita sudah uji coba kemarin yang Teman Ahok bikin festival. Nah sekarang, kita belum uji coba pendukung ini mau keluar duit gitu lho.
Ada yang lain?
Nah saya juga mau tahu, dari 1 juta ini kalau di-blast, ada berapa yang mau jadi saksi di TPS? Kan mesti ikut pelatihan tanpa butuh biaya transpor dan makan. Misalnya jadi saksi, kalau pelatihan kita siapin makanlah, tapi tidak ada transpor. Berapa yang butuh dari situ kita bisa tahu. Cukup tidak orangnya? Ini di luar partai ya, partai kan pasti punya massa.
Terus yang kedua, begitu kami nyalon kan ada rekening resmi kampanye. Nah, kita juga akan tanya nih, dari sejuta orang ini ada berapa yang ikhlas nyumbang? Jumlahnya Rp 10 ribu juga tidak apa-apa. Syukur-syukur Rp 50 ribu kan? Kalau Rp 50 ribu kan jadinya Rp 50 miliar. Tapi ini satu uji coba demokrasi yang baik buat kita. Pertama kali dalam sejarah, orang-orang menyumbang Rp 50 ribu. Lumayan loh Rp 50 miliar.
Jadi apa sebenarnya tujuan Anda dan Teman Ahok?
Kalau Teman Ahok sama saya, kepentingannya untuk membuktikan bahwa kalau kamu berpolitiknya tidak menerima suap, tidak berpihak, pasti kamu laku. Saya buktikan sejak tahun 2003. Saya tidak pernah bagi-bagi duit, bagi-bagi sembako.(*)
Penulis: Kukuh Bhimo Nugroho
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti