Menuju konten utama

OJK Catat P2P Lending Salurkan Pinjaman Rp700 T dalam 6 Tahun

OJK mencatat akumulasi pinjaman P2P lending capai Rp70 T tahun ini dan Rp700 T dalam 6 tahun sejak industri keuangan tersebut berdiri.

OJK Catat P2P Lending Salurkan Pinjaman Rp700 T dalam 6 Tahun
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar menyampikan hasil rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) I Tahun 2024 di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (30/1/2024). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/tom.

tirto.id - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, mengungkapkan, akumulasi pinjaman yang telah disalurkan oleh industri peer-to-peer (P2P) lending sejak hadir di Indonesia 6 tahun lalu sampai saat ini telah mencapai Rp700 triliun. Pada saat yang sama, nilai outstanding industri ini diperkirakan sebesar Rp700 triliun.

“Perlu juga kita lihat perspektif yang lebih lengkap, bahwa pada saat ini nilai outstanding dari peer-to-peer online mencapai Rp70 triliun dan kalau dilihat akumulasi dari pinjaman yang disalurkan oleh peer-to-peer online platform sejak dia diresmikan enam tahun lalu, sudah di atas Rp700 triliun,” katanya, dalam OJK Digital Financial Innovation Day 2024, di Jakarta Pusat, Jumat (9/8/2024).

Total pinjaman tersebut paling banyak dari ritel, masyarakat dan pelaku usaha dengan kegunaan konsumsi maupun modal kerja.

Ke depan, Mahendra mengatakan, OJK akan mendorong para pelaku di industri P2P lending untuk mendongkrak penyaluran pinjaman di sektor-sektor produktif. Ia beralasan, penyaluran di sektor produktif tidak hanya peningkatan pinjaman berkualitas saja yang bisa didapatkan industri, melainkan juga dapat mengantisipasi risiko negatif.

“Untuk kegiatan produktif, besaran tadi itu jelas signifikan. Bahwa ada sisi risiko negatifnya yang harus kita atasi dan kita minimalisasi adalah benar. Tapi kita juga tidak bisa menafikan peran kontribusinya yang penting,” sambung Mahendra.

Di balik risiko dari penyaluran pinjaman online (pinjol) oleh P2P lending, Indonesia masih tetap harus terus mengikuti perkembangan dari pertumbuhan industri keuangan digital. Jika tidak, Indonesia akan tertinggal dan terlambat dalam menangkap peluang serta prospek dari inovasi kegiatan di sektor keuangan.

“Dengan risiko, persoalan dan kompleksitas yang bahkan akan jauh lebih tinggi daripada yang kita lakukan saat ini. Karena totally uncontrollable, justru dengan adanya ini memberikan ekosistem dan risk management yang terbaik yang mungkin dilakukan dalam tetap mendorong langkah-langkah inovasi dan kemudian penerapan implementasi dan regulasi pengaturannya,” jelas Mahendra.

Baca juga artikel terkait OJK atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Andrian Pratama Taher